Pilpres 2024

Tak Hadiri RPH, Anwar Usman Berdalih Minum Obat dan Ketiduran

Anwar Usman mengklarifikasi tuduhan menyampaikan kebohongan soal alasan tak ikut memutus beberapa perkara terkait batas usia Capres-Cawapres

Kolase foto/istimewa
Hakim Mahkamah Konsitusi Anwar Usman merasa difitnah dengan tudingan memberi karpet merah bagi Gibran Rakabuming yang juga keponakannya untuk maju di Pilpres 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman berdalih sakit ketika tak sakit dalam rapat permusyawaratan hakim (RPH) untuk memutus perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023, yang belakangan ini ditolak MK.

“Saya bersumpah, Demi Allah, saya bersumpah lagi, saya memang sakit,” kata Anwar di gedung MKRI, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).

Anwar Usman mengklarifikasi tuduhan menyampaikan kebohongan soal alasan tak ikut memutus beberapa perkara terkait batas usia Capres-Cawapres.

Anwar menjelaskan, pada hari di mana delapan hakim konstitusi lainnya menggelar RPH untuk perkara 29-51-55/PUU-XXI/2023, ia dalam kondisi sedang sakit.

Meski demikian, Anwar mengaku, tetap masuk kerja atau hadir langsung di gedung MKRI.

Baca juga: Dituding Berbohong Soal Mangkir Putusan Perkara 29, 51 dan 55, Ini Jawaban Ketua MK Anwar Usman

Selanjutnya, diakui Anwar, saat di kantor ia meminum obat hingga ketiduran diduga karena efek dari obat tersebut.

“Lho saya sakit, tetapi tetap masuk. Saya minum obat, saya ketiduran,” tuturnya.

Lebih lanjut, dia menegaskan, ketidakhadirannya di RPH bukan karena alasan ada konflik kepentingan, tapi jelas karena sakit.

“Enggak ada. Saya ini udah jadi hakim dari tahun 85 ya, Alhamdulillah. Saya tidak pernah melakukan sesuatu yang menyebabkan saya berurusan seperti ini,” ungkapnya.

Dugaan kebohongan 

Diberitakan sebelumnya, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menemukan adanya dugaan kebohongan Ketua MK Anwar Usman.

Hal itu diungkapkan Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie usai melakukan sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik hakim konstitusi, pada Rabu (1/11).

Temuan dugaan itu, jelas Jimly, terkait Anwar Usman yang berbohong soal alasannya tak ikut memutus tiga perkara usia batas usia capres-cawapres yang belakangan ditolak MK.

Baca juga: Anwar Usman Bantah Tidak Setujui Pembentukan MKMK Permanen

“Tadi ada yang baru soal kebohongan. Ini hal yang baru,” kata Jimly Asshiddiqie.

Baca juga: Sidang MKMK Temukan Indikasi Anwar Usman Berbohong Terkait Rapat Putusan Usia Capres-Cawapres

“Kan waktu itu alasannya kenapa tidak hadir (rapat permusyawaratan hakim) ada dua versi, ada yang bilang karena (Anwar) menyadari ada konflik kepentingan, tapi ada alasan yang kedua karena sakit. Ini kan pasti salah satu benar, dan kalau satu benar berarti satunya tidak benar,” sambung dia.

Kronologi mangkirnya Anwar Usman dalam RPH putusan 3 perkara syarat usia capres cawapres itu sebelumnya diungkap oleh hakim konstitusi Arief Hidayat lewat dissenting opinion.

Ketika itu, 19 September 2023, 8 dari 9 majelis hakim konstitusi menggelar RPH membahas putusan perkara nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023.

Tiga perkara ini disidangkan dengan intens sejak 1 Mei 2023. Majelis hakim mendengar keterangan ahli serta pihak terkait untuk perkara ini.

RPH dipimpin oleh Wakil Ketua MK dan Arief.

Dalam RPH itu mereka menanyakan mengapa Anwar Usman absen.

“Wakil Ketua kala itu menyampaikan bahwa ketidakhadiran ketua dikarenakan untuk menghindari adanya potensi konflik kepentingan,” kata hakim konstitusi Arief Hidayat dalam dissenting-nya.

“Disebabkan, isu hukum yang diputus berkaitan erat dengan syarat usia minimal untuk menjadi calon presiden dan calon wakil presiden di mana kerabat Ketua berpotensi diusulkan dalam kontestasi Pemilu Presiden 2024 sebagai pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh salah satu partai politik, sehingga Ketua memilih untuk tidak ikut dalam membahas dan memutus ketiga perkara a quo,” tambah Arief.

Tanpa Anwar Usman, RPH menghasilkan putusan tegas dan konsisten dengan sikap Mahkamah dalam putusan-putusan terdahulu berkaitan dengan syarat usia jabatan publik, yakni urusan itu merupakan ranah pembentuk undang-undang (DPR dan pemerintah).

MK pun menolak ketiga gugatan itu.

Namun, dalam RPH berikutnya dalam perkara lain yang masih berkaitan syarat usia capres cawapres, menurut Arief, Anwar Usman menjelaskan ia tak ikut memutus perkara karena alasan kesehatan.

Dengan kehadiran Anwar dalam RPH kali ini sikap MK mendadak berbalik 180 derajat, menyatakan kepala daerah dan anggota legislatif pada semua tingkatan berhak maju sebagai capres-cawapres meski belum 40 tahun, lewat Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang kontroversial.

Sejauh ini, MKMK telah memeriksa 6 hakim yakni Anwar Usman, Arief Hidayat, dan Enny Nurbaningsih kemarin, serta Saldi Isra, Manahan Sitompul, dan Suhartoyo.

Sementara, Anwar Usman yang juga berstatus terlapor dalam perkara di Majelis Kehormatan MK, meminta para pihak yang menuduh adanya kejanggalan dalam putusan batas usia capres-cawapres untuk membaca berkas putusan dimaksud.

Baca juga: Putri Gus Dur Beberkan Kejanggalan Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Gibran Rakabuming Cawapres

Anwar juga meminta pihak yang menuduh dirinya mengabulkan permohonan yang tak dimohonkan pemohon, untuk membaca secara teliti dan mendalam pertimbangan-pertimbangan hukumnya.

“Namanya putusan hakim, makanya saya bilang cobalah baca secara teliti, secara mendalam pertimbangan demi pertimbangan,” kata Anwar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Jumat (3/11/2023).

Dalam dissenting opinion putusan yang dikemukakan Wakil Ketua MK Saldi Isra, dijabarkan fakta bahwa putusan MK soal batas usia capres-cawapres sebenarnya secara tekstual tidak dimohonkan oleh pemohon.

Saldi menyatakan bahwa pemohon hanya meminta bahwa persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 tak tak punya kekuatan hukum mengikat.

“Secara tekstual, yang dimohonkan bersyarat adalah ‘berusia paling rendah 40 tahun’ untuk dibuat alternatif atau dipadankan dengan “...atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota,” kata Saldi membaca dissenting opinion dalam sidang agenda pembacaan putusan, Senin.

Dia menerangkan bahwa benar kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota sebagaimana amar permohonan adalah jabatan yang dipilih lewat pemilu. Tapi Saldi menegaskan perlu diberi catatan tebal bahwa tak semua jabatan yang dipilih lewat pemilu adalah kepala daerah.

Saldi memahami bahwa hakim bisa sedikit bergeser dari petitum pemohon untuk mengakomodasi permohonan demi putusan yang seadil-adilnya.

Namun kata dia, celah ‘sedikit bergeser’ hanya bisa dilakukan sepanjang masih punya ketersambungan dengan petitum (alasan-alasan) permohonan.

Apalagi permohonan pemohon sangat eksplisit bertumpu pada berpengalaman sebagai kepala daerah, serta menggunakan kata ‘pengalaman’ sekaligus ‘keberhasilan’.

Bahkan pemohon mencontohkan secara jelas dengan membawa Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai acuan.

“Artinya permohonan Nomor 90 tidak menyandarkan alasan-alasan permohonannya pada pejabat yang dipilih.” Kata Saldi.

Atas hal ini, Saldi pun bertanya haruskan Mahkamah bergerak sejauh ini dengan memutus perkara yang tak dimohonkan oleh pemohon.

“Haruskan Mahkamah bergerak sejauh itu?” tanya Saldi.

Bakal Diputus 7 November

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) akan membahas rancangan putusan mereka terkait laporan dugaan pelanggaran etik dan perilaku hakim.

Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie menyebut, rancangan putusan terkait kasus pelanggaran etik hakim konstitusi akan mulai dibahas, pada Senin (6/11) pekan depan.

Kemudian, nantinya pada Selasa (7/11), putusan akan segera dibacakan kepada publik.

“Izinkan kami mulai hari Sabtu akan membahas rancangan putusan. Terutama mulai Senin lah, karena saya akan keluar kota. Baru hari Minggu pulang,” kata Jimly, Jumat (3/11).

“Mulai Senin. Senin ya, hari Minggu kali ya saya udah pulang. Senin,” sambungnya.

Jimly menjelaskan, MKMK telah menyiapkan draf putusan. Namun, belum mencantumkan hal-hal yang lebih rinci di dalamnya.

“Tapi draf putusan sudah ada, Cuma belum yang rincinya,” ucapnya.

Lebih lanjut, saat ditanya awak media soal apakah pembahasan guna merancang putusan tersebut akan berlangsung alot.

Jimly berkelakar, pembahasan tentu akan alot karena hanya dilakukan oleh tiga hakim yang sudah berusia lanjut.

“Ya alot lah, kan 24 jam itu (pembahasan rancangan putusan). Pasti alot, Cuma bertiga. Kalau sembilan kan, sembilan sarjana hukum kan begitu kumpul banyak pendapatnya. Kalau Cuma bertiga gini, bisa lah. Apalagi udah tua-tua, kalau masih muda itu suka berdebat ke sana ke mari,” jelas dia. (Tribun Network/Yuda).

 

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Anwar Usman Sampai Bersumpah, 'Demi Allah, Saya Ketiduran', https://www.tribunnews.com/nasional/2023/11/04/anwar-usman-sampai-bersumpah-demi-allah-saya-ketiduran?page=all.

Editor: Hendra Gunawan

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved