Berita Jakarta

Cerita Siti Bertahan Hidup di Kampung Apung, Terendam Banjir hingga Minum Air Teh Dicampur Garam

Sepenggal kisah pilu dari Siti Robiah (60), seorang warga Kampung Apung Kapuk Teko, Cengkareng, Jakarta Barat, yang hidup bak diambang simalakama.

Wartakotalive.com/ Nuri Yatul Hikmah
Siti Robiah (60) warga Kampung Apung Kapuk Teko, Cengkareng, Jakarta Barat. 

WARTAKOTALIVE.COM, CENGKARENG — Sepenggal kisah pilu datang dari Siti Robiah (60), seorang warga Kampung Apung Kapuk Teko, Cengkareng, Jakarta Barat, yang hidup bak diambang simalakama. 

Pasalnya wanita paruh baya itu, harus menghabiskan masa tuanya di sebuah petak kontrakan berukuran 3x3 meter bersama lima cucunya.

Namun bukan kontrakan mewah dengan perabotan lengkap yang ditempatinya, melainkan sebuah hunian dari kayu berlapis triplek sebagai dinding pelindung dari terik dan hujan.

Tempat peraduannya itu berbentuk bak rumah panggung yang ditopang oleh balok-balok kayu dan beton.

Di mana, balok dan beton itu tertancap kuat ke dalam sebuah area pemakaman yang kini sudah terendam oleh air sepenuhnya. 

Sehingga dalam tenangnya, ia sebenarnya tengah bersiap was-was apabila banjir atau air payau di sekitar tempat tinggalnya itu, meninggi dan menenggelamkannya.

Baca juga: Potret Kekeringan di Kampung Apung Cengkareng, Makam Lama yang Terendam Kembali Muncul

Siti mengaku telah tinggal di kampung tersebut sejak tahun 1980-an, kala kampung tersebut masih dinamai 'Bioskop Kapuk Teko'.

Hingga kini usianya sudah hampir senja, Siti masih bertahan di sebuah petakan yang bahkan diakuinya kerap amblas lantaran alas kayu yang digunakan sebagai lantai rumah, lapuk terendam air.

"Saya di sini ngontrak, per bulan Rp 500.000, soalnya suami saya kerjanya dekat di bengkel yang seberang, cucu saya juga betah di sini. Mau pindah-pindah juga sayanya enggak mau, cucu sekolahnya di sini juga," ungkap Siti saat ditemui di kediamannya, kampung apung Kapuk, Cengkareng, Jakarta Barat, Senin (30/10/2023).

Kendati begitu, wanita asal Balaraja, Tangerang itu mengaku pernah mengalami kepahitan selama tinggal di kampung apung.

Misalnya saja, ia harus berkali-kali menambal lantai rumahnya yang amblas.

Baca juga: Berdiri di Atas Genangan Air Besar, Kampung Apung Cengkareng Dulunya Tempat Pemakaman Umum

Atau ia terpaksa membeli ranjang tingkat agar rumahnya tetap bisa ditinggali meskipun banjir menerjang.

"Jeblos, kemarin habis dibenarin. Sering, kalau habis banjir kan air naik. Karena sering kena air jadi lapuk kayunya. (Kejadiannya) sudah lama, baru dibenarin di depannya, sudah pada rombeng (usang)," ungkap Siti.

Tak hanya itu, Siti sendiri mengaku sempat mengalami kesulitan ekonomi selama tinggal di tempat itu.

Apalagi, saat sang suami belum mendapatkan pekerjaan yang mencukupi kebutuhan hidup.

Sumber: Warta Kota
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved