Viral Media Sosial

Anies Tanggapi Enteng Isu Gibran Maju Pilpres 2024 Pasca Putusan MK: yang Penting Gagasannya

Anies Tak Khawatirkan Putusan MK yang Jadi Jalan Gibran Maju Pilpres 2024. Menurutnya Bukan Sosok dari Kompetitornya, Tapi yang Terpenting Gagasannya

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Bacapres dari Koalisi Perubahan Anies Baswedan di kediamannya, Lebak bulus, Cilandak, Jakarta Selatan pada Senin (16/10/2023). 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas terkait Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017 trending di media sosial.

Dalam amar putusan Ketua MK, Anwar Usman menyampaikan seseorang yang berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota yang dipilih melalui pemilihan umum, layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi Pilpres. 

Putusan itu dinilai membuka peluang putra Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka maju dalam Pilpres 2024.

Meski masih berusia 36 tahun, Gibran yang kini menjabat Wali Kota Solo itu pun kini bisa menjadi Cawapres Prabowo Subianto.

Terkait hal tersebut, Bakal Calon Presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan Anies Baswedan angkat suara.

Dirinya menanggapi santai soal adanya kemungkinan Gibran maju sebagai Cawapres Prabowo pasca putusan MK.

Mantan Gubernur DKI Jakarta itu mengaku tak ambil pusing soal isu tersebut.

Sebab menurutnya, siapapun kompetitornya, dirinya mengaku siap berkonstestasi dalam Pilpres 2024 mendatang.

“Kita siap mendaftar tanpa bertanya siapa yang akan menjadi kompetitor. Karena menurut kami ini bukan soal kompetisinya ini soal membawa amanat rakyat soal perubahan untuk keadilan," ungkap Anies dalam siaran tertulis pada Senin (16/10/2023).

"Perubahan untuk kita merasakan kesetaraan kesempatan,” tegasnya.

Baca juga: Mahkamah Konstitusi Buka Peluang Gibran Maju Pilpres 2024, Ini Tanggapan Menohok Rocky Gerung

Baca juga: Analisis Denny Indrayana Soal Putusan MK Terbukti Nyata: Gibran Berpeluang Jadi Paslon Pilpres 2024

Menurutnya, siapapun kompetitornya nanti harus membawa gagasan untuk ditawarkan kepada Rakyat Indonesia.

Karena melalui adu gagasan, diyakininya akan semakin menghidupkan alam demokrasi Republik ini.

“Jadi kita fokus pada agenda itu (Perubahan untuk Indonesia Berkeadilan). Siapapun yang nanti akan mendapat amanat dari koalisi manapun kita siap bawa gagasan itu," ungkap Anies.

"Karena ini bukan berperang. Ini bukan bermusuhan, ini berkompetisi membangun membawa gagasan. Yang penting gagasannya dibawa,” tegasnya.

Bersamaan dengan putusan MK, Anies Baswedan meminta seluruh pihak untuk menghormati.

Sebab, putusan MK mengikat sejak dibacakan.

“Setiap keputusan pengadilan harus kita hormati dan hargai, dan itu bersifat mengikat jadi keputusan itu (MK) kita hormati dan hargai. Bagi kami fokusnya untuk mendaftar tanggal 19 besok, jadi tidak ada mengganggu fokus,” terang Anies.

Anies juga tak mau berspekulasi siapapun lawan yang akan dihadapinya.

Dirinya hanya akan fokus terkait langkahnya menyambut kontestasi demokrasi 2024.

“Kita belum tahu. Yang sudah kita tau adalah keputusan MK. Tentang siapa yang menjadi pasangan kita belum tau sekarang. Jadi sebelum ada kepastian saya juga tidak mau berspekulasi. Maka itu kita fokusnya pada pendaftaran,” tandasnya.

Baca juga: MK Kabulkan Gugatan Batas Usia Capres-Cawapres, Ini Tanggapan Sandiaga Uno

Baca juga: Analisis Denny Indrayana Soal Putusan MK Terbukti Nyata: Gibran Berpeluang Jadi Paslon Pilpres 2024

Diketahui, MK mengabulkan gugatan yang diajukan mahasiswa UNS bernama Almas Tsaqibbirru Re A. Almas terkait Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017.

Dalam amar putusan Ketua MK, Anwar Usman menyampaikan seseorang yang berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/ kota yang dipilih melalui pemilihan umum, layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi Pilpres. 

"Terhadap petitum permohonan dalam perkara-perkara dimaksud dapat dikatakan mengandung makna yang bersifat 'ambiguitas' dikarenakan sifat jabatan sebagai penyelenggara negara tata cara perolehannya dapat dilakukan dengan cara diangkat/ditunjuk maupun dipilih dalam pemilihan umum," jelas hakim.

"Hal ini berbeda dengan yang secara tegas dimohonkan dalam petitum permohonan a quo di mana pemohon memohon ketentuan norma Pasal 169 huruf q UU Nomor 17 Tahun 2017 dimaknai 'Berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota'," bebernya.

"Dalam rangka mewujudkan partisipasi dari calon-calon yang berkualitas dan berpengalaman, Mahkamah menilai bahwa pejabat negara yang berpengalaman sebagai anggota DPR, anggota DPR, anggota DPRD, Gubernur, Bupati, dan Wali Kota sesungguhnya layak untuk berpartisipasi dalam kontestasi pimpinan nasional in casu sebagai calon Presiden dan calon Wakil Presiden dalam pemilu meskipun berusia di bawah 40 tahun," imbuhnya.

Berikut amar putusan lengkap yang dibacakan Ketua MK Anwar Usman dalam sidang putusan di gedung MK, Gambir, Jakarta Pusat pada Senin (16/10/2023):

Mengadili

1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian

2. Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah".

Sehingga Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi "berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah"

3. Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.

Denny Indrayana: Prediksi Saya Benar

Terkait putusan MK tersebut, Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyampaikan prediksinya benar.

Gibran pun berpeluang maju sebagai kandidat Pilpres 2024.

"Sayangnya, kali ini prediksi saya benar. Putusan MK mengabulkan Gibran Jokowi berpeluang jadi paslon dalam Pilpres 2024. Akankah Presiden Jokowi berhadapan dengan Megawati dan PDI Perjuangan?" tulis Denny Indrayana.

Sebelumnya, Guru Besar Hukum Tata Negara, Denny Indrayana menyoroti gugatan terkait usia minimum capres-cawapres.

Dalam perkara nomor 29/PUU-XXI/2023, kader Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Dedek Prayudi meminta batas usia minimum capres-cawapres dikembalikan ke 35 tahun.

Diduga, gugatan itu dilayangkan terkait dengan usia Putra Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo, yakni Gibran Rakabuming Raka.

Gibran terkendala menjadi pendamping Prabowo Subianto dalam Pilpres 2024 mendatang lantaran masih berusia 35 tahun.

Terkait gugatan tersebut, Mahkamah Konstitusi (MK) menjadwalkan sidang pembacaan putusan gugatan terkait usia minimum capres-cawapres pada Senin (16/10/2023).

Meski keputusan belum diputuskan, Denny Indrayana membocorkan hasil putusan.

"Banyak yang menanyakan bocoran putusan MK soal syarat umur capres-cawapres kepada saya. Tentu sulit dan tidak boleh mendapatkan informasi dari dalam lingkungan MK, baik dari hakim konstitusi ataupun para pegawai MK," ungkap Denny Indrayana dalam status twitternya @dennyindrayana pada Selasa (11/10/2023).

"Karena itu, berikut saya sampaikan 'bocoran' dalam tanda kutip, putusan tersebut, yang saya prediksi akan dibacakan pada Senin (16/10/2023) depan," tambahnya.

Baca juga: Cek Fakta Video Viral Temuan Kaos Prabowo-Gibran di Kertanegara, Warganet: Sudah Ada Bocoran MK?

Baca juga: Dito Dapat Bingkisan dari Terdakwa Korupsi, Rocky Gerung Sentil Mahfud MD: Tolong Bangunkan Belio

Dalam postingannya, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia itu ingin membuktikan argumentasi bahwa, 'tidak mustahil untuk memprediksi putusan Mahkamah Konstitusi' berdasarkan kecenderungan putusan-putusan sebelumnya, dan positioning politik para hakim konstitusi.

Melihat kecenderungan putusan MK atas perkara terkait pemilu dan antikorupsi, khususnya dalam putusan soal perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK dan UU Ciptaker, yang komposisinya lima berbanding empat, alias 5 : 4 dissenting opinion, maka dirinya memprediksi putusan syarat umur capres-cawapres juga akan berujung pada angka yang sama.

Antara lain, lima hakim setuju mengabulkan, dan empat hakim menyampaikan pendapat berbeda alias memberikan dissenting opinion atau menolak permohonan.

"Saya menduga putusan bisa saja mengabulkan syarat umur menjadi 35 tahun; ATAU syarat umur tetap 40 tahun, namun dibuka kesempatan bagi 'yang telah berpengalaman sebagai kepala daerah'," jelas mantan Staf Khusus Presiden bidang Hukum, dan bidang Hukum, HAM, dan Pemberantasan KKN itu.

Komposisi hakim MK yang berbeda pendapat antara lain:

1. Saldi Isra dan Suhartoyo akan tetap berada pada posisi dissenting opinion.

Keduanya sudah sejalan sejak lama, termasuk hanya berdua dissenting dalam soal syarat ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold).

2. Wahiddudin Adams akan bersama Saldi dan Suhartoyo pada posisi berbeda pendapat.

Memasuki masa pensiun pada Januari tahun depan, menyebabkan Hakim Konstitusi Wahid menjadi nothing to lose, dan karenanya lebih konsisten menjatuhkan putusan secara merdeka (independen).

3. Posisi ke empat yang dissenting/berbeda adalah antara Enny Nurbaningsih atau Arief Hidayat.

Kalau Enny yang berbeda pendapat, berarti komposisi hakim yang dissenting opinion, akan sama dengan putusan masa jabatan KPK dan UU Ciptaker.

"Kemungkinan lain, saya memprediksi Arief Hidayat bisa masuk komposisi berbeda pendapat, lebih karena posisi politiknya, yang merupakan kompetitor dalam pemilihan Ketua MK yang baru lalu berhadapan dengan Anwar Usman, serta karena afiliasi organisasi massanya di GMNI, yang dikenal dekat dengan parpol tertentu (PDIP)," tulisnya.

Skenario yang juga patut dicermati, karena putusan ini sangat penting menyangkut kontestasi Pilpres 2024, dijelaskannya ada kemungkinan pula putusan akan sama kuat alias imbang, yakni 4:4 (empat berbanding empat) antara yang mengabulkan dan yang menolak permohonan.

Maka, yang menjadi penentu putusan menurut Pasal 45 ayat (8) UU MK adalah dimana posisi Ketua MK Anwar Usman, Ipar Presiden Jokowi.

Dirinya memprediksi Anwar Usman ada pada posisi mengabulkan permohonan, alias memberikan kesempatan kepada Gibran Rakabuming Raka menjadi kontestan (paslon) pada Pilpres 2024.

"Namanya juga 'bocoran' alias prediksi, tentu kepastiannya akan terlihat setelah putusan dibacakan. Kita lihat saja, apakah prediksi saya akan tepat," ungkap Denny Indrayana.

"Namun, tanpa dasar teori hukum konstitusi yang rumit, saya hanya ingin membuktikan bahwa tidaklah sulit untuk menduga arah putusan MK, dilihat dari kecenderungan pemikiran dan afiliasi politik para hakimnya, dan tentu saja dinamika politik yang mewarnai suatu permohonanan yang sarat dan kental dengan 'political question', semacam syarat umur capres-cawapres," bebernya.

Sebelum menutup tulisannya, Denny Indrayana menyampaikan sidang etik advokat di Kongres Advokat Indonesia terkait pengaduan Mahkamah Konstitusi atas postingannya soal sistem Pemilu Legislatif tertutup atau terbuka beberapa waktu yang lalu digelar pada Senin (9/10/2023).

Disampaikannya tidak banyak yang memberitakan sidang etik tersebut, di samping persidangannya yang memang tertutup.

Padahal ini menurutnya adalah catatan sejarah penting.

Pertama kali ada Mahkamah Konstitusi mengadukan seorang advokat ke organisasi profesi.

"Saya merasa tersanjung sekaligus tertantang untuk membuktikan sama sekali tidak ada pelanggaran kode etik. Sebaliknya, saya berpandangan ada banyak persoalan etika di kelembagaan Mahkamah Konstitusi saat ini," ungkap Denny Indrayana.

Terlepas soal pengaduan dugaan pelanggaran etika kepadanya tersebut, yang jauh lebih penting dan strategis sebenarnya adalah menjaga etika para hakim konstitusi, khususnya dalam memutuskan berbagai perkara di tahun politik 2023-2024 yang akan datang.

Yang pasti, laporan pengaduannya ke MK soal dugaan pelanggaran etika Ketua MK Anwar Usman tidak kunjung direspon apalagi diperiksa.

Padahal dugaan pelanggaran etika Ketua MK tersebut sangat erat dengan benturan kepentingan, karena tetap memeriksa permohonan pengujian syarat umur capres-cawapres, padahal berkaitan langsung dengan peluang keluarga Jokowi menjadi kontestan (paslon) dalam Pilpres 2024, yaitu: Gibran Rakabuming Raka, putra Presiden Jokowi.

"Akhirnya, putusan syarat umur capres-cawapres akan menjadi batu ujian kesekian akan kadar kenegarawanan para hakim konstitusi," ungkap Denny Indrayana.

"Apakah para hakim MK berhasil menjalankan amanahnya sebagai the guardian of the constitution, penjaga konstitusi, atau bergeser menjadi the guardian of the family and dynasty. Senin depan sejarah akan mencatatnya," tutupnya.

Baca Berita Warta Kota lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved