Pilpres 2024

Kaesang Ketum PSI, Jokowi Mainkan Strategi Catur Caro-Kann, Bidak dan Perwira Semua Parpol Terkunci

Jokowi dinilai memainkan strategi pembukaan catur Caro-Kann dengan mendesain anaknya Kaesang Pangarep menjadi Ketum PSI

Kolase Tribunnews
Presiden Jokowi dinilai mendesain putranya Kaesang Pangarep menjadi Ketum PSI. Mantan anggota DPR RI yang kini menjadi pegiat media sosial Akbar Faisal menilai Jokowi sedang memainkan langkah pembukaan catur Caro-Kann. Yang akibatnya, bidak dan perwira semua parpol menjadi terkunci. 

Jokowi Tidak Negarawan Lagi

Sebelumnya Direktur Eksekutif Jaringan Moderat Indonesia yang juga tenaga ahli Mabes Polri, Islah Bahrawi menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi mulai mencari langkah aman sebagai seorang politisi di masa akhir kepemimpinannya dan tidak lagi sebagai seorang negawaran.

Hal itu diungkapkan Islah Bahrawi mengenai rasa khawatirnya di akun Twitter (X) nya @islah_bahrawi, Selasa (26/9/2023), sembari menyematkan foto buku berjudul 'Bagaimana Demokrasi Mati' atau 'How Democracies Die' karya Steven Levitsky dan Daniel Ziblatt.

"Apa yang saya tulis tentang rasa khawatir itu sepertinya menumbuhkan janin (meski batin saya masih berharap tidak)," tulis Islah Bahrawi.

"Jokowi rasa-rasanya mulai mencari 'pintu keluar' sebagai Politisi, tidak lagi sebagai Negarawan. Tidak lagi sama seperti halnya ketika dia pertama kali memasuki aula besar bernama Indonesia," tambah Islah.

Baca juga: Penunjukan Kaesang Jadi Ketua Umum PSI Seperti Pertunjukan Sulap, Pengamat: Sim Salabim

Islah menceritakan ketika itu, seorang Jokowi yang tidak memiliki partai dan bukan ketua umum partai, melejit dalam hitungan sebentar.

"Takdirnya cemerlang. Banyak elit politik yang memaksa benci -mungkin karena takjub atau bisa jadi iri- seorang "manusia antah berantah" tiba-tiba jadi presiden," kata Islah.

Saat itu Islah mengaku menyimpulkan bahwa Jokowi adalah negarawan dan inilah demokrasi.

"Ketika itu saya menyimpulkan; inilah Negarawan. Inilah demokrasi. Kerinduan itu bersambut, mengingat bangsa ini sejak dulu lebih gemar melahirkan Politisi ketimbang bersalin untuk Negarawan," kata Islah.

Dari ratusan juta manusia di negara ini, menurut Islah betapa sulitnya mencari segelintir Negarawan.

"Seperti mencari sebatang Christiano Ronaldo ditumpukan jerami 270 juta rakyat Indonesia," katanya.

"Tapi Levitsky dan Ziblatt mungkin ada benarnya. Justeru yang harus dikawal adalah ketika seseorang yang jadi pemimpin dengan popularitas tinggi," kata Islah.

Karena menurutnya lengah sedikit, popularitas itu akan menggiringnya jadi politisi yang memikirkan stabilitas diri bukan lagi negarawan yang memikirkan bangsa di masa depan.

"Kata Ziblatt, pemimpin yang populer semakin lama akan membangun intoleransi partisan agar bandul politik selalu berada di tangannya," ujarnya.

Dia akan berupaya membangun jaminan dukungan dari mayoritas agar purna tugasnya mendarat dengan aman.

Baca juga: Ketua TPN Arsjad Rasjid Pastikan Ganjar Sebagai Capres  dan Tegaskan Bukan Cawapres Prabowo

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved