Konflik Rempang
Ganjar Pranowo Minta Pemerintah Bereskan Konflik di Rempang: Jangan lama-lama, Panggil Aktornya!
Ganjar Pranowo khawatir jika dibiarkan terlalu lama, konflik Rempang akan menjadi preseden buruk di masa mendatang.
Penulis: Fitriyandi Al Fajri | Editor: Feryanto Hadi
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Bakal calon presiden (Bacapres) dari PDI Perjuangan Ganjar Pranowo meminta Pemerintah Indonesia untuk segera menyelesaikan kericuhan yang terjadi di Pulau Rempang, Kota Batan, Provinsi Kepulauan Riau.
Mantan Gubernur Jawa Tengah itu khawatir jika terlalu lama, akan menjadi preseden buruk di masa mendatang.
“Jangan lama-lama, apalagi aparatur ya mesti bisa menyelesaikan selesaikan itu dengan sangat cepat. Kalau itu tidak bisa diselesaikan maka itu nanti akan menjadi inspirasi untuk yang lain,” kata Ganjar.
Hal itu diungkapkan Ganjar usai Forum Alumni Perguruan Tinggi se-Indonesia bertajuk ‘Ganjar Jawab Tantangan Masa Depan Indonesia’ di The Ballroom XXI Djakarta Theater, Jakarta Pusat, Ahad pada (17/9/2023). Kata dia, pemerintah harus membuka persoalan itu dengan lebar dan mencari solusinya.
“Mesti diselesaikan akar persoalannya, dibuka begitu dan beberapa aktornya bisa dipanggil. Di sana ada kepala daerahnya di sana, ada pengelolanya gitu ya. Saya kira lebih cepat ya,” paparnya.
Menurut dia, pemerintah pusat bisa saja menghentikan sementara rencana relokasi permukiman warga.
Selama proses dihentikan, pemerintah dapat melakukan investigasi persoalan itu agar menemukan titik terang.
“Ya semua bisa dilakukan maka panggil saja. Semuanya bisa dilakukan, apapun kebijakannya segera panggil mereka, jangan terlalu lama termasuk representasi dari masyarakat karena mesti kita dengarkan juga,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, bentrokan pecah antara warga dengan aparat gabungan TNI-Polri dan Ditpam BP Batam pada Kamis (7/9/2023) lalu.
Gesekan itu terjadi imbas perkara sengketa lahan di Pulau Rempang.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, menjelaskan duduk perkara sengketa lahan antara BP Batam dan warga di Pulau Rempang, Kota Batam, Provinsi Kepulauan Riau. Perkara ini bermula saat pemerintah mengundang investor untuk berinvestasi di pulau-pulau terluar Indonesia, termasuk di Pulau Rempang.
“Jadi di (Pulau) Rempang itu begini. Pada tahun 2001 pemerintah membuat pengumuman, ini 2001 ya, membuat pengumuman, 2002 juga diumumkan, siapa yang mau berinvestasi di pulau-pulau terluar, pulau yang kecil-kecil,” jelas Mahfud dikutip dari Kompas.com.
Hal itu dijabarkan Mahfud dalam acara ‘Ngaji Politik Kebangsaan Menko Polhukam RI bersama Pengasuh Pondok Pesantren se-wilayah Mataraman Jawa Timur’ di Pondok Pesantren Mojosari, Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Jumat (15/9/2023) sore.
Menurut Mahfud, saat itu pemerintah mengundang investor karena melihat banyak pulau terluar yang potensinya belum tergarap secara maksimal. “Karena itu (pulau-pulau terluar) tidak dimanfaatkan, ada penduduknya tapi tidak produktif, siapa yang mau berinvestasi menjadi daerah industri, daerah wisata atau apa,” sebut Mahfud.
Mulanya, kata Mahfud, tidak ada investor yang melirik tawaran pemerintah tersebut. Hingga akhirnya ada pihak swasta yang berminat berinvestasi, yakni PT Makmur Elok Graha yang berencana membangun kawasan Rempang Eco City.
“(Tahun) 2004 ada pengembang yang mau mengeluarkan uang Rp 381 triliun, di tahun 2004, kontrak dengan pemerintah daerah, selesai, kelar,” bebernya.
Namun rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City itu tak langsung digarap di tahun itu juga. Setelah itu, pemerintah daerah setempat malah mempersilakan pengembang-pengambang baru masuk ke Pulau Rempang.
“Ketika tanah yang sudah dikontrak (PT Makmur Elok Graha) ini tidak diurus, masuk pengembang-pengambang baru diberi izin oleh gubernur dan wali kota. Padahal ini sudah milik orang,” ujar Mahfud.
“Nah, sekarang orangnya (PT Makmur Elok Graha) sudah kembali, ini dikosongkan. Itu yang terjadi keributan, Saudara, itu yang terjadi keributan sekarang ini,” lanjutnya.
Mahfud menturkan, sebenarnya warga lokal Pulau Rempang tak mempermasalahkan rencana pembangunan kawasan Rempang Eco City. Adapun yang menolak rencana pembangunan, kata Mahfud, merupakan orang luar Pulau Rempang.
“Yang ribut siapa? Bukan orang Rempang-nya. Orang Rempang itu coba, di sebuah pulau terpencil tidak ada kehidupan ekonomi oleh pemerintah diganti satu orang diberi tanah 500 meter persegi, ditambah rumah ukuran 45, ditambah uang tunggu selama rumah dibangun Rp 1,2 juta, ditambah uang sewa rumah sebelum rumahnya jadi Rp 1,2 juta, itu penduduknya dapat, terima. Yang dari luar ini yang demo-demo,” pungkas Mahfud.
Pulau Rempang Harus Kosong pada 28 September Ini
Pemerintah memberi waktu hingga tanggal 28 September kepada warga untuk mengosongkan Pulau Rempang.
Pengosongan tersebut terkait dengan proyek strategis nasional yakni mengembangan kawasan Eco City.
Hal tersebut diungkapkan oleh Komisioner Mediasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Prabianto Mukti Wibowo saat melakukan pertemuan dengan warga Pulau Rempang, Batam, Kepulauan Riau (Kepri), Sabtu (16/9/2023).
Pertemuan itu untuk memediasi warga di 16 titik kampung tua yang ada di Pulau Rempang, Batam, yang akan dijadikan kawasan Eco City.
Pada pertemuan itu, Prabianto menyinggung terkait pengosongan lahan di Pulau Rempang sebelum tanggal 28 September 2023, berdasarkan perjanjian antara Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam (BP Batam) dengan pihak investor.
Adapun pihak investor menginginkan agar di tanggal tersebut, lahan yang mereka perlukan sudah rampung.
“Rampung dalam hal ini, yakni lahan yang diinginkan investor sudah diterbitkan hak pengelolaan lahan (HPL) nya, dan itu yang mereka harapkan,” jelas Prabianto.
Baca juga: Mahfud MD Soal Rusuh Rempang: Dapat Rumah dan Uang Rp 120 Juta Kok Masih Ribut, Ada Provokator
Saat ditemui di Pulau Rempang Prabianto mengatakan, pihaknya telah merekomendasikan kepada BP Batam, Pemkot Batam, dan Pemprov Kepri, termasuk Polda Kepri agar mempertimbangkan merelokasi warga.
Namun, pihak pemerintah daerah, kata Prabianto, menyebut hal ini bukanlah kewenangan pemerintah daerah, melainkan pemerintah pusat.
“Kami telah merekomendasikan agar relokasi terkait rencana pembangunan industri Rempang Eco City agar kembali dipertimbangkan tanpa harus menggusur warga setempat.
Namun, jawaban BP Batam, pihaknya tidak bisa mengambil keputusan sendiri, mengingat proyek ini milik pemerintah pusat,” kata Prabianto.
“Ini terkait dengan perjanjian yang telah dilakukan BP Batam dengan pihak investor.
Pada posisi ini, BP Batam tidak bisa mengambil keputusan sendiri dan kami akan melakukan koordinasi dengan kementerian, lembaga, di tingkat pusat, karena kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas di Batam ini adalah kewenangan di pemerintah pusat, sehingga kami akan segera melakukan koordinasi dengan tingkap pusat,” tuturnya.
Melihat kondisi ini, Prabianto berharap agar pemerintah benar-benar mempertimbangkan mengeluarkan HPL.
Sebab, peraturan yang berlaku dalam menerbitkan HPL harus dipastikan hak-hak pihak ketiga yang ada di dalamnya.
“Tidak ada jalan lain selain untuk meninjau kembali penerbitan HPL-nya, karena masyarakat yang ada di dalamnya harus diselesaikan terlebih dahulu.
Melihat tenggang waktunya yang tinggal beberapa hari lagi, saya rasa sulit untuk terealisasi.
Makanya, kami merekomendasikan agar kembali dilakukan pertimbangan,” kata Prabianto.
Prabianto juga menyoroti keberadaan posko-posko keamanan yang ada di Pulau Rempang. Dia menyebut posko tersebut menimbulkan rasa tak nyaman bagi warga.
“Apalagi kondisinya sempat memanas, tentunya ada kesan intimidasi yang dirasakan warga yang ada di kampung tua Pulau Rempang,” terang Prabianto.
Lapor Presiden dan DPR
Prabianto juga berharap agar pihak aparat menarik diri. Komnas HAM akan membuat laporan kepada Presiden Jokowi dan DPR RI jika para pihak tidak mengindahkan rekomendasi dari Komnas HAM.
“Kami mendorong para pihak untuk bersedia bermusyawarah untuk membicarakan solusi terbaik dari situasi ini.
Kami pastikan jika rekomendasi yang kami sampaikan tidak diindahkan, kami akan membuat laporn ke DPR RI I hingga ke Presiden RI,” ujar Prabianto.
Harapan warga Pulau Rempang Dalam pertemuan yang dilakukan Komnas HAM bersama warga Pulau Rempang, seluruh warga dengan tegas menyampaikan bahwa mereka tetap menolak proses relokasi yang dilakukan BP Batam.
“Kami sepekat menolak relokasi tersebut. Selain itu kami juga meminta agar tim terpadu untuk tidak ada di lokasi pemukiman kami ini di Pulau Rempang.
Kemudian meminta warga yang ditahan polisi dilepaskan dan menghentikan aktivitas tim terpadu yang mendatangi setiap rumah untuk memaksa agar segera mendaftar bersedia direlokasi,” ujar Husni, salah satu warga Pulau Rempang.
Husni menyebutkan apa yang dilakukan tim terpadu dengan mendatangi warga, merupakan bentuk intimidasi. “Jujur kami para warga merasa tidak nyaman dengan hal ini.
Kami juga meminta agar BP Batam untuk berhenti berbohong dengan menyebutkan sebagian warga bersedia untuk direlokasi, karena sampai saat ini, kami warga Pulau Rempang tidak akan terima dan bersedia direlokasi,” tegas Husni.
Mendengar pengakuan warga, Prabianto meminta agar warga tetap menahan diri. Prabianto juga mengatakan apa yang dikeluhkan warga masuk diakal, apalagi dengan keberadaan pos pengamanan di Pulau Rempang.
“Inikan perkampungan warga. Selagi mereka tidak melakukan kekerasan, tidak perlu didirikan pos kemanan di pulau Rempang.
Yang ada keberadaan pos keamanan inilah yang bisa menimbulkan suasana tidak nyaman,” terang Prabianto.
Fasilitasi dialog
Prabianto juga menyarankan agar masyarakat mau untuk berdialog dengan pihak pemerintah, terlebih pemerintah pusat.
“Kami akan memfasilitasi dialog tersebut. Untuk saat ini, Bapak Ibu posisinya tetap menolak relokasi dan hal ini sudah kami data. Nanti akan kami bicarakan dengan pihak pemerintah,” papar Prabianto.
Dalam pertemuan tersebut, Komisioner Komnas HAM juga meminta agar masyarakat Pulau Rempang untuk mempersiapkan seluruh dokumen yang dimiliki, khususnya bukti-bukti kepemilikan lahan di Pulau Rempang.
"Jadi kami harap Bapak Ibu semua untuk tetap tenang dan menahan diri. Terkiat pengosongan yang batas waktunya tanggal 28 September 2023 ini, jangan terlalu dipikirkan sambil menunggu hasil pembicaraan kami dengan pihak pemerintah,” sebut Prabianto.
Komisioner Komnas HAM bidang Pendidikan dan Penyuluhan Putu Elvina juga meminta agar warga membuat laporan ke Komnas HAM jika ada upaya represif dari aparat keamanan.
“Jadi Bapak Ibu tidak perlu kawatir lagi. Jika kembali terjadi represif dari aparat keamanan, segera laporkan ke Komnas HAM. Kami siap membantu apa yang menjadi keluhan Bapak Ibu semua,” tegas Elvina.
“24 jam kami membuka diri untuk pelaporan-pelaporan yang Bapak Ibu sampaikan terkait relokasi ini.
Kami akan berkomunikasi dengan pemerintah untuk mendapatkan solusi dan jalan terbaik, yang sama-sama bisa diterima Bapak Ibu semua dan pemerintah,” ujar Elvina.
Disambut Antusias Warga Rempang, Amien Rais: Ini Bentuk Dukungan Kami Melawan Kezaliman Negara |
![]() |
---|
Momen Menegangkan saat Kunjungan Menteri Bahlil ke Rempang, Dikepung hingga Diteriaki Warga |
![]() |
---|
Isak Tangis Warga Rempang Mohon Polisi Bebaskan Keluarga Mereka, Menteri Bahlil Menolak |
![]() |
---|
Warga Rempang Akan Digusur, Hanifa: Rakyat Rindu Sosok Jokowi yang Peduli dengan Jeritan Rakyat |
![]() |
---|
Menteri Bahlil: Ada Aktor dari Negara Tetangga yang Ikut bermain di Rempang, Tidak Ingin Batam Maju |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.