Berita Jakarta

Jakarta Sukses Salip India dan Malaysia, Jadi Kota dengan Polusi Udara Tertinggi di Dunia

Jakarta Sukses Salip India dan Malaysia, Jadi Kota dengan Polusi Udara Tertinggi di Dunia. Kualitas Udara Jakarta Buruk Meski Memasuki Akhir Pekan

Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Tangkapan layar Air Quality Index (AQI) untuk wilayah DKI Jakarta dalam situs IQAir pada Sabtu (2/9/2023) pukul 08.00 WIB, Indeks kualitas udara untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat, yakni berada di angka 177 dengan konsentrasi parameter PM 2.5. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Meski Pemprov DKI Jakarta telah memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH), kualitas udara di Jakarta tak kunjung membaik.

Bahkan, kualitas udara Jakarta tetap dalam status 'buruk' meski sudah memasuki akhir pekan.

Berdasarkan Air Quality Index (AQI) untuk wilayah DKI Jakarta dalam situs IQAir pada Sabtu (2/9/2023) pukul 08.00 WIB, Indeks kualitas udara untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat, yakni berada di angka 177 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Disebutkan, Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 21,1 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.

Kondisi tersebut tak berbeda jauh dengan Indeks kualitas udara pada beberapa hari sebelumnya.

Antara lain kategori tidak sehat pada Rabu (30/8/2023) dengan angka 156 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Selanjutnya, kategori tidak sehat pada Kamis (31/8/2023) dengan angka 161 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Kemudian, kategori tidak sehat pada Jumat (1/9/2023) dengan angka 162 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Baca juga: Bela Anies, Musni Umar Bantah Istilah Pengkhianat Partai Demokrat, Sebut Idolanya Kini Tak Berdaya.

Baca juga: Beda dengan Demokrat, Ini Sikap Prabowo Ketika Tahu Surya Paloh Pilih Cak Imin Jadi Cawapres Anies

Kian memburuknya kondisi udara membuat Kota Jakarta menempati urutan pertama kota terpolusi di dunia.

Indonesia tercatat menyalip India dan Malaysia yang sebelumnya berada di urutan atas.

Berikut rangking 10 kota terpolusi di dunia pada Sabtu (2/9/2023):

  1. Jakarta, Indonesia dengan AQI 177
  2. Dubai, Uni Emirat Arab dengan AQI 161
  3. Kuala Lumpur, Malaysia dengan AQI 156
  4. Dhaka, Banglades dengan AQI 140
  5. Lahore, Pakistan dengan AQI 137
  6. Kolkata, India dengan AQI 134
  7. Delhi, India dengan AQI 113
  8. Hanoi, Vietnam dengan AQI 112
  9. Kuching, Malaysia dengan AQI 107
  10. Johannesburg, Afrika Selatan dengan AQI 103

Langkah Pemprov DKI Tekan Polusi Udara di Ibu Kota

Pemprov DKI Jakarta mengupayakan sejumlah langkah konkret untuk mengurangi dampak penurunan kualitas udara.

Penanggulangan polusi udara dilakukan bersinergi dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, Polda Metro Jaya, dan berbagai instansi lainnya.

Sejumlah upaya yang telah disiapkan dan dilaksanakan Pemprov DKI Jakarta untuk perbaikan kualitas udara ini bersifat jangka pendek, menengah, dan panjang.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto menjelaskan, pihaknya telah memberikan sanksi berupa penghentian sementara aktivitas usaha terhadap perusahaan pergudangan dan penyimpanan (stockpile) batu bara yang terbukti belum mematuhi aturan pengelolaan lingkungan.

Baca juga: Selain Industri Pemicu Polusi Udara, Heru Budi Hartono Minta Masyarakat Sadar tidak Bakar Sampah

Mereka adalah PT Trada Trans Indonesia dan PT Trans Bara Energy di Jakarta Utara, dan PT Bahana Indokarya Global di Jakarta Timur.

Kemudian, memberikan sanksi administratif kepada PT Merak Jaya Beton (perusahaan concrete batching plant) terkait pemenuhan komitmen perusahaan yang tercantum dalam izin lingkungan.

Salah satunya menyusun dokumen upaya pengelolaan lingkungan dan pemantauan lingkungan hidup.

“Dalam jangka pendek, perusahaan diharuskan memasang paranet (jaring dengan tingkat kerapatan cukup tinggi) di  lokasi sekeliling area kegiatan sebagai antisipasi pencemaran udara,” kata Asep berdasarkan keterangannya pada Jumat (1/9/2023) malam.

Baca juga: Tekan Polusi Udara, Pengamat Lingkungan Dukung Pj Gubernur DKI Instruksikan Warga Menanam Pohon

Asep mengatakan, penegakan hukum untuk kewajiban uji emisi dalam bentuk tilang berbayar juga sudah dilakukan.

Sebelum konsekuensi penindakan tilang tersebut, Dinas Lingkungan Hidup terus mengajak masyarakat untuk melakukan uji emisi kendaraan pribadinya, baik mobil maupun motor yang berusia tiga tahun ke atas.

“Sampai dengan 28 Agustus 2023, telah terdata sebanyak 1.856 motor dan 8.078 mobil mengikuti uji emisi melalui lokasi uji emisi. Lokasi dapat diakses melalui aplikasi JAKI atau website https://ujiemisi.jakarta.go.id,” jelas Asep.

Untuk penanggulangan polusi udara, Pemprov DKI Jakarta mengimbau seluruh pihak, terutama pelaku usaha berskala besar, untuk melakukan beberapa hal,

Yaitu melakukan penghijauan secara massif; menyiapkan water mist pada gedung-gedung tinggi; mengadakan uji emisi bagi karyawan dalam lingkup internal perusahaan.

Kemudian uuntuk pembangunan konstruksi agar memasang safety net dan melakukan penyemprotan berkala tiga kali sehari; dan kelima pada industri besar agar memasang scrubber pada buangan udara/exhaust.

“Hari ini (Jumat, 1/9/2023) Balai Kota sudah mulai memasang perangkat pompa bertekanan tinggi atau water mist generator. Selanjutnya, akan diikuti oleh kantor-kantor wali kota dan akan diikuti juga dengan pemasangan di beberapa RSUD,” ungkap Asep.

WFH di Jakarta Tidak Efektif Tekan Polusi Udara

Kebijakan bekerja dari rumah yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta dianggap kurang signifikan untuk menekan polusi udara.

Soalnya ada 25 juta orang yang setiap hari berkegiatan di Jakarta, dan kebanyakan memakai kendaraan bermotor.

“Kebijakan WFH bagi ASN itu bentuk dari solusi jangka pendek, dan tidak terlalu signifikan karena jumlah ASN Pemprov DKI hanya sekitar 2.500 orang, sedangkan pergerakan orang di Jakarta bisa mencapai 25 juta jiwa setiap harinya,” kata anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Eneng Malianasari pada Jumat (25/8/2023).

)“Faktanya macet masih terjadi, polusi tak berkurang,” sambung perempuan yang juga menjadi anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta ini.

Baca juga: Viral Akun AI Tweet Soal 4 Warga Tangerang Jadi Tersangka Polusi Udara Jakarta-Statusnya Kena Banget

Baca juga: Pembakaran Limbah Elektronik Jadi Salah Satu Penyebab Polusi Udara di Jakarta, 4 Tersangka Ditangkap

Menurutnya, harus ada solusi dari tingginya mobilitas masyarakat di Jakarta.

Tentunya tergantung pada transportasi massal, karena bagaimanapun kendaraan menjadi penyumbang terbesar pada polusi udara.

“WFH tentu berdampak pada ekonomi, masyarakat harus terus bergerak agar ekonomi tetap stabil, Transportasi massal adalah jalan solusi terbaik saat ini maka Pemprov DKI bersinergi dengan pemerintah pusat unuk meningkakan mutu transportasi massal di DKI,” jelasnya.

Jika kendaraan listrik hari ini digembar-gemborkan, sambung Eneng, maka harusnya yang paling diutamakan adalah transportasi publik berbasis listrik.

Baca juga: Polusi Udara Jakarta Memburuk, Pemprov DKI dan Polisi Percepat Uji Emisi Kendaraan di Taman Anggrek

Bukan beralih ke kendaraan pribadi berbasis listrik, tapi masyarakat beralih ke transportasi publik yang berbasis listrik.

Selain beralih ke transportasi publik berbasis listrik, Pemprov punya pekerjaan rumah (PR) untuk menjangkau masyarakat di daerah penyangga dengan feeder busway.

“Saya melihat pemprov DKI perlu memperbanyak feeder busway berbasis listrik yang nantinya menjadi pilihan warga untuk mobilisasi diri,” imbuhnya.

Terakhir, Pemrov DKI perlu mengaktivasi kembali Mikrotrans untuk melayani warga yang tak terjangkau Transjakarta, feeder busway dan posisi yang pelosok atau jalan kecil.

Contohnya di kawasan Jakarta Barat, yang belum diaktifkan rute 78 Puri - Citraland, rute 79 Cengkareng - Kota, dan rute 107 Green Garden - Puri Beta.

“Jika semua transportasi umum bisa menjangkau warga-warga di semua wilayah maka tak ada alasan mereka untuk tidak beralih ke transportasi publik, apalagi yang berbasis listrik,” imbuhnya.

“Jika sudah menjadi kebiasaan warga menggunakan transportasi publik yang berkualitas, maka akan menjadi kultur dan udara bersih menjadi warisan bagi anak cucu kita kelak,” pungkasnya.

Beda Kualitas Udara Jakarta Setelah dan Sebelum Ditinggal Anies

Kualitas udara Jakarta kian memprihatinkan sejak sebulan lalu.

Berdasarkan Air Quality Index (AQI) untuk wilayah DKI Jakarta dalam situs IQAir pada Senin (7/8/2023), Indeks kualitas udara untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat, yakni berada di angka 168 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Disebutkan, Konsentrasi PM2.5 di Jakarta saat ini 17.7 kali nilai panduan kualitas udara tahunan WHO.

Buruknya kualitas udara sudah terjadi sejak beberapa pekan belakangan. Presiden Jokowi pun sampai memberikan komentar.

Di antaranya Jumat, 4 Agustus 2023 AQI untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat, yakni berada di angka 153 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Begitu juga dengan Sabtu, 5 Agustus 2023 AQI untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif, yakni berada di angka 146 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Minggu, 6 Agustus 2023 AQI untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif, yakni berada di angka 164 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Hari ini, Senin, 7 Agustus 2023 AQI untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori tidak sehat bagi kelompok sensitif, yakni berada di angka 168 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Baca juga: Polusi Udara Jakarta, Presiden Jokowi Sebut Pindah Ibu Kota, Bandingkan Komentar Hotman Paris

Kondisi tersebut dikeluhkan masyarakat.

Satu di antaranya Pengacara kondang, Hotman Paris Hutapea.

Lewat status instagramnya, dirinya mengaku kaget dengan buruknya kondisi udara Jakarta pada Senin (7/8/2023) pagi.

Dirinya menunggah kondisi udara di wilayah Ibu Kota yang dalam kondisi merah atau tidak sehat.

"Gawat polusi," tulis Hotman Paris pada Senin (7/8/2023) pagi.

Postingan Hotman Paris pun disambut beragam komentar dari masyarakat.

Mereka membandingkan kondisi Jakarta ketika masa kepemimpinan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dengan Pj Gubernur DKI Jakarta,  Heru Budi Hartono saat ini.

Pemprov DKI: Kualitas Udara Memburuk karena Kemarau

Terkait buruknya kualitas udara Jakarta, Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Asep Kuswanto mengungkapkan polusi dipicu tingginya mobilitas masyarakat.

Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat.

“Dengan semakin menguatnya (kegiatan) ekonomi, maka mobilitas masyarakat menggunakan transportasi juga semakin tinggi. Hal itu sangat berpengaruh terhadap kualitas udara Jakarta,” kata Asep Kuswanto dikutip dari Kompas.com pada Rabu (26/7/2023).

Asep berharap masyarakat mau menggunakan transportasi publik untuk berkegiatan.

“(Setidaknya) 70 persen pencetus kualitas udara buruk di Jakarta itu adalah dari transportasi, sehingga kalau ingin memperbaiki kualitas udara maka kurangilah mobilitas menggunakan mobil pribadi,” kata Asep.

“Pastinya gunakan bahan bakar yang ramah lingkungan,” tambahnya.

Tak hanya itu, kualitas udara di Jakarta kian memburuk lantaran mulai memasuki musim kemarau.

"Ya karena memang hujan berkurang kemudian aktivitas masyarakat bertambah," ujar Kepala Dinas Lingkungan Hidup (Kadis LH) DKI Jakarta Asep Kuswanto, Minggu (16/7/2023).

Selain itu, aktivitas pembangunan infrastruktur dan konstruksi di Jakarta juga turut mempengaruhi kualitas udara.

“Pembangunan Jakarta biasanya tengah tahun hingga akhir sedang tinggi-tingginya, sehingga pembangunan konstruksi pun sangat berpengaruh terhadap kualitas udara,” ujar Asep.

Oleh karena itu, ia mengimbau agar masyarakat tetap memakai masker saat beraktivitas di luar ruangan.

Selain itu, Asep mengimbau agar masyarakat Ibu Kota menggunakan transportasi umum demi menjaga kualitas udara yang kurang baik saat musim kemarau.

Pemandangan Gunung Gede Pangrango dilihat dari Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2021) pagi.
Pemandangan Gunung Gede Pangrango dilihat dari Kemayoran, Jakarta Pusat, Rabu (17/2/2021) pagi. ((Ari Wibisono/Instagram wibisono.ari))

Gunung Gede Pangrango Terlihat dari Kemayoran

Buruknya kondisi udara pada beberapa pekan belakangan berbanding terbalik ketika masa kepemimpinan Anies Baswedan.

Terlebih pada tahun 2021.

Ketika itu, media sosial diramaikan dengan beredarnya foto pemandangan Gunung Gede Pangrango yang diambil dari Kemayoran, Jakara Pusat.

Foto tersebut diambil pada Rabu (17/2/2021) pagi oleh seorang warga bernama Ari Wibisono.

Ari mengatakan, dia sengaja mengambil foto Jakarta dengan latar belakang Gunung Gede Pangrango.

Menurut dia, terlihatnya gunung tersebut menandakan kualitas udara di Jakarta sedang bersih.

"Sengaja lagi hunting naik motor lewat flyover Kemayoran arah Gunung Sahari. Pas di jembatan, saya berhenti," ujarnya dikutip dari Kompas.com.

"Pukul 06.20 WIB sampai jam 07.00 WIB, gunung masih terlihat gagah. Jelang jam 07.30 WIB, gunung mulai hilang pelan-pelan," tambah dia.

Mengutip data dari situs AirVisual pada Rabu (17/2/2021) pukul 16.00 WIB, Air Quality Index (AQI) untuk wilayah DKI Jakarta masuk kategori sedang, yakni berada di angka 98 dengan konsentrasi parameter PM 2.5.

Dengan AQI tersebut, Jakarta menempati peringkat ke-33 di antara kota-kota besar di dunia berdasarkan parameter kualitas udara buruk dan polusi kota.

Sementara itu, pada Rabu pukul 11.00 WIB, AQI untuk wilayah Kemayoran masuk kategori baik yakni berada di angka 37 dengan konsentrasi parameter PM 10.

Pandemi Bikin Udara Jakarta Bersih 

Setahun lebih berselang, potret gagahnya Gunung Gede Pangrango dari Kemayoran juga diambil oleh fotografer Muhammad Ali Fikry.

Potret itu kemudian diunggah lewat akun Instagramnya, akun @alivikry pada Kamis (27/10/2022).

Dirinya menyampaikan potret tersebut menjadi bukti semakin bersihnya udara di Jakarta.

"Alhamdulillah warga Jakarta dan sekitarnya bisa menghirup udara segar," tulis Ali Fikry lewat akun @alivikry.

Sejak 25 hingga 27 Oktober 2022, tingkat polusi di Jakarta berturut-turut 53 AQI US; 63 AQI US;74 AQI US.

Sementara pada Jumat, 28 Oktober 2022 tingkat polusi di Jakarta berwarna hijau atau baik, dengan nilai 46 AQI US.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Syaripudin mengatakan, penerapan kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) selama pandemi Covid-19 berdampak positif bagi lingkungan.

Hal tersebut, kata Syaripudin, bisa terlihat dari kualitas udara dan pandangan langit Jakarta yang tidak lagi berkabut karena polusi udara.

"Pandemi telah menunjukkan kepada kita bahwa masih ada harapan untuk lingkungan hidup yang lebih baik," ujar Syaripudin dalam keterangan tertulis, Rabu.

Selama PSBB berlangsung, Pemprov DKI banyak melakukan pembatasan aktivitas kepada warga Jakarta.

Pembatasan itu mulai dari di tempat kerja, fasilitas sosial dan fasilitas umum, sampai ke transportasi umum.

Dengan rendahnya mobilitas warga Jakarta yang bepergian ke luar rumah, kata Syaripudin, pencemaran udara dari kendaraan umum dan tempat industri menjadi berkurang.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan sebelumnya juga mengatakan, PSBB membawa dampak positif terhadap kualitas udara di Ibu Kota.

Dia mengatakan, langit di Jakarta menjadi biru cerah karena berkurangnya polusi udara di karena PSBB.

"PSBB yang sedang berlangsung juga membawa dampak positif bagi lingkungan. Terbukti dengan langit biru cerah, berkurangnya polutan dan kualitas udara yang baik," ujar Anies dalam akun Facebook-nya, Sabtu (14/2/2021).

Anies menjelaskan, PSBB membuat banyak orang menerapkan gaya hidup baru, termasuk menggunakan sepeda sebagai alat transportasi ramah lingkungan.

Dia mengatakan, pandemi Covid-19 memberikan harapan untuk lingkungan hidup yang lebih baik.

Baca Berita Warta Kota lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved