Korupsi

Denny Indrayana: Jangan Sesat Logika, yang Harus Dibubarkan Bukan KPK, Tapi Hukum Mati Jokowi Cs

Denny Indrayana menilai pembubaran KPK adalah salah pikir dan sesat logika. Semestinya Jokowi Cs yang melemahkan KPK dihukum mati

istimewa
Ilustrasi PEGAWAI KPK - Denny Indrayana menilai pembubaran KPK adalah salah pikir dan sesat logika. Semestinya Jokowi Cs yang melemahkan KPK dihukum mati 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Pakar Hukum Tata Negara yang juga politisi Partai Demokrat, Denny Indrayana mengomentari pernyataan Megawati Soekarnoputri yang mengaku pernah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Menurut Denny Indrayana, pembubaran KPK adalah salah kaprah dan sesat logika. 

Sebab kata Denny Indrayana yang perlu diatasi adalah mereka yang terencana dan sistematis melumpuhkan dan membunuh KPK.

"Jangan salah kaprah. Jangan sesat logika. Yang harusnya dibubarkan bukanlah KPK, tetapi mereka yang secara terencana dan sistematis melumpuhkan dan membunuh KPK," kata Denny di akun Twitternya @dennyindrayana. Selasa (22/8/2023).

Saat ini kata Denny, orang yang bertanggung jawab dalam melumpuhkan KPK adalah Presiden Jokowi dan para kroninya.

Sehingga menurutnya, hukuman untuk mereka itu adalah hukuman mati.

Presiden Jokowi memberikan tanggapan soal pernyataan Puan Maharani Ketua DPP PDIP  yang menyebut Gibran Rakabuming Raka berpeluang maju menjadi cawapres Ganjar Pranowo.
Denny Indrayana menilai pembubaran KPK adalah salah pikir dan sesat logika. Semestinya, kata dia, Jokowi Cs yang melemahkan KPK dihukum mati

Baca juga: Dianggap Tak Efektif, Megawati Ngaku Pernah Sarankan Jokowi Bubarkan KPK

"Presiden Jokowi, dan semua kekuatan korup, termasuk oligarki dan kroninya, harus bertanggung jawab karena bersama-sama telah melakukan 'pembunuhan berencana pada KPK'. Hukumannya seharusnya: Mati," kata Denny.

Sebelumnya Ketua Dewan Pengarah Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) Megawati Soekarnoputri mengaku pernah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Saya sampai kadang-kadang bilang sama Pak Jokowi, 'sudah deh bubarkan saja KPK itu Pak, menurut saya enggak efektif'," kata Megawati, Senin (21/8/2023).

Megawati mengatakan itu karena mengaku gemas dengan penegakan hukum di Indonesia yang menurutnya tidak berjalan dengan baik.

Ketua umum PDI Perjuangan (PDI-P) ini meyakini bahwa praktik korupsi masih terus terjadi di Indonesia meskipun ada KPK.

"Lihat noh rakyat yang masih miskin, ngapain kamu korupsi akhirnya masuk penjara juga, bohong kalau enggak kelihatan, persoalannya penegak hukumnya mau tidak menjalankan hukum di Indonesia ini yang sudah susah payah saya buat," kata Megawati.

Baca juga: Megawati Pernah Sarankan Jokowi Bubarkan KPK karena Korupsi di Indonesia Masih Sering Terjadi

Menurut Megawati, hal itu semakin miris karena pemerintah tetap memungut pajak dari warga dengan dalih kewajiban untuk negara.

"Untuk apa dia mejeng-mejeng doang, coba bayangkan, rakyat kan kasihan disuruh bayar pajak itu, kalau dengerin kan merintih saya. Sudah begitu katanya orang pajak, 'ya ini kan harus dibayar untuk negara'. Gile gue bilang, padahal sudah gitu ditilep," ujarnya.

Megawati pun tak masalah jika pernyataan itu dianggap terlalu blak-blakan oleh sejumlah pihak.

Menurutnya, KPK adalah lembaga yang berdiri di masa pemerintahannya sebagai Presiden kelima Republik Indonesia (RI).

"'Ibu nih kalau ngomong ces pleng', lho saya yang membuatnya (KPK) kok," kata Megawati.

Hidup Mewah Keluarga Rafael Alun

Dalam kesempatan yang sama, Megawati sempat menyinggung sosok Mario Dandy, putra dari Rafael Alun, mantan pegawai Direktorat Jenderal Pajak Rafael Alun Trisambodo yang terjerat kasus korupsi dan TPPU.

Megawati pun membandingkan gaya hidup Rafael dengan dirinya yang merupakan anak Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno tetapi hanya punya satu mobil keluarga.

"Saya sebagai anak presiden dulu begitu bapak saya mengajarkan kerakyatan bagi kami, mobil kita cuma satu. Wah sekarang anaknya (Rafael) gile loh," kata Megawati di The Tribata, Jakarta, Senin (21/8/2023).

Megawati bercerita, ketika ia kecil dahulu, Bung Karno kerap berceramah di meja makan soal hidup sederhana sebelum makan bersama keluarga.

Ketua umum PDI Perjuangan itu menuturkan, Bung Karno berpesan kepada anak-anaknya untuk hidup secukupunya karena masih banyak masyarakat Indonesia yang tergolong miskin.

Denny Indrayana unjuk rasa di Australia tolak cawe-cawe Presiden Jokowi
Denny Indrayana unjuk rasa di Australia tolak cawe-cawe Presiden Jokowi. Denny Indrayana menilai pembubaran KPK adalah salah pikir dan sesat logika. Semestinya Jokowi Cs yang melemahkan KPK dihukum mati  (Denny Indrayana)

Baca juga: Diback-up Mahfud MD, KPK Ajukan Kasasi atas Vonis Bebas Hakim Agung Gazalba Saleh: Tegakkan Hukum!

"Bapak saya ngomong 'kalau kamu ngambil makanan ambil seperlunya, kalau nanti masih mau lagi baru nambah. Jangan kamu ambil tapi tidak dihabiskan, rakyat kita masih banyak yang miskin kamu tahu enggak?'," ujar Megawati.

Presiden kelima Republik Indonesia ini lantas menilai bahwa kasus Rafael merupakan cermin berkembangnya watak individualistik di kalangan masyarakat dewasa ini.

"Mobil saya bersaudara kalau ke sekolah cum satu, bayangkan pada waktu itu, ini setelah merdeka kalian itu mulai mempunyai watak individualistik. individualisme, watak keakuan," kata dia.

Rafael Alun Trisambodo adalah mantan pejabat Ditjen Pajak yang gaya hidup mewahnya menjadi sorotan setelah viralnya kasus penganiayaan yang melibatkan anaknya, Mario Dandy.

Belakangan, Rafael juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

KPK telah melimpahkan Rafael ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta untuk segera disidang.

Dalam proses persidangan, KPK akan mendakwa Rafael menerima gratifikasi mencapai Rp 16,6 miliar dan TPPU senilai puluhan miliar rupiah,

Amien Rais Desak KPK Selidiki Korupsi Anak Presiden

Sementara itu, pendiri Partai Ummat Amien Rais dan mantan Menteri Koordinator bidang Perekonomian Rizal Ramli beserta rombongan mendatangi gedung Merah Putih KPK, Setiabudi, Jakarta Selatan pada Senin (21/8/2023).

Kedatangan Amien dan Rizal diiringi rombongan mahasiswa, kelompok masyarakat, hingga emak-emak.

Selain itu, tampak pula pengamat politik sekaligus dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun.

Mereka tiba sekitar pukul 13.25 WIB, Senin (21/8/2023).

Pada pokoknya, Amien dan Rizal mengingatkan agar KPK betul-betul memberantas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

Baca juga: Diperiksa KPK terkait Kasus Dugaan Suap di Mahkamah Agung, Windy Idol: Jangan Zalim sama Saya

Sementara itu, Ubedillah Badrun mengatakan, kedatangannya juga bermaksud untuk menagih laporan dugaan KKN hingga tindak pidana pencucian uang (TPPU) terkait dua anak Presiden Joko Widodo yakni Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep.

"Hari ini kita menagih janji dan menambah beberapa informasi yang harus ketemu langsung dengan pimpinan KPK, tdak bisa diwakilkan yang lain," kata Ubedillah.

Ubedillah mengatakan, KPK semestinya bisa menindaklanjuti laporannya karena kasus itu melibatkan pejabat.

Selain itu, ia juga mengaku telah memberikan barang bukti yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum.

"Seharusnya sudah bisa melanjutkan laporan itu," tutur Ubedillah.

Diberitakan sebelumnya, KPK telah menyatakan, indikasi dugaan tindak pidana korupsi dua putra Presiden Joko Widodo yang dilaporkan Ubedillah pada 10 Januari 2022, masih sumir.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, hingga saat ini Ubed belum memiliki informasi uraian fakta dugaan tindak pidana korupsi tersebut.

“Sejauh ini indikasi tindak pidana korupsi yang dilaporkan masih sumir tidak jelas,” kata Ghufron dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (19/8/2022).

Ghufron menambahkan, Ubed sebagai pelapor juga belum mengajukan data pendukung dugaan penyalahgunaan wewenang oleh penyelenggara negara dalam dugaan korupsi yang dilaporkan.

Menurut Ghufron, para pihak yang dilaporkan, belum menjadi penyelenggara negara saat peristiwa tersebut.

Sehingga, hubungan mereka merupakan keperluan bisnis.

Baca juga: KPK Dianggap Mandul, Megawati Soekarnoputri Minta Jokowi Bubarkan: Saya yang Buat kok

“Jadi mohon maaf yang dilaporkan atas perbuatan yang perbuatan itu dilakukan pada saat itu oleh orang-orang yang bukan penyelenggara negara,” kata Ghufron.

Ghufron mengatakan, pihaknya juga telah melakukan verifikasi atas laporan yang diajukan Ubed pada 26 Januari 2022. KPK juga telah meminta Ubed memberikan data pendukung yang bisa membuat laporan tersebut ditindaklanjuti.

“Saya kira itu sehingga sampai saat ini pengaduannya masih diarsipkan karena memang tidak ada daya dukung lebih lanjut,” tutur Ghufron.

Adapun laporan Ubed yang dimaksud terkait perusahaan PT SM yang ditetapkan sebagai tersangka pembakaran hutan pada 2015.

Namun, saat proses hukum berjalan, Mahkamah Agung menyatakan PT SM hanya harus membayar Rp 78 miliar.

Peristiwa itu disebut terjadi pada Februari 2019, setelah kedua anak Jokowi membuat perusahaan bersama petinggi PT SM.

Ubedillah lantas menduga bahwa dugaan KKN dan TPPU yang melibatkan Kaesang, Gibran, dan petinggi PT SM itu sudah jelas.

Baca Berita Warta Kota lainnya di Google News

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved