Liputan Khusus Warta Kota

Utang Pinjol Warga Jakarta Capai Rp 10,3 Triliun, Sosiolog UI: Masyarakat Sudah 'Lekat' dengan Utang

OJK catat akumulasi utang warga Jakarta di pinjol per April 2023 mencapai Rp 10,3 triliun. Sosiolog UI nilai masyarakat Indonesia lekat dengan utang.

Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Mochamad Dipa Anggara
https://sosiologi.fisip.ui.ac.id/ida-ruwaida/
Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Dr. Ida Ruwaida, M.Si. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Praktik rentenir melalui media digital dalam bentuk pinjaman online hingga kini terus menjerat masyarakat. 

Rendahnya literasi keuangan digital membuat sejumlah orang terjerat utang dalam jumlah yang berlipat-lipat dari nilai pinjaman awal. 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat akumulasi utang warga Jakarta di pinjaman online (pinjol) per April 2023 mencapai Rp 10,3 triliun. 

Angka pinjaman itu lebih besar dari APBD Yogyakarta dan hampir setengah APBD Jawa Tengah. 

Masyarakat Indonesia sudah melekat dengan utang

Melihat akumulasi nilai utang masyarakat di pinjaman online begitu besar, Sosiolog Universitas Indonesia (UI) Dr. Ida Ruwaida, M.Si, berpendapat bahwa pada prinsipnya, masyarakat Indonesia sudah melekat dengan praktek pinjam uang atau berhutang.

Ida menyebut, sebelum adanya lembaga pinjaman online (pinjol), sebenarnya masyarakat Indonesia sudah melakukan praktek pinjam uang melalui Bank Keliling. 

"Kalau di desa desa ada yang disebut sebagai Bank Keliling (yang memberi pinjaman dengan bentuk pengembalian harian/mingguan); ada juga praktek tengkulak (biasanya untuk pinjaman modal usaha, yang bunganya kadang memberatkan), dan sebagainya," ujar Ida kepada Wartakotalive.com, beberapa waktu lalu.

Selain Bank Keliling, masyarakat Indonesia juga sudah mengenal praktek pinjam uang melalui lembaga pinjaman resmi yakni Koperasi maupun Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dengan agunan.

Kemudian juga ada praktek pinjam uang secara sosial melalui pinjam ke kelompok arisan, pengajian, atau lainnya. 

Hal itu dilakukan biasanya karena ada dana kas yang bisa dimanfaatkan anggota dan umumnya tanpa agunan, namun tetap dikenal uang jasa meski tidak besar.

"Jadi sejak dulu ada praktek pinjaman 'informal' berbasis kekerabatan, kelompok, dan lainnya,  dengan modalitas utama adanya kepercayaan karena sudah dikenal. Praktek kredit barang, properti, dan lainnya juga merupakan bagian dari kegiatan pinjam meminjam (hutang berhutang)," kata Ida.

Kemudian memasuki era digital saat ini, masyarakat dengan terbuka dan mudah mengakses pinjol. 

Sifat pinjol yang  tidak mengenal wilayah administratif,  tidak mengenal status dan relasi sosial,  tidak perlu jaminan dalam bentuk agunan dan lainnya, bahkan tidak diperlukan survei kelayakan sebagai penerima pinjaman membuat pinjol menarik minat masyarakat. 

"Apalagi gencar dipromosikan dengan iming-iming kemudahan mendapat pinjaman, tanpa syarat (hanya KTP), dan kemudian 'bunga' rendah," ujar Ida.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved