Ramadan

40 Amalan Dikerjakan Dalam 24 Jam di Bulan Ramadan Berdasarkan Kebiasaan Rasulullah

Inilah 40 amalan di bulan Ramadan yang bisa dikerjakan seharian atau 24 jam yang diperintahkan Allah SWT

|
Istimewa
Ilustrasi - Panduan amalan selama 24 jam di bulan Ramadan 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Inilah 40 amalan di bulan Ramadan yang bisa dikerjakan seharian atau 24 jam. 

Dikutip Wartakotalive.com dari buku 24 jam di bulan Ramadan yang ditulis Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, S.T., M.Sc. 

Ustadz Abduh Tuasikal merupakan Pemimpin Pesantren Darush Shalihin di Dusun Warak, Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Gunung Kidul.

Buku 24 jam Ramadan merupakan kebiasaan yang dilakukan Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam yang diperintahkan langsung oleh Allah Subhanahu Wa Taala.

Berikut 40 amalan selama 24 jam di bulan Ramadan : 

Amalan Saat Sahur 

1. Bangun tidur untuk makan sahur dengan segera berdzikir, berwudhu, dan shalat.

Dengan melakukan seperti ini akan lepas tiga ikatan setan ketika tidur.

Dari Abu Hurairah h, Nabi g bersabda, “Setan membuat tiga ikatan di tengkuk (leher bagian belakang) salah seorang dari kalian ketika tidur. Di setiap ikatan setan akan mengatakan, “Malam masih panjang, tidurlah!”

Jika ia bangun lalu berdzikir kepada Allah, lepaslah satu ikatan. Kemudian jika dia berwudhu, lepaslah lagi satu ikatan. Kemudian jika dia mengerjakan shalat, lepaslah ikatan terakhir. Di pagi hari dia akan bersemangat dan bergembira. Jika tidak melakukan seperti ini, dia tidak ceria dan menjadi malas.” (HR. Bukhari, no. 1142 dan Muslim, no. 776).

Baca juga: Masih Keleleran Jelang Buka Puasa? Mampir Aja ke Masjid Fatahillah Balaikota DKI-Ada Takjil Gratisan

2. Melakukan shalat tahajud walaupun hanya dua atau empat rakaat.

Lalu menutup dengan shalat witir jika belum melakukan shalat witir ketika shalat tarawih.

Jika sudah menutup witir pada shalat tarawih, maka tidak mengulangi witir karena tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.

Masih boleh menambah shalat malam setelah tarawih karena jumlah rakaat shalat malam tidak ada batasannya.

Adapun dalil yang menunjukkan bahwa shalat malam tidak dibatasi jumlah rakaatnya yaitu ketika Nabi g ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab, َ

“Shalat malam itu dua rakaat salam, dua rakaat salam. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu Shubuh, maka kerjakanlah satu rakaat. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.” (HR. Bukhari, no. 990 dan Muslim, no. 749; dari Ibnu ‘Umar).

Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi g akan menjelaskannya.

3. Yang penting tidak ada dua witir dalam satu malam.

Dari Thalq bin ‘Ali h, ia mendengar Rasulullah g bersabda, “Tidak boleh ada dua witir dalam satu malam.” (HR. Tirmidzi, no. 470; Abu Daud, no. 1439; An-Nasa’i, no. 1679. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Setelah shalat, berdoa sesuai dengan hajat yang diinginkan karena sepertiga malam terakhir (waktu sahur) adalah waktu terkabulnya doa.

Dari Abu Hurairah h, Nabi g bersabda, “Rabb kita tabaraka wa ta’ala turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir.

Lantas Allah berfirman, “Siapa saja yang berdoa kepada-Ku, maka akan Aku kabulkan. Siapa yang meminta kepada-Ku, maka akan Aku beri. Siapa yang meminta ampunan kepada-Ku, maka akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari, no. 1145 dan Muslim, no. 758). Ibnu Hajar juga menjelaskan hadits di atas dengan berkata, “Doa dan istighfar di waktu sahur mudah dikabulkan.” (Fath Al-Bari, 3:32).

Baca juga: Niat Salat Tarawih Baik Sendiri atau Berjamaah Dilengkapi dengan Witir

4. Melakukan persiapan untuk makan sahur lalu menyantapnya.

Ingatlah bahwa dalam makan sahur terdapat keberkahan. Dari Anas bin Malik h, ia berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Makan sahurlah kalian karena dalam makan sahur terdapat keberkahan.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1923 dan Muslim, no. 1095).

5. Sambil menunggu azan Shubuh, memperbanyak istighfar dan menyempatkan membaca Al-Quran.
Allah SWT berfirman, “Dan orang-orang yang meminta ampun di waktu sahur.” (QS. Ali Imran: 17).

Aktivitas baca Al-Quran dapat dilihat dari aktivitas makan sahur di masa Nabi Muhammad SAW berikut ini. Dari Anas bin Malik h bahwasanya Nabi  dan Zaid bin Tsabit h pernah makan sahur.

Ketika keduanya selesai dari makan sahur, Nabi g berdiri untuk shalat, lalu beliau mengerjakan shalat. Kami bertanya pada Anas tentang berapa lama antara selesainya makan sahur mereka berdua dan waktu melaksanakan shalat Shubuh. Anas menjawab, “Yaitu sekitar seseorang membaca 50 ayat (Al-Quran).” (HR. Bukhari, no.1134 dan Muslim, no. 1097).

6. Waktu makan sahur berakhir ketika azan subuh berkumandang (masuknya fajar Shubuh).

Dalilnya disebutkan bahwa aktivitas makan dan minum berhenti ketika terbit fajar Shubuh (ditandai dengan azan Shubuh yang tepat waktu) sebagaimana dalam ayat, “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).

“Sungguh Bilal mengumandangkan azan di malam hari. Tetaplah kalian makan dan minum sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan azan.” (HR. Bukhari, no. 622 dan Muslim, no. 1092).

7. Bagi yang berada dalam keadaan junub, maka segera mandi wajib.

Masih dibolehkan masuk waktu Shubuh dalam keadaan junub dan tetap berpuasa. Termasuk juga masih boleh masuk waktu Shubuh dalam keadaan belum mandi suci dari haidh.

Dalam Al-Majmu’, Imam Nawawi r menyebutkan, “Kami katakan bahwa jika fajar terbit sedangkan makanan masih ada di mulut, maka hendaklah dimuntahkan dan ia boleh teruskan puasanya. Jika ia tetap menelannya padahal ia yakin telah masuk fajar, maka batallah puasanya.

Permasalah ini sama sekali tidak ada perselisihan pendapat di antara para ulama. Dalil dalam masalah ini adalah hadits Ibnu ‘Umar dan Aisyah bahwasanya Rasulullah g bersabda, ًََََُُّّْ

“Rasulullah g pernah menjumpai waktu fajar di bulan Ramadhan dalam keadaan junub bukan karena mimpi basah, kemudian beliau g mandi dan tetap berpuasa.” (HR. Muslim, no. 1109).

Hadits di atas diperkuat lagi dengan ayat, “Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam.” (QS. Al-Baqarah: 187).

Imam Nawawi berkata,“Yang dimaksud dengan mubasyaroh (basyiruhunna) dalam ayat di atas adalah jima' atau hubungan intim. Dalam lanjutan ayat disebutkan ‘ikutilah apa yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kalian’. Jika jima' itu dibolehkan hingga terbit fajar (waktu Shubuh), maka tentu diduga ketika masuk Shubuh masih dalam keadaan junub.

Puasa ketika itu pun sah karena Allah perintahkan ‘sempurnakanlah puasa itu sampai datang malam’. Itulah dalil Al-Quran dan juga didukung dengan perbuatan Rasulullah g yang menunjukkan bolehnya masuk Shubuh dalam keadaan junub.” (Syarh Shahih Muslim, 7:195).

Catatan: Mandi junub sebelum fajar Shubuh tiba lebih afdal. Walaupun kalau mandi setelah fajar Shubuh terbit dibolehkan dan boleh menjalankan puasa pada hari tersebut. (Lihat bahasan Syaikh Musthafa Al-Bugha dalam Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:348)

Amalan Waktu Subuh 

8. Ketika mendengar azan subuh disunnahkan melakukan lima amalan berikut.

- Mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muazin.
Bershalawat pada Nabi SAW setelah mendengar azan: ALLOHUMMA SHOLLI ‘ALA MUHAMMAD atau membaca shalawat Ibrahimiyyah seperti yang dibaca saat tasyahud.

- Minta kepada Allah untuk Rasulullah g wasilah dan keutamaan sebagaimana yang disebutkan dalam hadits Jabir bin ‘Abdillah: ALLOHUMMAROBBA HADZIHID DA’WATIT TAAMMAH WASH SHOLATIL QOO- IMAH, AATI MUHAMMADANIL WASILATA WAL FADHILAH, WAB’ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDALLADZI WA ‘ADTAH.

lalu membaca: ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH WA ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUH, RODHITU BILLAHI ROBBAA WA BI MUHAMMADIN ROSULAA WA BIL ISLAMI DIINAA, sebagaimana disebutkan dalam hadits Sa’ad bin Abi Waqqash.

- Memanjatkan doa sesuai yang diinginkan. (Lihat Jalaa’ Al-Afham karya Ibnul Qayyim, hlm. 329-331).
Dalil untuk amalan nomor satu sampai dengan tiga disebutkan dalam hadits dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash k, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah g bersabda, “Jika kalian mendengar muazin, maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkan oleh muazin. Kemudian bershalawatlah untukku.

Karena siapa yang bershalawat kepadaku sekali, maka Allah akan bershalawat padanya (memberi ampunan padanya) sebanyak sepuluh kali. Kemudian mintalah wasilah pada Allah untukku. Karena wasilah itu adalah tempat di surga yang hanya diperuntukkan bagi hamba Allah, aku berharap akulah yang mendapatkannya. Siapa yang meminta untukku wasilah seperti itu, dialah yang berhak mendapatkan syafaatku.” (HR. Muslim, no. 384).

Adapun meminta wasilah pada Allah untuk Rasulullah disebutkan dalam hadits dari Jabir bin Abdillah h, Rasulullah bersabda,

“Barang siapa mengucapkan setelah mendengar adzan ‘ALLOHUMMA ROBBA HADZIHID DA’WATIT TAAMMAH WASH SHOLATIL QOO-IMAH, AATI MUHAMMADANIL WASILATA WAL FADHILAH, WAB’ATSHU MAQOOMAM MAHMUUDA ALLADZI WA ‘ADTAH’

Artinya: Ya Allah, Rabb pemilik dakwah yang sempurna ini (dakwah tauhid), shalat yang ditegakkan, berikanlah kepada Muhammad wasilah (kedudukan yang tinggi), dan fadilah (kedudukan lain yang mulia). Dan bangkitkanlah beliau sehingga bisa menempati maqom (kedudukan) terpuji yang telah Engkau janjikan padanya], maka dia akan mendapatkan syafaatku kelak.” (HR.Bukhari, no. 614 ).

Ada juga amalan sesudah mendengarkan azan jika diamalkan akan mendapatkan ampunan dari dosa. Dari Sa’ad bin Abi Waqqash h, dari Rasulullah bersabda,

“Siapa yang mengucapkan setelah mendengar azan: ‘ASYHADU ALLA ILAHA ILLALLAH WAHDAHU LAA SYARIKA LAH WA ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASULUH, RADHITU BILLAHI ROBBAA WA BI MUHAMMADIN ROSULAA WA BIL ISLAMI DIINAA’

Artinya: aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, aku ridha sebagai Rabbku, Muhammad sebagai Rasul dan Islam sebagai agamaku), maka dosanya akan diampuni.” (HR. Muslim, no. 386).

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr k bahwa seseorang pernah berkata, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya muazin selalu mengungguli kami dalam pahala amalan. Rasulullah g bersabda, ُ ْ َ َ َ ُ ُ َ َ َ ْ ةَ َ ْ َ َ

“Ucapkanlah sebagaimana disebutkan oleh muazin. Lalu jika sudah selesai kumandang azan, berdoalah, maka akan diijabahi (dikabulkan).” (HR. Abu Daud, no. 524 dan Ahmad, 2:172. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan). Artinya, doa sesudah azan termasuk di antara doa yang diijabahi.

Setelah menyebutkan lima amalan di atas, Ibnul Qayyim r berkata, “Inilah lima amalan yang bisa diamalkan sehari semalam. Ingatlah yang bisa terus menjaganya hanyalah as

saabiquun, yaitu yang semangat dalam kebaikan.” (Jalaa’ Al- Afham, hlm. 333).

9. Melaksanakan shalat sunnah Fajar (qabliyah Shubuh) sebanyak dua rakaat.

Nabi g benar-benar perhatian pada shalat sunnah Fajar. Dari Aisyah, ia menyatakan, “Tidak ada shalat yang Nabi g sangat perhatian padanya selain dua rakaat qabliyah Shubuh.” (HR. Bukhari, 1169 dan Muslim, no. 724).

Keutamaan shalat ini adalah lebih baik dari dunia seisinya. Dari Aisyah, ia menyatakan, “Dua rakaat shalat sunnah Fajar lebih baik daripada dunia dan seisinya.”(HR.Muslim,no.725).Dalam riwayat lain disebutkan, “Dua rakaat shalat sunnah Fajar lebih aku sukai daripada dunia semuanya.”

Nabi g biasa membaca surah Al-Kafirun dan Al-Ikhlas sebagaimana dijelaskan dalam hadits di bawah ini.

Dari Ibnu Umar, berkata, “Aku telah memperhatikan Nabi g selama sebulan. Beliau biasa membaca pada dua rakaat qabliyah Shubuh dengan surah 'Qul yaa ayyuhal kaafirun' (surah Al-Kafirun) dan surah 'Qul huwallahu ahad' (surah Al-Ikhlas). (HR. Tirmidzi, ia mengatakan bahwa hadits ini hasan) (HR. Tirmidzi, no. 417 dan Ibnu Majah, no. 1149. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

10. Salat sunnah Fajar dijaga sebagaimana shalat sunnah rawatib lainnya.

Shalat rawatib dalam sehari ada dua belas rakaat yang dijamin akan mendapatkan rumah di surga: (a) dua rakaat qabliyah Shubuh, (b) empat rakaat qabliyah Zhuhur, (c) dua rakaat badiyah Zhuhur, (d) dua rakaat badiyah Maghrib, dan (e) dua rakaat badiyah Isya.

Dari Ummu Habibah, Rasulullah bersabda, “Barang siapa mengerjakan shalat sunnah (rawatib) dalam sehari- semalam sebanyak 12 rakaat, maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di surga.” (HR. Muslim, no. 728).

Dari Aisyah, Nabi bersabda “Barang siapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan baginya sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

“Aku menghafal dari Nabi g sepuluh rakaat (sunnah rawatib), yaitu dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Bukhari, no. 1180).

Melaksanakan shalat Subuh berjamaah di masjid bagi laki-laki dan berusaha mendapatkan takbir pertama bersama imam di masjid. Sedangkan shalat terbaik bagi wanita adalah di rumah, bahkan di dalam kamarnya.

Dari Anas h bahwa Rasulullah g pada suatu malam mengakhirkan shalat Isya sampai tengah malam.

Kemudian beliau menghadap kami setelah shalat, lalu bersabda, Dari Ibnu Umar k, beliau mengatakan, “Shalat jamaah lebih baik 27 derajat dibanding shalat sendirian.” (HR. Bukhari, no. 645 dan Muslim, no. 650).

Bahkan selama empat puluh hari tidak pernah bolong shalat berjamaah dan mendapati takbiratul ihram bersama imam, maka akan mendapatkan dua keutamaan: (1) selamat dari siksa neraka, dan (2) selamat dari kemunafikan.

Dari Anas bin Malik h, Rasulullah SAW bersabda,“Siapa yang melaksanakan shalat karena Allah selama empat puluh hari secara berjamaah, ia tidak luput dari takbiratul ihram bersama imam, maka ia akan dicatat terbebas dari dua hal yaitu terbebas dari siksa neraka dan terbebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi, no. 241. Syaikh Al-Albani menyatakan bahwa hadits ini hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 2652).

Wajibnya shalat berjamaah bagi pria, cukup diterangkan dalam hadits berikut ini. Dari Abu Hurairah, “Nabi kedatangan seorang lelaki yang buta. Ia berkata,‘Wahai Rasulullah,aku tidak memiliki seorang penuntun yang menuntunku ke masjid.’ Maka ia meminta kepada Rasulullah g untuk memberinya keringanan sehingga dapat shalat di rumahnya. Lalu Rasulullah g memberinya keringanan tersebut.

Namun, ketika orang itu berbalik, beliau memanggilnya, lalu berkata kepadanya, ‘Apakah engkau mendengar panggilan shalat?’ Ia menjawab, ‘Ya.’ Beliau bersabda, ‘Maka penuhilah panggilan azan tersebut.’ (HR. Muslim, no. 503).

Ibnul Mundzir r berkata, “Jika seorang buta tidaklah diberi keringanan, ia tetap disuruh shalat berjamaah oleh Rasul g, bagaimanakah dengan yang diberi karunia penglihatan?”

“Adapun shalat jamaah, aku tidaklah memberi keringanan bagi seorang pun untuk meninggalkannya kecuali bila ada udzur.” (Lihat Ash-Shalah wa Hukmu Tarikiha, hlm. 107).

Adapun wanita tidak wajib berjamaah di masjid, bahkan lebih afdal shalat di rumah dan pahalanya bisa mengalahkan shalat di masjid, walau shalat di rumahnya hanya sendirian.

“Sebaik-baik masjid bagi para wanita adalah di bagian dalam rumah mereka.” (HR. Ahmad, 6: 297. Syaikh Syu’aib Al-

Istri dari Abu Humaid As-Sa’idi, yaitu Ummu Humaid pernah mendatangi Nabi, lalu berkata,“Wahai Rasulullah,saya sangat ingin sekali shalat berjamaah bersamamu.”

Beliau g lantas menjawab,“Aku telah mengetahui hal itu bahwa engkau sangat ingin shalat berjamaah bersamaku. Namun, shalatmu di dalam kamar khusus untukmu (bait) lebih utama dari shalat di ruang tengah rumahmu (hujrah).

Shalatmu di ruang tengah rumahmu lebih utama dari shalatmu di ruang terdepan rumahmu. Shalatmu di ruang luar rumahmu lebih utama dari shalat di masjid kaummu. Shalat di masjid kaummu lebih utama dari shalat di masjidku ini (Masjid Nabawi).” Ummu Humaid lantas meminta dibangunkan tempat shalat di pojok kamar khusus miliknya, beliau melakukan shalat di situ hingga berjumpa dengan Allah (meninggal dunia). (HR. Ahmad, 6: 371. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Setelah melaksanakan shalat sunnah Fajar, menyibukkan diri dengan berdoa dan membaca Al-Quran.

13. Setelah shalat Subuh berdiam di masjid untuk berdzikir seperti membaca dzikir pagi-petang, membaca Al-Quran dengan tujuan mengkhatamkannya dalam sebulan, atau mendengarkan majelis ilmu hingga matahari meninggi (kira-kira 15 menit setelah matahari terbit). Ketika matahari meninggi tadi, lalu melaksanakan shalat isyraq sebanyak dua rakaat yang dijanjikan pahalanya haji dan umrah yang sempurna.

Mengenai manfaatnya membaca dzikir pagi bisa dilihat dari hadits berikut ini. ُ َ َ َ َ َ َّ َ ْ

Dari ‘Utsman bin ‘Affan h, ia berkata, Rasulullah g bersabda, “Tidaklah seorang hamba mengucapkan setiap pagi dari setiap harinya dan setiap petang dari setiap malamnya kalimat: BISMILLAHILLADZI LAA YADHURRU MA’ASMIHI SYAI-UN FIL ARDHI WA LAA FIS SAMAA’ WA HUWAS SAMII’UL ‘ALIIM (dengan nama Allah Yang dengan nama- Nya tidak ada sesuatu pun yang membahayakan di bumi dan tidak juga di langit, dan Dialah Yang Maha Mendegar lagi Maha Mengetahui) sebanyak tiga kali, maka tidak aka nada apa pun yang membahayakannya.” (HR. Abu Daud, no. 5088; Tirmidzi, no. 3388; Ibnu Majah, no. 3388. Al-Hafizh Abu

Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Dalam akhir hadits di atas disebutkan bahwa Aban bin ‘Utsman menderita lumpuh sebagian. Lantas ada seseorang yang mendengar hadits dari Aban lalu memperhatikan dirinya.

Aban berkata, “Demi Allah, kenapa engkau terus memperhatikan aku seperti itu? Aku tidaklah mendustakan hadits dari ‘Utsman, ‘Utsman pun tidak mungkin berdusta atas nama Nabi g. Akan tetapi hari ini terjadi apa yang sudah terjadi. Aku sedang marah, lantas aku lupa membaca dzikir di atas.” (HR. Abu Daud, no. 5088; Tirmidzi, no. 3388).

Sedangkan dalil yang menunjukkan keutamaan shalat isyraq adalah hadits berikut ini.

Dari Anas bin Malik, Rasulullah bersabda, “Barang siapa yang melaksanakan shalat shubuh secara berjamaah lalu ia duduk sambil berdzikir pada Allah hingga matahari terbit, kemudian ia melaksanakan shalat dua rakaat, maka ia seperti memperoleh pahala haji dan umrah.” Beliau pun bersabda, “Pahala yang sempurna, sempurna dan sempurna.” (HR. Tirmidzi, no. 586. Syaikh Muhammad Bazmul menyatakan bahwa hadits ini hasan lighairihi, hasan dilihat dari jalur lain).

Aktivitas Waktu Pagi

14. Sejak terbit fajar Shubuh (fajar shadiq) tadi menjalankan rukun dan tidak melakukan pembatal-pembatal puasa.

Rukun puasa ada dua:

a. Berniat puasa, di mana niat puasa Ramadhan tersebut harus ada di malam hari sebelum terbit fajar, niat tersebut harus dikhususkan untuk puasa Ramadhan, dan niat harus diulang tiap malamnya.

b. Menahan diri dari berbagai pembatal, mulai dari terbit fajar Shubuh hingga tenggelamnya matahari.

Pembatal puasa ada enam:

-Makan dan minum atau memasukkan sesuatu yang berpengaruh pada lambung dan sifatnya mengenyangkan.
-Muntah dengan sengaja.
-Hubungan intim dengan sengaja.
-Mengeluarkan mani dengan sengaja (al-istimnaa’).
-Datang bulan (haidh) dan nifas.
-Gila dan murtad. (Lihat Al-Fiqh Al-Manhaji, 1:340-345).

15. Saat puasa, meninggalkan hal-hal yang diharamkan yaitu berdusta, ghibah (membicarakan jelek orang lain), namimah (adu domba), memandang wanita yang tidak halal, dan mendengarkan musik.

Dari Abu Hurairah h, Rasulullah g bersabda, “Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari, no. 1903).

Dari Abu Hurairah , Rasulullah bersabda, “Puasa bukanlah hanya menahan makan dan minum saja. Akan tetapi, puasa adalah dengan menahan diri dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor.” (HR. Ibnu Khuzaimah, 3:242. Al-A’zhomi mengatakan bahwa sanad hadits tersebut shahih).

16. Melakukan shalat sunnah Dhuha minimal dua rakaat, maksimalnya tidak dibatasi.

Waktu shalat Dhuha dimulai dari setelah matahari meninggi (15 menit setelah matahari terbit) hingga mendekati waktu zawal (15 menit sebelum Zhuhur).

17.  Tetap beraktivitas dan bekerja seperti biasa.

Sebaik-baik pekerjaan adalah pekerjaan dengan tangan sendiri.  Dari Rafi bin Khadijah, ada yang pernah bertanya pada Nabi : “Wahai Rasulullah, mata pencaharian (kasb) apakah yang paling baik?”

Beliau bersabda, “Pekerjaan seorang laki-laki dengan tangannya sendiri dan setiap jual beli yang mabrur (diberkahi).” (HR. Ahmad, 4:141. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth mengatakan bahwa hadits ini hasan dilihat dari jalur lainnya).

Dari Al-Miqdad bin Makdikarib h, Rasulullah g bersabda, “Tidaklah seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan yang ia makan dari hasil kerja keras tangannya sendiri. Karena Nabi Daud ‘alaihis salam dahulu bekerja pula dengan hasil kerja keras tangannya.” (HR. Bukhari, no. 2072).

18. Memperbanyak sedekah pada bulan Ramadhan karena keutamaannya sangat luar biasa dibanding dengan sedekah pada bulan lainnya.
 ِِِِ
“Nabi SAW adalah orang yang paling gemar bersedekah. Semangat beliau dalam bersedekah lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau. Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Quran kala itu. Dan Rasul g adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari, no. 3554 dan Muslim, no. 2307).

19. Memperbanyak membaca Alquran dengan memanfaatkan waktu senggang seperti saat berada dalam antrian panjang dan istirahat kerja.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr k, ia berkata bahwa Rasulullah g bersabda, “Bacalah (khatamkanlah) Al-Quran dalam sebulan.” ‘Abdullah bin ‘Amr lalu berkata, “Aku mampu menambah lebih dari itu.”

Beliau pun bersabda, “Bacalah (khatamkanlah) Al-Quran dalam tujuh hari, jangan lebih daripada itu.” (HR. Bukhari No. 5054).

Bukhari membawakan judul Bab untuk hadits ini, “Bab Berapa Banyak Membaca Al-Quran?”. Lalu beliau membawakan firman Allah, “Maka bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran.” (QS. Al-Muzammil: 20).

Ibnu Hajar juga menukil perkataan Imam Nawawi, “Imam Nawawi berkata,‘Kebanyakan ulama berpendapat bahwa tidak ada batasan hari dalam mengkhatamkan Al-Quran, semuanya tergantung pada semangat dan kekuatan. Dan ini berbeda- beda satu orang dan lainnya dilihat dari kondisi dan person.’” (Fath Al-Bari, 9: 95).

Bahkan masih boleh baca setiap hari walau hanya lima ayat. Abu Sa’id Al-Khudriَ h ketika ditanya firman Allah, “Karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al-Quran.” (QS. Al-Muzammil: 20). Jawab beliau, “Iya betul. Bacalah walau hanya lima ayat.” Disebutkan dalam Tafsir Al-Quran Al-‘Azhim, 7: 414.

Namun, jangan sampai melupakan mentadabburi Al-Quran, merenungkan ayat demi ayat.

Imam Nawawi r berkata,“Waktu mengkhatamkan tergantung pada kondisi tiap person. Jika ada yang paham dan punya pemikiran mendalam, maka dianjurkan padanya untuk membatasi pada kadar yang tidak membuat ia luput dari tadabbur dan menyimpulkan makna-makna dari Al-Quran.

Adapun seseorang yang punya kesibukan dengan ilmu atau urusan agama lainnya dan mengurus maslahat kaum muslimin, dianjurkan baginya untuk membaca sesuai kemampuannya dengan tetap melakukan tadabbur (perenungan).

Jika tidak bisa melakukan perenungan seperti itu, maka perbanyaklah membaca sesuai kemampuan tanpa keluar dari aturan dan tanpa tergesa-gesa.Wallahua’lam.” (DinukildariFathAl-Bari,9:97).

20. Menjelang zuhur menyempatkan untuk tidur siang (qailulah) walau sesaat bagi yang mampu untuk melakukannya.

Pengertian qailulah adalah tidur di siang hari. Imam Al-‘Aini mengatakan bahwa yang dimaksud adalah tidur pada tengah siang. Sedangkan Al-Munawi mengatakan bahwa qailulah adalah tidur pada tengah siang ketika zawal (matahari tergelincir ke barat), mendekati waktu zawal atau bisa jadi sesudahnya. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 34:130).

Dalil yang menganjurkan tidur qailulah (tidur siang) adalah hadits dari Anas h, Nabi g bersabda,

“Tidurlah qailulah (tidur siang) karena setan tidaklah mengambil tidur siang.” (HR. Abu Nu’aim dalam Ath-Thibb, 1:12; Akhbar Ashbahan, 1:195, 353; 2:69. Syaikh Al-Albani menyatakan

bahwa sanad hadits ini hasan dalam Silsilah Al-Ahadits Ash- Shahihah, no. 1647).

Dalam ‘Umdah Al-Qari sebagaimana disebutkan dalam Al- Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 34:130, hukum tidur qailulah adalah sunnah.

Menurut penilaian ulama, tidur siang itu tidak wajib. Artinya tidak sampai berdosa kalau ditinggalkan, tinggal siapa yang mampu dan punya kesempatan menunaikannya.

Apa manfaat tidur qailulah?

Imam Asy-Syirbini Al-Khatib menyatakan bahwa tidur qailulah adalah tidur sebelum zawal (matahari tergelincir ke barat).

Ibaratnya itu seperti sahur bagi orang yang berpuasa. (Al-Mawsu’ah Al-Fiqhiyyah, 34:130). Berarti tidur siang ini akan semakin menguatkan aktivitas ibadah.

21. Ketika azan Zhuhur, melakukan lima amalan ketika mendengar azan sebagaimana yang telah disebutkan dalam poin kedelapan.

22. Melakukan shalat rawatib Zhuhur,empat rakaat qabliyah Zhuhur dan dua rakaat badiyah Zhuhur.

Shalat rawatib Zhuhur dapat dikerjakan dengan 3 cara berikut.

Shalat 4 rakaat sebelum dan 4 rakaat sesudahnya.
Shalat 4 rakaat sebelum dan 2 rakaat sesudahnya.
Shalat 2 rakaat sebelum dan 2 rakaat sesudahnya.

Semua cara ini bisa dikerjakan. Di antara dalil yang menunjukkan rincian di atas adalah:

Pertama: Dari Ummu Habibah i, beliau mengatakan bahwa beliau mendengar Rasulullah bersabda, “Barang siapa menjaga shalat empat rakaat sebelum Zhuhur dan empat rakaat sesudahnya, maka Allah mengharamkan neraka baginya.”(HR.Tirmidzi,no.428;IbnuMajah,no.1160.Syaik Al-Albani menyatakan hadits ini shahih).

Kedua:Dari Aisyah, Nabi g bersabda, “Barang siapa merutinkan shalat sunnah dua belas rakaat dalam sehari, maka Allah akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas rakaat tersebut adalah empat rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Ketiga: Dari Ibnu Umar k, beliau mengatakan, “Aku menghafal dari Nabi g sepuluh rakaat (sunnah rawatib), yaitu dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat sesudah Zhuhur, dua rakaat sesudah Maghrib, dua rakaat sesudah ‘Isya, dan dua rakaat sebelum Shubuh.” (HR. Bukhari, no. 1180).

23. Beristirahat bagi yang belum beristirahat sebelum Zhuhur atau menyiapkan makanan berbuka, suami bisa pula membantu dalam hal ini.

Coba lihat bagaimanakah contoh dari suri tauladan kita, Nabi Muhammad g ketika beliau berada di rumah.

Dari Al-Aswad, ia pernah bertanya pada ‘Aisyah, “Apa yang Nabi lakukan ketika berada di tengah keluarganya?”

‘Aisyah menjawab,“Rasulullah g biasa membantu pekerjaan keluarganya di rumah. Jika telah tiba waktu shalat, beliau berdiri dan segera menuju shalat.” (HR. Bukhari, no. 6039).

Aktivitas Waktu Ashar

24. Ketika masuk Ashar,menjawab kumandang azan dan melakukan amalan seperti pada poin kedelapan.

25. Dilarang melakukan shalat sunnah setelah Shalat Ashar karena ketika itu adalah waktu terlarang untuk shalat.

Dari Abu Sa’id Al-Khudri h, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah bersabda, “Tidak ada shalat setelah shalat Shubuh sampai matahari meninggi dan tidak ada shalat setelah shalat ‘Ashar sampai matahari tenggelam.” (HR. Bukhari, no. 586 dan Muslim, no. 827).

Imam Nawawi menyatakan, “Para ulama sepakat untuk shalat yang tidak punya sebab tidak boleh dilakukan di waktu terlarang tersebut. Para ulama sepakat masih boleh mengerjakan shalat wajib yang ada’an (yang masih dikerjakan di waktunya) di waktu tersebut.

Lalu para ulama berselisih pendapat mengenai shalat sunnah yang punya sebab apakah boleh dilakukan di waktu tersebut seperti shalat tahiyatul masjid, sujud tilawah dan sujud syukur, shalat ‘ied, shalat kusuf (gerhana), shalat jenazah, dan mengqadha shalat yang luput. Ulama Syafi’iyah berpendapat bahwa shalat yang punya sebab tadi masih boleh dikerjakan di waktu terlarang.

Di antara dalil ulama Syafi’iyah adalah Nabi g mengqadha shalat sunnah Zhuhur setelah shalat ‘Ashar. Berarti mengqadha shalat sunnah yang luput, shalat yang masih ada waktunya, shalat wajib yang diqadha masih boleh dikerjakan di waktu terlarang, termasuk juga untuk shalat jenazah.” (Syarh Shahih)

Aktivitas Menjelang Buka

26. Mempersiapkan makanan buka puasa untuk orang-orang yang akan berbuka di masjid-masjid terdekat atau bisa menjadi bagian dari panitia pengurusan buka puasa di masjid.

27. Bermajelis ilmu menjelang berbuka demi mengisi waktu luang.
Dari Abu Hurairah h, Nabi g bersabda, “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah membaca Kitabullah dan saling mengajarkan satu dan lainnya melainkan akan turun kepada mereka sakinah (ketenangan), akan dinaungi rahmat, akan dikelilingi para malaikat dan Allah akan menyebut-nyebut mereka di sisi makhluk yang dimuliakan di sisi- Nya.” (HR. Muslim, no. 2699).

28. Sibukkan diri dengan doa ketika menunggu berbuka.
Dari Abu Hurairah h, Nabi Muhammad SAW  bersabda, “Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak: (1) Pemimpin yang adil, (2) Orang yang berpuasa ketika dia berbuka, dan (3) Doa orang yang terzalimi.” (HR. Tirmidzi, no. 2526, 3598; Ibnu Majah, no. 1752. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

29. Memenuhi adab-adab berbuka dan adab-adab makan saat berbuka.

Pertama: Menyegerakan berbuka puasa. Dari Sahl bin Sa’ad h, Rasulullah g bersabda, “Manusia akan senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” (HR. Bukhari, no. 1957 dan Muslim, no. 1098).

Kedua: Berbuka dengan ruthab, tamer, atau seteguk air.

Nabi biasa berbuka puasa sebelum menunaikan shalat Maghrib. Anas bin Malik h—yang menjadi pembantu Nabi SAW berkata, “Rasulullah g biasanya berbuka dengan ruthab (kurma basah) sebelum menunaikan shalat. Jika tidak ada ruthab, maka beliau berbuka dengan tamer (kurma kering). Dan jika tidak ada yang demikian beliau berbuka dengan seteguk air.” (HR.AbuDaud, no. 2356; Tirmidzi, no. 696; Ahmad, 3:164. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Ketiga: Sebelum makan berbuka, ucapkanlah ‘bismillah’ agar bertambah berkah.

Dari ‘Aisyah Rasulullah g bersabda, “Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah (yaitu membaca ‘bismillah’). Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah SWT di awal, hendaklah ia mengucapkan: ‘BISMILLAAHI AWWALAHU WA AAKHIROHU (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya).’” (HR. Abu Daud, no. 3767; Tirmidzi, no. 1858. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

Keempat: Berdoa ketika berbuka “Dzahabazh zhoma-u ...”

Ibnu ‘Umar k berkata, “Rasulullah ketika telah berbuka mengucapkan, ‘DZAHABAZH ZHOMA-U WABTALLATIL ‘URUUQU WA TSABATAL AJRU INSYA ALLAH, artinya: Rasa haus telah hilang dan urat-urat telah basah, dan pahala telah ditetapkan insya Allah)’.” (HR. Abu Daud, no. 2357. Syaikh 59-60)

Al-Albani dalam takhrij terhadap kitab Misykah Al-Mashabih, 1934 mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Kelima: Mendoakan orang yang beri makan berbuka.

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar k, Nabi bersabda “Barang siapa yang memberi kebaikan untukmu, maka balaslah. Jika engkau tidak dapati sesuatu untuk membalas kebaikannya, maka doakanlah ia sampai engkau yakin engkau telah membalas kebaikannya.” (HR. Abu Daud, no. 1672; An-Nasa’i, no. 2568; Ibnu Hibban, 8:199. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

Ketika Nabi diberi minum, beliau pun mengangkat kepalanya ke langit dan mengucapkan, “ALLOHUMMA ATH’IM MAN ATH’AMANII WA ASQI MAN ASQOONII” (artinya: Ya Allah, berilah ganti makanan kepada orang yang memberi makan kepadaku dan berilah minuman kepada orang yang memberi minuman kepadaku).” (HR. Muslim, no. 2055).

Keenam: Ketika berbuka puasa di rumah orang lain. Nabi SAW ketika disuguhkan makanan oleh Sa’ad bin ‘Ubadah, beliau mengucapkan,“AFTHORO‘INDAKUMUSHSHOO-IMUUNAWAAKALA THO’AMAKUMUL ABROOR WA SHOLLAT ‘ALAIKUMUL MALAA-IKAH

Artinya: Orang-orang yang berpuasa berbuka di tempat kalian, orang-orang yang baik menyantap makanan kalian dan malaikat pun mendoakan agar kalian mendapat rahmat).” (HR. Abu Daud, no. 3854; Ibnu Majah, no. 1747; Ahmad, 3:118. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan)

Ketujuh: Ketika menikmati susu saat berbuka
Dari Ibnu ‘Abbas k, Rasulullah g bersabda, “Barang siapa yang Allah beri makan hendaknya ia berdoa: “ALLOHUMMA BAARIK LANAA FIIHI WA ATH’IMNAA KHOIRON MINHU” (Ya Allah, berkahilah kami padanya dan berilah kami makan yang lebih baik darinya). Barang siapa yang Allah beri minum susu maka hendaknya ia berdoa: “Allaahumma baarik lanaa fiihi wa zidnaa minhu” ( Ya Allah, berkahilah kami padanya dan tambahkanlah darinya). Rasulullah g bersabda, “Tidak ada sesuatu yang bisa menggantikan makan dan minum selain susu.” (HR. Tirmidzi, no. 3455; Abu Daud, no. 3730; Ibnu Majah, no. 3322. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).

Kedelapan: Minum dengan tiga nafas dan membaca ‘bismillah’ Dari Abu Hurairah h, ia berkata,
 
“Rasulullah biasa minum dengan tiga nafas. Jika wadah minuman didekati ke mulut beliau, beliau menyebut nama Allah SWT Jika selesai satu nafas, beliau bertahmid (memuji) Allah Beliau lakukan seperti ini tiga kali.” (HR. Ath-Thabrani dalam Al-Mu’jam Al-Awsath. Hadits ini dikatakan shahih oleh Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 1277).

Kesembilan: Berdoa sesudah makan Dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah
bersabda mengucapkan: “ALHAMDULILLAAHILLADZII ATH’AMANII HAADZAA WA ROZAQONIIHI MIN GHOIRI HAULIN MINNII WA LAA QUWWATIN” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi, no. 3458; Abu Daud, no. 4023. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan).

Namun, jika mencukupkan dengan ucapan “ALHAMDULILLAH” setelah makan juga dibolehkan
berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah SWT sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum.” (HR. Muslim, no. 2734).

30. Jika masih mendengar suara azan Maghrib, maka menjawabnya seperti amalan pada poin kedelapan.

31. Menunaikan shalat Maghrib secara berjamaah di masjid bagi laki-laki, kemudian mengerjakan shalat sunnah rawatib badiyah Maghrib dua rakaat.

Dari Ibnu ‘Umar k, ia berkata, “Aku melaksanakan shalat bersama Rasulullah g dua rakaat sebelum Zhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah Jum’at, dua rakaat setelah Maghrib, dan dua rakaat setelah Isya.” (Muttafaqun ‘alaih. HR. Bukhari, no. 1172 dan Muslim, no. 729).

Adakah shalat sunnah qabliyah Maghrib? Dari ‘Abdullah bin Mughaffal Al-Muzani h, bahwa Nabi g bersabda, “Kerjakanlah shalat sunnah sebelum Maghrib dua rakaat.” Kemudian beliau bersabda lagi, “Kerjakanlah shalat sunnah sebelum Maghrib dua rakaat bagi siapa yang mau.” Karena hal ini dikhawatirkan dijadikan sebagai sunnah.” (HR. Abu Daud, no. 1281. Syaikh Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).

32. Membaca dzikir petang karena waktunya adalah dari matahari tenggelam hingga pertengahan malam (menurut pendapat yang paling kuat).

Di antara manfaat dari dzikir petang disebutkan dalam hadits berikut ini.

Dari Abu Hurairah h, ia berkata, “Ada seorang lelaki datang kepada Nabi g, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, semalam aku menemukan seekor kalajengking yang menyengatku.”

Beliau bersabda, “Seandainya engkau mengucapkan ini saat sore hari, ‘AUDZU BI KALIMAATILLAHIT TAAMMAATI MIN SYARRI MAA KHOLAQ’ (Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari kejahatan yang telah Dia ciptakan, pasti kalajengking itu tidak akan membahayakanmu.” (HR. Muslim, no. 2709).

33. Makan hidangan berbuka puasa bersama keluarga dengan bersyukur kepada Allah atas segala nikmat-Nya, memuji makanan, dan tidak mencela makanan.

Dari Jabir bin ‘Abdillah h, ia berkata bahwa Nabi g pernah bertanya kepada keluarganya tentang lauk. Mereka lantas menjawab bahwa tidak ada di sisi mereka selain cuka. Nabi SAW berkata “Sebaik-baik lauk adalah cuka, sebaik-baik lauk adalah cuka.” (HR. Muslim, no. 2052).

34. Mempersiapkan shalat Isya dan Tarawih dengan berwudhu, memakai wewangian (bagi pria), dan berjalan ke masjid.

Dari Anas bin Malik h, Nabi g bersabda, “Sesungguhnya di antara kesenangan dunia kalian yang aku cintai adalah wanita dan wewangian. Dan dijadikan kesenangan hatiku terletak di dalam shalat.” (HR. An-Nasai, no. 3939. Syaikh

Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih sebagaimana disebut dalam Shahih Al-Jami, no. 3124).

35. Menjawab muazin dan melakukan amalan seperti poin kedelapan, melaksanakan shalat Isya berjamaah di masjid, dan melakukan shalat sunnah rawatib badiyah Isya dua rakaat.

36. Melaksanakan shalat tarawih berjamaah dengan sempurna di masjid, dan inilah salah satu keistimewaan Ramadhan.

Dari Abu Hurairah h, Rasulullah g bersabda, “Barang siapa melakukan qiyam Ramadhan karena iman dan mencari pahala, maka dosa-dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Bukhari, no. 37 dan Muslim, no. 759).

Yang dimaksud qiyam Ramadhan adalah shalat tarawih sebagaimana yang dituturkan oleh Imam Nawawi dalam Syarh. Shahih Muslim, 6:39.

Hadits ini menunjukkan bahwa shalat tarawih bisa menggugurkan dosa dengan syarat iman yaitu membenarkan pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala dari Allah, bukan karena riya’ atau alasan lainnya. Lihat Fath Al-Bari, 4:251.

Yang dimaksud “pengampunan dosa” dalam hadits ini adalah bisa mencakup dosa besar dan dosa kecil berdasarkan tekstual hadits, sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul Mundzir. Namun, Imam Nawawi mengatakan bahwa yang dimaksudkan pengampunan dosa di sini adalah khusus untuk dosa kecil.

37. Tidak pergi hingga imam selesai agar dituliskan pahala shalat semalam suntuk.

Dari Abu Dzar, Nabi pernah mengumpulkan keluarga dan para sahabatnya. Lalu beliau bersabda,
“Siapa yang shalat bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya pahala qiyam satu malam penuh.” (HR. An-Nasai, no. 1605; Tirmidzi, no. 806; Ibnu Majah, no. 1327. Syaikh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Ghalil, no. 447 mengatakan bahwa hadits ini shahih).

38. Membaca doa setelah shalat Witir

“SUBHAANAL MALIKIL QUDDUUS” dibaca tiga kali, lalu dilanjutkan dengan “ROBBIL MALAAIKATI WAR RUUH” dibaca sekali; dan “ALLOHUMMA INNI A’UDZU BI RIDHOOKA MIN SAKHOTIK WA BI MU’AFAATIKA MIN ‘UQUBATIK, WA A’UDZU BIKA MINKA LAA UH-SHI TSANAA-AN ‘ALAIK, ANTA KAMAA ATSNAITA ‘ALA NAFSIK” dibaca sekali.

Dari Ubay bin Ka’ab h, ia berkata “Jika Nabi  mengucapkan salam, beliau mengucapkan, ‘SUBHAANAL MALIKIL QUDDUUS’ sebanyak tiga kali; ketika bacaan yang ketiga, beliau memanjangkan suaranya, lalu beliau mengucapkan, ‘ROBBIL MALAA-IKATI WAR RUUH.’” (HR. As-Sunan Al-Kubra Al-Baihaqi, 3:40 dan Sunan Ad-Daruquthni, 4:371. Tambahan “Robbil malaa-ikati war ruuh” adalah tambahan maqbulah yang diterima).

Dari ‘Ali bin Abi h berkata bahwa Rasulullah g mengucapkan pada akhir witir beliau,
ِ
“ALLOOHUMMA INNII A’UUDZU BI RIDHOOKA MIN SAKHOTIK WA BI MU’AAFAATIKA MIN ‘UQUUBATIK, WA A’UUDZU BIKA MINKA LAA UH-SHII TSANAA-AN ‘ALAIK, ANTA KAMAA ATSNAITA ‘ALAA NAFSIK”

(artinya:Ya Allah,aku berlindung dengan keridhaan-Mudari kemarahan-Mu, dengan keselamatan-Mu dari hukuman-Mu, dan aku berlindung kepada-Mu dari siksa-Mu. Aku tidak mampu menghitung pujian dan sanjungan kepada-Mu, Engkau adalah sebagaimana yang Engkau sanjungkan untuk diri-Mu sendiri). (HR. Abu Daud, no. 1427; At-Tirmidzi, no. 3566; An-Nasa’i, no. 1748; dan Ibnu Majah, no. 1179. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih).

39. Melakukan tadarus Alquran.
Dari Ibnu ‘Abbas k, ia berkata, “Nabi SAW adalah orang yang paling gemar memberi. Semangat beliau dalam memberi lebih membara lagi ketika bulan Ramadhan tatkala itu Jibril menemui beliau.

Jibril menemui beliau setiap malamnya di bulan Ramadhan. Jibril mengajarkan Al-Quran kala itu. Dan Rasulullah adalah yang paling semangat dalam melakukan kebaikan bagai angin yang bertiup.” (HR. Bukhari, no. 3554 dan Muslim, no. 2307).

40. Jika tidak ada keperluan mendesak pada malam hari, tidur lebih awal agar bisa bangun pada sepertiga malam terakhir.

Tidak begadang kecuali jika ada kepentingan mendesak. Sebelum tidur memenuhi adab-adabnya seperti berwudhu, membaca doa sebelum tidur (BISMIKA ALLOOHUMMA AMUUTU WA AHYAA), membaca ayat kursi (sekali), dan membaca Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Naas lalu mengusap ke badan yang bisa dijangkau (diulang tiga kali).

Larangan begadang disebutkan dalam hadits Abi Barzah, beliau berkata, “Rasulullah g membenci tidur sebelum shalat ‘Isya dan mengobrol setelahnya.” (HR. Bukhari, no. 568).

 

Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News

 

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved