Pilpres 2024
Sistem Pemilu Proporsional Tertutup Disebut Menguntungkan PDIP dan PKS? Begini Penjelasan Lengkapnya
Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah sebut sistem Pemilu proporsional tertutup hanya menguntungkan PDIP dan PKS.
WARTAKOTALIVE.COM - Sidang uji materi Undang-undang (UU) Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka bergulir, di Mahkamah Konstitusi (MK).
Penyelenggaraan Pemilu dengan proporsional tertutup dinilai hanya menguntungkan dua partai, PDIP dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
"Partai-partai semacam PDIP dan PKS itu akan lebih baik kalau sistem pemilunya memang tertutup karena mereka tidak melihat sosok per sosok"
"Karena mereka lebih banyak kecenderungannya melihat partai politik" ujarnya Direktur Eksekutif IPO, Dedi Kurnia Syah dalam diskusi virtual, Sabtu (11/3/2023).
Baca juga: Sistem Pemilu Proporsional Tertutup dan Penundaan Pemilu 2024, Surya Paloh: Kewarasan Itu Masih Ada
Baca juga: Begini Respon Surya Paloh Soal Wacana Sistem Proporsional Tertutup Hingga Penundaan Pemilu 2024
Baca juga: Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra Ungkap Sisi Gelap Sistem Pemilu Proporsional Terbuka
Dedi Kurnia Syah menjelaskan, pemilih kedua partai tersebut disebut tidak lagi melihat sosok figur calon legislatif.
Konstituen PDIP dan PKS bakal mendukung siapapun tokoh yang didorong oleh petinggi parpol tersebut.
"Ada asumsi siapapun tokoh yang dijagokan PDI Perjuangan kemungkinan besar akan menang di wilayah yang PDI Perjuangan kuat. Begitu juga dengan PKS. Siapapun tokoh yang diusung PKS, sepanjang di wilayah pertempurannya maka besar kemungkinan akan menang. Tidak peduli tokoh itu populer atau tidak," ungkap Dedi.
Kendati demikian, kata Dedi, pemilu dengan proporsional tertutup dinilai akan merugikan partai politik lainnya.
Karena, mayoritas parpol lainnya masih sangat bergantung dengan kekuatan calon legislatif yang mereka usung.
"Jadi kalau dilihat pragmatis yang diuntungkan dari sistem tertutup selain partai politik yang di luar parlemen sekarang itu PDI Perjuangan dan PKS."
"Tetapi sisi yang lainnya potensi besar kemungkinan ditolak oleh partai yang lain karena partai yang lain kebanyakan berkebalikan dengan PDI Perjuangan atau dengan PKS. Mereka mengharapkan suara itu lebih banyak dari tokoh tokoh," jelasnya.
Dijelaskan Dedi, fakta itu bisa dilihat dengan hasil pemilu 2019 lalu. Faktanya, kemenangan partai politik di hampir semua daerah pemilihan (dapil) sangat rendah.
"Kebanyakan kemenangan di caleg yang langsung memilih kepada tokoh. Artinya mayoritas suara politik yang ada di parlemen itu adalah sumbangsih para tokoh dari kader atau calon legislatif mereka," ungkap Dedi.
Karena itu, Dedi menambahkan jika nantinya uji materi terkait proporsional tertutup berhasil diupayakan oleh PDIP, maka nantinya bukan tidak mungkin banyak calon legislatif yang terpilih akan mundur secara perlahan.
"Artinya kekuasaan partai yang bisa menentukan siapa yang terpilih di parlemen atau tidak itu akan menentukan bagaimana dinamika di tingkatan bawah," tukasnya.
Seperti diketahui, sidang uji materi UU Pemilu soal sistem pemilihan legislatif proporsional terbuka terdaftar dengan perkara nomor 114/PUU-XX/2022.
Dalam sidang yang digelar pada Kamis (26/1/2023) lalu, Pemerintah menyatakan bahwa sistem proporsional terbuka merupakan mekanisme terbaik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) di Indonesia.
Hal ini disampaikan Dirjen Politik dan PUM Kemendagri Bahtiar yang mewakili Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dan Menkumham Yasonna Laoly sekaligus Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam Sidang Pleno Pengujian Materil Undang-Undang Pemilihan Umum di Mahkamah Konstitusi.
Sementara Anggota DPR RI Fraksi PDIP Arteria Dahlan menyatakan pihaknya mendukung penerapan sistem proporsional tertutup.
“Fraksi Partai Demokrasi Indonesia (PDIP lebih memilih sistem proporsional tertutup. Sikap ini berbeda dengan sikap 8 fraksi partai di DPR RI,” kata Arteria Dahlan di hadapan Hakim MK.
Sementara Anggota Komisi III DPR RI Fraksi Golkar, Supriansa membacakan pandangan 8 Fraksi partai politik di DPR RI, yang menolak penerapan sistem proporsional tertutup dalam Pemilu.
“Kami menolak sistem proporsional tertutup. Sistem Proporsional tertutup merupakan kemunduran demokrasi kita,” kata Supriansa di hadapan Hakim Konstitusi.
Supriansa menjelaskan sejumlah argumentasi lain, di antaranya bahwa sistem proporsional terbuka yang diterapkan sejak era reformasi ini sudah tepat dilakukan.
Apa Itu Sistem Proporsional Tertutup?
Pada Pemilu sebelumnya KPU menerapkan sistem proporsional terbuka.
Sistem proporsional adalah sistem dimana satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil.
Dalam sistem proporsional, ada kemungkinan penggabungan partai atau koalisi untuk memperoleh kursi.
Sistem proporsional disebut juga sistem perwakilan berimbang atau multi member constituenty.
Terdapat dua jenis sistem di dalam sistem proporsional yaitu sistem proporsional terbuka dan sistem proporsional tertutup.
Sistem proporsional terbuka adalah sistem pemilu di mana pemilih memiih langsung wakil-wakil legislatifnya.
Sedangkan dalam sistem proporsional tertutup, pemilih hanya memilih partai politiknya saja.
Perbedaan lainnya, pada sistem proporsional terbuka penetapan calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.
Sementara dengan proporsional terbuka maka penetapan calon terpilih ditentukan berdasarkan nomor urut.
Jika partai mendapatkan dua kursi maka calon terpilih adalah nomor urut 1 dan 2.
Surya Paloh: Kewarasan Itu Masih Ada
Wacana mengenai sistem Pemilu proporsional tertutup dan penundaan Pemilu 2024 masih jadi perbincangan publik.
Wacana soal sistem proporsional tertutup dan penundaan Pemilu 2024 pun direspon oleh Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh.
"Ya dinamika tapi kita yakin dan percaya lah kewarasan itu kan masih ada, objektivitas, panggilan nurani, representasi dari kehendak masyarakat luas, itu kan bagian bagian yang harus dipertimbangkan," ujar Surya Paloh di NasDem Tower, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat (10/3/2023).
Surya Paloh mengatakan, dalam Pemilu 2024 itu dinamikanya akan semakin kuat.
"Demandnya ada, semua ingin berpartisipasi dan itu nilainya positif tapi ada konsekuensi semakin banyak kompetitor, semakin banyak potensi, dinamika itu sendiri dan semakin banyak konsekuensi yang kita hadapi, bisa banyak juga hal hal yang bernilai positif dan juga bisa tidak positif," ujar Surya Paloh.
Diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA), dan meminta KPU untuk menunda Pemilu 2024.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023), dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan tersebut.
Moeldoko Mengaku Presiden Jokowi Tidak Mengintervensi Soal Penundaan Pemilu 2024
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko tegaskan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tidak intervensi terkait putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menunda Pemilu 2024.
Terkait upaya banding, Moeldoko menyerahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai lembaga independen.
"Presiden tidak ada intervensi, karena Pemilu itu urusan KPU, lembaga independen yang dihormati," ujar Moeldoko.
Moeldoko menuturkan pemerintah tak bisa mengintervensi terkait sengketa partai politik (parpol) dengan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
"Apa yang dikomentari? Ini kan enggak ada hubungannya sama pemerintahan, ini kan hubungan antara parpol dengan pengadilan," ucapnya.
Karenanya, Moeldoko memandang pemerintah tak perlu ikut campur dalam polemik tersebut.
"Jadi enggak ada hubungannya dengan pemerintahan. Terus saya mau mengomentari jadi tidak relevan," ungkapnya.
Seperti diketahui, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Rakyat Adil dan Makmur (PRIMA).
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pun menghukum KPU untuk menunda Pemilu dalam putusannya.
Gugatan perdata kepada KPU yang diketok pada Kamis (2/3/2023) itu dilayangkan Partai Prima pada 8 Desember 2022 lalu dengan nomor register 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst.
Partai Prima merasa dirugikan oleh KPU dalam melakukan verifikasi administrasi partai politik yang ditetapkan dalam Rekapitulasi Hasil Verifikasi Administrasi Partai Politik Calon Peserta Pemilu.
Sebab, akibat verifikasi KPU tersebut, Partai Prima dinyatakan Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi putusan itu.
KPU Ajukan Banding
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI akan mengajukan banding ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (PN) dalam pekan ini.
Hal ini disampaikan oleh Anggota KPU RI Mochammad Afifuddin saat dihubungi awak media, Selasa (7/3/2023).
Lebih lanjut Afif menjelaskan KPU sudah menerima salinan putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan saat ini sedang mematangkan bahan banding.
"Minggu ini (mengaku banding). Tinggal dimatangkan saja," kata Afif.
Adapun bahan banding yang akan dibawa KPU nantinya akan berkaitan dengan aturan-aturan sengketa dan juga sidang sengketa.
"Intinya kita jelasin tentang aturan-aturan terkait sengketa pendaftaran parpol, sidang sengketa di Bawaslu, PTUN, PN dan alasan-alasan yang menguatkan KPU," kata Ketua Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan & Wakil Koordinator Divisi Data dan Informasi ini.
Pengamat Politik Menduga Ada Skenario Dibalik Putusan Penundaan Pemilu 2024
Pengamat Politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin buka suara soal putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dimana putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat itu memenangkan gugatan Partai Prima terkait penundaan Pemilu 2024 mendatang.
Ia menduga ada skenario di balik keputusan penundaan Pemilu 2024 tersebut.
"Saya melihat jangan-jangan ini ada main antara pihak pengadilan dan kelompok tertentu yang memang ingin menggagalkan Pemilu atau menunda Pemilu itu."
"Ini sebagai sebuah keputusan yang membodohkan publik dan rakyat Indonesia. Apakah ada yang bermain di belakang layar juga penting (diselidiki) ini, karena kalau seperti ini hukum dimainkan oleh pengadilan," ucap Ujang saat dihubungi Wartakotalive.com, Rabu (8/3/2023).
"(Bisa) membodohi rakyat Indonesia tapi ini yang terjadi di negeri ini. Ada keputusan di luar logika dan di luar hukum itu sendiri. Ini yang harus kita kritisi bersama bahwa hakim itu harusnya memutuskan pada keadilan bukan berdasarkan kepada faktor-faktor lain," imbuhnya.
Untuk itu, Ujang mendesak untuk menelusuri hal ini dan mengawal proses selanjutnya.
Dia mendesak hakim yang membuat putusan mesti diperiksa.
"Menjadi pembelajaran bersama saya lihat ini hakimnya sekolah di mana perlu dicek juga ijazahnya palsu atau tidak," ungkapnya.
Ujang menilai dalam kasus Partai Prima ini, sebetulnya tidak ada hal yang membuat pemilu layak ditunda.
Tidak pantas gugatan Partai Prima divonis penundaan Pemilu 2024.
"Keputusannya janggal aneh dan lucu, tidak ada satupun pakar hukum tata negara yang levelnya dewa sekalipun yang hebat termasuk para akademisi atau yang baru membenarkan keputusan itu."
"Termasuk orang politik pun itu aneh tapi nyata janggal dan perlu dicurigai dengan keputusan itu," ucapnya.
Ujang mengimbau jangan sampai keputusan ini menjadi 'angin segar' bagi kelompok tertentu untuk melegitimasi penundaan Pemilu 2024.
Oleh karena itu, ia meminta seluruh rakyat Indonesia harus waspada terkait dengan putusan hakim itu.
"Di saat kita sedang jalan proses Pemilu itu dan yang digugat juga perdata keputusannya melampaui kewenangan yang dimiliki. ibaratnya Partai Prima itu minta tempe oleh hakim dikasih pizza,"
"Jadi minta dikatakan dikembalikan menjadi peserta pemilu agar lolos tapi keputusannya menunda pemilu ini aneh nyata terjadi di Indonesia," jelas dia.
Sebagai informasi, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (2/3/2022).
Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan 8 Desember 2022 lalu, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menghukum KPU RI untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 mendatang.
Hasyim Asyari: Kami Tahu Kronologinya!
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyampaikan, bahwa tidak akan menghadirkan saksi saat persidangan gugatan Partai Prima di PN Jakarta Pusat (Jakpus).
Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari menilai, gugatan tersebut di luar kewenangan PN Jakpus.
"Gugatan dan sengketa tentang partai politik jalurnya adalah Bawaslu dan PTUN," ujr, Rabu (8/3/2023).
"Dengan demikian, ketika perkara dibawa ke ranah gugatan perdata ke PN Jakpus, KPU berpendapat hal tersebut bukan kompetensi PN," imbuh Hasyim.
Menurut Hasyim, tidak dihadirkannya saksi dalam persidangan, lantaran KPU merupakan pihak yang paling mengetahui kronologis perkara Partai Prima tersebut.
"KPU ini sebagai pelaku kegiatan pendaftaran dan verifikasi partai, jadi KPU ini adalah pihak yang tahu urusan tersebut," ucap Hasyim.
"Berdasarkan dua hal tersebut, KPU tidak menghadirkan saksi dan KPU cukup menghadapi sendiri persidangan tersebut," tambah Hasyim.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) memenangkan Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) atas gugatan perdata mereka terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), Kamis (2/3/2022).
Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan 8 Desember 2022 lalu, PN Jakpus memerintahkan KPU menunda pemilu
"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.
Sebelumnya, PRIMA melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.
Dalam tahapan verifikasi administrasi, PRIMA dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.
Namun, PRIMA merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut, dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadikan tidak lolosnya PRIMA.
Berikut bunyi putusan PN Jakpus atas gugatan 757/Pdt.G/2022
Dalam eksepsi:
Menolak Eksepsi Tergugat tentang Gugatan Penggugat Kabur/Tidak Jelas (Obscuur Libel);
Dalam Pokok Perkara.
1.Menerima Gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2.Menyatakan Penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh Tergugat;
3.Menyatakan Tergugat telah melakukan Perbuatan Melawan Hukum;
4.Menghukum Tergugat membayar ganti rugi materiil sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) kepada Penggugat;
5.Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari
6.Menyatakan putusan perkara ini dapat dijalankan terlebih dahulu secara serta merta (uitvoerbaar bij voorraad);
7.Menetapkan biaya perkara dibebankan kepada Tergugat sebesar Rp.410.000,00 (empat ratus sepuluh ribu rupiah).
KAMMI Adukan KPU RI ke DKPP
Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) melaporkan Komisi Pemilu Umum (KPU) RI ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) soal penundaan Pemilu 2024, Selasa (7/3/2023).
Menanggapi hal tersebut, Ketua KPU RI Hasyim Asyari berharap kepada para mahasiswa untuk membaca berbagai putusan tersebut dengan cermat.
"Dari situ akan diketahui apa pokok jawaban dan argumentasi KPU," ujar Hasyim dalam keterangannya, Selasa (7/3/2023).
Hasyim menegaskan, KPU itu serius untuk menghadapi semua gugatan terkait tuntutan penundaan Pemilu 2024.
"Kita ini sudah digugat bertubi-tubi oleh Prima, jalur Bawaslu, PTUN, dan peradilan umum, Semua kita hadapi," ucap Hasyim.
Sebelumnya, Ketua Umum KAMMI, Zaky A Rivai menyampaikan, bahwa pihaknya menyoroti bagaimana KPU, justru mengikuti alur hukum hasil putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang sebenarnya tidak konstitusional.
"Kalau ini ke DKPP yang kita sorot adalah bagaimana KPU justru mengikuti alur hukum yg sebenarnya itu tidak konstitusional," ujar Zaky di DKPP, Jakarta Pusat, Selasa (7/3/2023).
"Karena sebenarnya memang penundaan atau laporan yang dilakukan oleh salah satu parpol tersebut itu bukan wewenang dari PN Pengadilan negeri yang kemudian memutuskan," tambah Zaky.
Zaky mengatakan, sebelum putusan penundaan pemilu 2024 ini semakin melebar, makanya pihak dari KAMMI melangkahkan kakinya ke DKPP.
"Jadi kita laporkan supaya bagaimana KPU ini tegas, jangan diintervensi, jangan mengambil keputusan yang bukan ranahnya, dan juga jangan mengikuti hal-hal yang tidak sesuai dengan konstitusi," kata Zaky.
Selain itu, Kabid Polhukam KAMMI, Rizki Agus Saputra juga menyampaikan, pihaknya telah membaca eksepsi yang disampaikan oleh KPU, ihwal perkara yang menjadi induk putusan tidak berhak diadili oleh PN Jakpus.
"Yang kami soroti sekarang kelalaian KPU mempersiapkan alat bukti, dia hanya fokus terhadap partai yang tidak lolos verifikasi saja, dan fokus terhadap kewenangan absolut yang dimiliki oleh hakim," ucap Rizki.
"Tapi mereka tidak mempersiapkan substansi mereka untuk melawan. Nah di situ yg menjadi titik tekan kami, mengapa kami melaporkan terkait dengan pasal 15 peraturan huruf a peratuan DKPP tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu," tambah Rizky.
Baca berita Wartakotalive.com lainnya di Google News
(Tribunnews.com/Igman Ibrahim/Fersianus Waku/Wartakotalive.com/M27/M32)
sistem Pemilu proporsional tertutup
sistem Pemilu proporsional terbuka
sistem proporsional terbuka
sistem proporsional tertutup
proporsional terbuka
proporsional tertutup
Partai Keadilan Sejahtera
Mahkamah Konstitusi
Direktur Eksekutif IPO
Dedi Kurnia Syah
PDI Perjuangan
PDIP
PKS
Pilpres 2024
Pemilu 2024
Tim Sinkronisasi Prabowo-Gibran Tegaskan Pemangkasan Makan Bergizi Rp 7.500 Cuma Isu |
![]() |
---|
Gibran Mundur dari Wali Kota Solo, Mardani Ali Sera Sebut Perlu Banyak Menyerap dan Siapkan Diri |
![]() |
---|
Menko PMK Muhadjir Sebut Transisi Pemerintahan Jokowi ke Prabowo Sudah Dibahas Dalam Rapat Kabinet |
![]() |
---|
AHY Dukung Prabowo Tambah Pos Kementerian dan Tak Persoalkan Berapa Jatah Menteri untuk Demokrat |
![]() |
---|
Prabowo-Gibran Ngopi Santai di Hambalang, Gerindra: Sangat Mungkin Bahas Format dan Formasi Kabinet |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.