Stunting

Cegah Stunting di Indonesia dengan Penuhi Nutrisi Berkualitas yang Tepat Bagi Anak

Stunting masih menjadi masalah bagi bayi dan anak Indonesia dan harus segera dituntaskan karena menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045.

Istimewa
Penanganan stunting di Indonesia dapat dilakukan selama konsisten dengan konsep yang terbukti secara ilmiah (scientifically proven) dimana kunci menurunkan stunting adalah mengonsumsi asam amino esensial lengkap dan cukup yang bersumber dari protein hewani. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Stunting masih menjadi masalah bagi bayi dan anak Indonesia. Kondisi tersebut harus segera dituntaskan karena menghambat momentum generasi emas Indonesia 2045.

Presiden RI Joko Widodo juga meminta setiap kepala daerah agar bisa menekan angka stunting di daerah masing-masing, demi menuju Indonesia Zero Stunting pada 20301.

Pemerintah menargetkan prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14 persen. Adapun angka stunting di tahun 2021 sebesar 24,4 persen, sehingga penurunan 2,7 persen setiap tahun.

Ketua Satgas Stunting Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Prof. dr. Damayanti Rusli Sjarif, Ph.D, Sp.A(K), mengaku optimis Indonesia mampu mencapai target selama konsisten dengan konsep yang terbukti secara ilmiah (scientifically proven).

“Kunci menurunkan stunting adalah mengonsumsi asam amino esensial lengkap dan cukup yang bersumber dari protein hewani,” ucap Damayanti, berdasarkan keterangan, Sabtu (4/2/2023).

Baca juga: Menkes Budi Gunadi Sadikin Ungkap Ibu Hamil Berisiko jadi Penyebab Anak Alami Stunting

Damayanti menambahkan tidak semua balita kondisi pendek dapat diklasifikasikan sebagai stunting, melainkan hanya yang mengalami kekurangan gizi berulang atau kronis saja.

Banyak hal akan dialami anak jika mengalami kekurangan gizi terus menerus, dimulai dari anak mengalami kenaikan berat badan yang tidak adekuat (memadai) atau dikenal dengan weight faltering.

Ketika hormon pertumbuhan berkurang, maka penambahan tinggi badan juga terhambat. Jika tidak segera diatasi, maka akan sampai pada titik -2 (minus dua) standar deviasi (SD) atau yang kita sebut dengan stunting.

“Ada dua hal yang menyebabkan anak kekurangan gizi. Pertama, asupan tidak memadai, dan ini bisa terjadi karena kemiskinan, penelantaran atau ketidaktahuan,” jelas Guru Besar Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.

Baca juga: Pemprov DKI Jakarta Diminta Jalankan Arahan Menkes soal Angka Stunting di Bawah 5 Persen

Faktor kedua, misalnya anak sering sakit sehingga memiliki gangguan makan atau memiliki masalah bayi berat lahir rendah (BBLR), prematuritas, dan kelainan metabolisme bawaan yang ditangani dengan pemberian nutrisi khusus.

Untuk mengenali anak stunting atau tidak, dokter anak yang mempunyai kompetensi keilmuan untuk menentukan. Hal ini perlu diidentifikasi sejak awal, agar bisa ditentukan tindakan tepat untuk anak.

“Masalah tinggi badan pada keadaan stunting sebenarnya hanya penanda atau marker dari masalah yang lebih besar. Hal yang paling ditakuti adalah pertumbuhan otak terhambat, sehingga kecerdasan menurun,” ungkapnya.

Untuk itu orang tua punya peran penting dalam pencegahan dan penanganan stunting dengan pemenuhan nutrisi berkualitas pada anak. Jika anak telanjur mengalami stunting, bukan berarti tidak ada harapan.

Strategi percepatan penurunan stunting melalui tiga tahapan mulai dari pencegahan primer pada bayi normal di Posyandu dengan sosialisasi ASI, MPASI dan makanan keluarga berbasis protein hewani, serta penimbangan berat badan setiap bulan untuk mendeteksi dini weight faltering.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved