Electronic Road Pricing

Pengamat: Penerapan ERP Lebih Menguntungkan Ketimbang Ganjil Genap atau 3 In 1

Metode mengatasi kemacetan jika ERP dibanding ganjil genap dan 3 in 1 akan lebih baik karena akan dapat pemasukan.

Warta Kota/Henry Lopulalan
Kendaraan melintas di bawah alat electronic road pricing (ERP) di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (13/11). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akan melakukan uji coba coba sistem jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) secara terbatas. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Untuk mengatasi kemacetan di Jakarta, diperlukan kemauan besar untuk melaksanakan strategi guna membatasi penggunaan kendaraan pribadi.

Salah satunya dengan penerapan kebijakan jalan berbayar elektronik atau electronic road pricing (ERP) yang saat ini sedang digodok payung hukumnya oleh DPRD DKI dan Pemprov DKI.

Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan pada Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Djoko Setijowarno menilai, kebijakan ganjil genap dan 3 in 1, lebih banyak mengeluarkan anggaran untuk pengawasan, penjagaan dalam penegakan aturan ganjil genap.

Sementara untuk penerapan ERP, Pemprov DKI Jakarta akan mendapatkan pemasukan yang bisa dipakai untuk mendanai subsidi angkutan umum.

Baca juga: Rencana Penerapan ERP di Jakarta Dinilai Masih Terlalu Jauh, Baru Dua Kali Dibahas Bapemperda

“Nantinya dalam rangka penerapan, Dishub DKI Jakarta bisa melakukan uji coba di satu ruas jalan terlebih dahulu. Selanjutnya diterapkan di ruas-ruas jalan yang sudah ditetapkan sebagai ruas ERP,” kata Djoko berdasarkan keterangannya pada Rabu (18/1/2023) pagi.

Menurut dia, warga Bodetabek yang bekerja di Jakarta masih menemui kendala dalam hal transportasi, yaitu belum memiliki jaringan angkutan umum dari kawasan perumahannya.

Sementara layanan angkutan umum menuju Jakarta dari kawasan Bodetabek masih minim.

“Lain halnya di Kota Jakarta, cakupan layanan angkutan umum sudah dapat mengcover (menjangkau) seluruh kawasan permukiman yang ada,” ujarnya.

Kata dia, sinergi pemerintah pusat dan pemeritah daerah dapat dilakukan untuk mempercepat penerapan ERP.

Salah satunya efisiensi dana subsidi atau public service obligation (PSO) KRL Commuterline Jabodetabek sebesar Rp 208-Rp 475 miliar.

Anggaran hasil efisiensi PSO ini dapat digunakan untuk membenahi transportasi umum di Bodetabek, sehingga mereka yang bekerja di Jakarta tidak merasa dizolimi.

Hal ini dilakukan dalam upaya untuk terus mendorong migrasi pengguna kendaraan pribadi ke angkutan publik.

“Seperti diketahui layanan transportasi umum di Bodetabek masih sangat buruk. Hampir 99 persen lebih perumahan di Bodetabek tidak terlayani transportasi umum,” ucapnya.

“Sedangkan Kota Jakarta layanan transportasi umum sudah mengcover 92 persen wilayahnya. Hingga jalan-jalan kecil di perkampungan Kota Jakarta sudah ada layanan angkot JakLingko,” sambungnya.

Dia menambahkan, pemerintah setidaknya harus menambah angkutan umum di Bodetabek seperti Trans Pakuan di Bogor atau Tayo di Tangerang untuk menyelesaikan keberangkatan hingga perjalanan akhir mereka dalam bertransportasi umum.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved