Berita Jakarta

Perppu Ciptaker Dianggap Tipu-tipu, Massa di Depan Gedung DPR Bakar Boneka, Sebut Jokowi Berkhianat

Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan organisasi mahasiswa berunjuk rasa dengan membawa berbagai simbol penolakan.

Penulis: Nuri Yatul Hikmah | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota/Nuri Yatul Hikmah
Aksi unjuk rasa di depan Gedung DPR RI diwarnai dengan pembakaran boneka berdasi di depan Gedung DPR RI, Selasa (10/1/2022) 

Laporan Wartawan Wartakotalive.com, Nuri Yatul Hikmah

WARTAKOTALIVE.COM, TANAH ABANG — Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 akan disahkan hari ini dalam rapat paripurna DPR RI, Selasa (10/1/2023). 

Tak setuju terkait hal tersebut, ratusan massa aksi yang tergabung dalam Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) dan organisasi mahasiswa berunjuk rasa dengan membawa berbagai simbol penolakan.

Seperti bahasa-bahasa dalam spanduk, patung penggambaran koruptor, serta sebuah kitab berisikan Perppu yang dianggap tipu-tipu. 

Adapun salah satu spanduk bertuliskan "Penerbitan Perppu Cipta Kerja Bentuk Khianat Presiden"

Ada beberapa tuntutan yang dilayangkan massa aksi dalam unjuk rasa hari ini, di antaranya:

Baca juga: VIDEO Puluhan Ribu Buruh Berencana Gelar Unjuk Rasa Tolak Isi Perppu Cipta Kerja

1. Presiden untuk segera mencabut Perppu Cipta Kerja;

2. DPR untuk segera tidak menyetujui Perppu Cipta Kerja yang ditetapkan oleh Presiden;

3. Presiden dan DPR untuk mencabut omnibus law Cipta Kerja;

4. Presiden dan DPR untuk menghentikan segala bentuk pengkhianatan terhadap konstitusi; dan

Baca juga: Penerbitan Perppu Cipta Kerja Dikecam, Mahfud MD Tak Bisa Berbuat Banyak: Itu Hak Subjektif Presiden

5. Presiden dan DPR untuk menghentikan praktik buruk legislasi yang selama ini tidak sesuai dengan konstitusi dan telah melanggar prinsip-prinsip demokrasi, Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Sementara itu, beberapa isi Perppu yang dianggap tipu-tipu, di antaranya: 

1. Upah murah

2. Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dipermudah

3. Pesangon dikurangi

4. Hilangnya kepastian kerja

5. Kontrak kerja seumur hidup

6.Jam kerja fleksibel

7. Jam kerja lembur lebih panjang

8. Mempermudah Tenaga Kerja Asing (TKA)

9. Cuti panjang dihilangkan

10. Ancaman Represifiras dan Kriminalisasi

11. Penggusuran makin marak 

12. Kelestarian lingkungan terancam rusak.

Sekertaris Jenderal (Sekjen) Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia (KASBI), Sunarno menyebut, pihaknya akan meminta DPR untuk melakukan audiensi terkait penerbitan Perppu Cipta Kerja.

"Dari teman-teman Gebrak, kurang lebih 140 organisasi kemarin telah membuat ultimatum dan hari ini mau kami bacakan," ujar Sunarno saat ditemui di tengah aksi unjuk rasa, di depan Gedung DPR MPR RI, Gelora, Tanah Abang, Jakarta Pusat, Selasa (10/1/2023).

"Apabila dalam tujuh hari ke depan tetap diberlakukan, kami akan menggalang aksi-aksi turun ke jalan, baik di Jakarta maupun Nasional," tandasnya. 

Adapun hingga pukul 12.54 WIB, aksi unjuk rasa diwarnai dengan pembakaran ornamen patung tikus berdasi. 

Mahfud MD sebut penerbitan Perppu Cipta Kerja hak presiden

Keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja menuai kritik luas dan kecaman.

Sejumlah pihak mempertanyakan alasan Jokowi menerbitkan Perppu Cipta Kerja itu

Padahal, beberapa waktu lalu, Jokowi menegaskan tidak akan mengeluarkan Perppu tersebut.

Ketidakkonsistenan itu pun menuai pertanyaan publik.

Penerbitan Perppu Cipta Kerja tersebut dinilai tidak dilandasi kegentingan memaksa yang menjadi syarat diterbitkannya Perppu.

Sosok Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD pun turut dikritik terkait keluarnya kebijakan itu.

Sebagai sosok yang paham hukum, Mahfud MD diahrapkan seharusnya bisa memberikan masukan maupun pertimbangan sebelum Jokowi mengeluarkan Perppu.

Baca juga: Perppu Cipta Kerja Diteken, Jokowi Ubah Waktu Kerja Jadi Enam Hari, Seminggu Cuma Libur Sehari

Terkait hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Polhukam Mahfud MD mengatakan bahwa hak subjektif Presiden untuk menentukan suatu kondisi dianggap genting atau tidak.

“Ada istilah hak subjektif presiden itu di dalam tata hukum kita bahwa alasan kegentingan itu adalah hak subjektif presiden,” kata Mahfud di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, (3/1/2023).

Mahfud mengatakan alasan kegentingan hanya berdasarkan penaian presiden saja.

Menurut dia tidak ada satu pun ahli hukum tata negara di Indonesia yang membantahnya.

“Tidak ada yang membantah satu pun ahli hukum tata negara bahwa itu, iya membuat Perppu itu alasan kegentingan itu berdasar penilaian presiden saja,” katanya.

Baca juga: Beda Pendapat dengan Heru Budi, Dinas SDA Targetkan Sodetan Kali Ciliwung Rampung Oktober 2023

Menurut Mahfud apabila yang dipersoalkan adalah isi Perppu tersebut silahkan saja.

Di negara demokrasi kritik terhadap isi Undang-undang atau Perppu merupakan sesuatu yang bagus.

Hanya saja apabila yang dipersoalkan masalah prosedur penerbitan Perppu, maka hal itu sudah selesai.

“Nah kalau isinya yang mau dipersoalkan silahkan gitu, tetapi kalau prosedur sudah selesai,” pungkasnya.

Penerbitan Perppu Cipta Kerja mendapatkan protes tidak hanya buruh melainkan juga anggota legislatif.

Baca juga: PN Jaksel Tanggapi Video Viral Diduga Hakim Wahyu Curhat ke Wanita terkait Kasus Ferdy Sambo

Baca juga: Perppu Cipta Kerja yang Diteken Jokowi Bisa Buat Pegawai Rentan PHK, Pesangon Cuma 0,5 Persen

Anggota Komisi IX DPR RI Lucy Kurniasari menilai Perppu rersebut untuk kepentingan investor, bukan pekerja.

Selain itu menurutnya penerbitan Perppu belum mendesak.

Selain DPR, LBH Jakarta juga mengecam penerbitan Perppu Cipta Kerja.

Kecaman tersebut karena penerbitannya dinilai tidak dilandasi dengan keadaan genting yang memaksa dalam menjalankan kehidupan bernegara.

LBH Jakarta juga menilai penerbitan Perppu tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap
Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 yang menyatakan bahwa pembentukan UU Cipta Kerja inkonstitusional.

Partai Buruh, KSPI, serta organisasi serikat buruh ancam lakukan aksi besar-besaran sebab Peraturan

Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Omnibus Law Cipta Kerja tidak sesuai harapan buruh.
Buruh juga mempertimbangkan langkah hukum dengan melakukan judicial review.

Sentilan PKS

Kritik juga datang dari Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher

Netty menyebutkan bahwa upanya penerbitan Perppu tersebut hanya akal-akalan pemerintah setelah sebelumnya Mahkamah Konstitusi menetapkan Undang-undang Cipta Kerja cacat secara formil dan inkonstitusional bersyarat

“Ini hanya akal-akalan pemerintah buat menelikung keputusan MK yang meminta agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam waktu dua tahun. Kenapa diminta untuk diperbaiki? karena UU tersebut dianggap cacat secara formil,” kata Netty seperti diberitakan Tribunnews.com, Senin, (2/1/2023)

Baca juga: Keluarkan Perppu Cipta Kerja yang Bisa Rugikan Pekerja, Jokowi: Biasa Saja

Berdasarkan Putusan MK, UU Cipta Kerja dinyatakan cacat formil karena pertama, tata cara pembentukan UU Cipta Kerja tidak didasarkan pada cara dan metode yang pasti.

Kedua, terjadinya perubahan penulisan beberapa substansi pasca persetujuan bersama DPR dan Presiden.

Ketiga, bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan. Keempat, untuk menghindari ketidakpastian hukum dan dampak lebih besar yang ditimbulkan.

“Eloknya ini dulu yang diperbaiki, sehingga status UU Cipta Kerja yang masih inkonstitusionalitas bersyarat itu bisa berubah. Jangan justru arogan dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” tambah Netty.

Menurut Legislator PKS itu, penerbitan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja ini menunjukkan kalau pemerintah tidak menghormati keputusan MK sebagai Lembaga Yudikatif.

Baca juga: Harga Minyak Dunia Terus Turun, Ekonom: Idealnya Harga Pertalite Turun jadi Rp 8.100 per Liter

“Ini berbahaya bagi perjalanan demokrasi Indonesia karena MK itu sebagai pemegang kekuasaan yudikatif. Ketika lembaga yudikatif tidak lagi dihormati maka sistem demokrasi yang sudah kita bangun puluhan tahun ini bisa kacau,” jelas Netty.

 Selain itu, Netty khawatir jika Perppu Cipta Kerja ini tidak berpihak kepada masyarakat, khususnya para pekerja.

“Banyak kekhawatiran yang muncul, salah satunya bahwa Perppu ini sengaja dimunculkan untuk tetap lebih mengedepankan kepentingan investor dan tidak berpihak kepada para pekerja,” tandasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjelaskan alasan menerbitkan peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 tahun 2022 tentang Cipta Kerja sebagai pengganti Undang-Undang Cipta Kerja.

Baca juga: Buruh Tuding Presiden Jokowi Menyimpang, Lakukan Praktik Oligarki Lewat Perppu Ciptaker

Menurut Presiden, Perppu tersebut merupakan antisipasi dari ancaman ketidakpastian global.

“Jadi memang, kenapa Perppu, kita tahu kita kelihatannya normal, tapi diintip oleh ancaman ancaman ketidakpastian global,” kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, (30/12/2022).

Ketidakpastian global tersebut salah satunya menyebabkan krisis keuangan. Saat ini kata presiden terdapat 14 negara yang sudah mendapatkan bantuan pendanaan dari lembaga moneter dunia (IMF). Selain itu 28 negara yang sudah mengajukan proposal bantuan kepada IMF.

“Ini sebetulnya dunia ini sedang tidak baik baik saja, ancaman ancaman risiko ketidakpastian itu yang menyebabkann kita mengeluarkan Perppu,” katanya.

Baca juga: Masuk Tahun 2023, Ini Resolusi Jokowi untuk Indonesia, Singgung Soal Resesi Global

Perppu tersebut kata Presiden untuk memberikan kepastian hukum dan kekosongan hukum yang salah satunya terkait investasi. Pasalnya kata Presiden pertumbuhan ekonomi 2023 sangat bergantung pada investasi, selain ekspor.

“Itu yang paling penting, karena ekonomi kita di 2023 akan sangat teergantung pada investasi dan ekspor,” ungkapnya

Perppu itu dianggap memberatkan buruh dan pekerja itupun dikritik oleh buruh.

Saat ditanya soal hal tersebut, Jokowi mengaku pro kontra dalam sebuah kebijakan adalah hal biasa.

 Jokowi pun mengaku biasa saja usai mengeluarkan Perppu Cipta Kerja atau Omnibus Law yang dianggap merugikan buruh dan pekerja.

“Ya biasa, dalam setiap kebijakan, dalam setiap dikeluarkan regulasi pasti ada pro dan kontra, tapi semuanya bisa kami jelaskan,” jelas Jokowi 

Baca juga: Siapkan Reshuffle Kabinet Tahun 2023, Jokowi: Tunggu Saja

Diketahui beberapa pasal dalam Perppu Cipta Kerja atau Omnibus Law dianggap merugikan para pekerja. Beberapa pasal yang dianggap merugikan pekerja ialah pasal terkait karyawan kontrak.

Setelah ditetapkannya Perppu Cipta Kerja, maka perusahaan dibebaskan apakah bisa mengangkat pegawai setelah dua tahun bekerja atau tidak pernah mengangkat pegawai tetap sama sekali.

Dalam Cipta Kerja, pasal PKWT di UU Nomor 13 Tahun 2003 dihapus.

Konsekuensi dari hilangnya pasal tersebut yakni perusahaan tidak lagi memiliki batasan waktu untuk melakukan perjanjian kontrak kerja dengan pekerjanya. "Ketentuan Pasal 59 dihapus," bunyi UU Cipta.

Pembelaan Airlangga Hartarto

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, menggantikan Undang-undang Cipta Kerja.

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, pemerintah menerbitkan Perppu 2/2022 karena alasan mendesak.

"Hari ini telah diterbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tertanggal 30 Desember 2022."

"Pertimbangannya adalah kebutuhan mendesak," Kata Airlangga di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12/2022).

Pemerintah menerbitkan Perppu 2/2022 sebagai antisipasi terhadap dinamika kondisi global, mulai dari ancaman resesi, inflasi, stagflasi, dan lainnya.

Belum lagi ancaman krisis keuangan yang membuat sejumlah negara berkembang meminta bantuan pendanaan dari IMF.

Baca juga: Pemerintah Tutup RSDC Wisma Atlet, Menkes: Kapasitas RS Indonesia 120 Ribu, Masih Sangat Siap

"Jadi kondisi krisis ini untuk emerging developing country menjadi sangat real, dan juga terkait geopolitik tentang Ukraina-Rusia dan konflik lain juga belum selesai."

"Dan pemerintah juga menghadapi tentu semua negara menghadapi krisis pangan, energi, keuangan dan perubahan iklim," tutur Airlangga.

Airlangga mengatakan, Perppu 2/2022 juga sebagai bentuk kepastian hukum dari Undang-undang Cikta Kerja.

Baca juga: Partai Ummat Klaim Lolos Verifikasi Ulang Sebelum Diumumkan Besok, Begini Respons Ketua KPU

Putusan MK mengenai UU Cipta Kerja sangat mempengaruhi perilaku dunia usaha, baik di dalam negeri maupun luar negeri.

“Sehingga tentunya dengan keluarnya Perppu Nomor 2 Tahun 2022 ini, diharapkan kepastian hukum bisa terisi dan ini menjadi implementasi dari putusan MK,” paparnya

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved