Berita Nasional
Kisruh Sewa Slot Multipleksing, Pemerintah Diminta Menunda Hingga Mengkaji Ulang ASO
Banyak pihak yang meminta pemerintah untuk menunda kebijakan larangan penggunaan TV analog switch off atau ASO.
Namun pada Senin, 24 Oktober 2022, pemerintah umumkan, ASO tetap akan dilaksanakan pada 2 November 2022.
Dimana dalam pengumuman tersebut, kata dia, pemerintah terkesan mengabaikan eksistensi Putusan MA Nomor 40 P/HUM/2022.
"Pemerintah nampaknya abai dengan Putusan MA, padahal dampaknya sangat serius. Lembaga Penyiaran Eksisting yang bukan Penyelenggara Multipleksing tidak lagi dapat bersiaran pasca ASO tanggal 2 November 2022"
"Sementara, bagi Penyelenggara Multipleksing terbatas hanya bisa bersiaran di wilayah layanannya sendiri, di mana ia ditetapkan sebagai Penyelenggara Multipleksing dengan menggunakan slot multipleksingnya sendiri,” tegasnya
Diketahui untuk wilayah layanan Jabodetabek, Penyelenggara Multipleksing ada tujuh stasiun televisi.
Maka itu, pasca 2 November 2022, hanya tujuh stasiun TV itu saja yang bisa bersiaran di wilayah layanan Jabodetabek dengan slot multipleksingnya sendiri.
"Sementara, TV-TV lainnya harus berhenti siaran. Tentunya hal ini tidak sejalan dengan semangat UU Cipta Kerja yang menjamin kepastian hukum dan keadilan, serta menciptakan iklim usaha yang kondusif bagi seluruh pelaku usaha" katanya.
Gede meminta pemerintah terkhusus Kemenkominfo untuk mematuhi dan tak mengabaikan putusan MA.
Ia juga menghimbau untuk menghentikan atau setidaknya menunda proses ASO di seluruh Indonesia sampai dengan dilakukannya revisi UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja.
Hal ini, kata dia sangat penting lantaran sebagaimana dijelaskan dalam pertimbangan Putusan MA.
Dimana UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja saat ini tidak mengatur tentang kewajiban/dasar bagi LPS, untuk sewa Slot Multipleksing kepada LPS Multipleksing, guna menyelenggarakan layanan program siaran.
"Agar proses ASO dapat berjalan mulus, yang perlu dilakukan pemerintah saat ini adalah terlebih dahulu melakukan revisi terhadap UU Penyiaran atau UU Cipta Kerja, dan mengatur masalah multipleksing ini dalam bentuk undang-undang yang dibahas bersama dengan DPR,"
"Sekaligus tak hanya dibuat sepihak oleh pemerintah dalam bentuk peraturan pemerintah atau peraturan lainnya yang lebih rendah tingkatannya" paparnya.
Sementara itu, Direktur Lombok TV, Yogi Hadi Ismanto menyatakan sudah seharusnya pemerintah mematuhi putusan MA tersebut.
Ia hanya berharap kedepannya ada perlindungan bagi kelangsungan industri penyiaran termasuk kelangsungan usaha televisi lokal.