Kesehatan
Fakta Penelitian, 6 dari 10 Ibu Menyusui Tidak Bahagia Dalam Proses Menyusui, Ini Penyebabnya
Hasil penelitian Health Collaborative Center (HCC) 56 persen atau 6 dari 10 ibu menyusui merasa tidak bahagia menjalankan proses menyusui.
Penulis: Mochammad Dipa | Editor: Mochamad Dipa Anggara
WARTAKOTALIVE.COM - Untuk dapat menyusui secara optimal, ibu menyusui membutuhkan dukungan yang intensif. Namun penelitian terbaru dari Health Collaborative Center (HCC) terhadap 2011 responden, bahwa 44 persen dari ibu menyusui merasa bahagia dengan proses memberikan Air Susu Ibu (ASI).
“Artinya ada 56 persen ada ibu yang nggak bahagia dalam menyusui, nggak bahagianya kenapa? ternyata mereka melakukan itu hanya kewajiban saja tapi mereka nggak merasa happy,” ujar Founder HCC dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, dalam diskusi virtual Pekan ASI 2022, Sabtu (6/8/2022).
Lebih lanjut dikatakan, meskipun banyak dari ibu menyusui di Indonesia merasa bahwa proses menyusui dengan ASI itu wajib dan baik untuk bayinya, tapi hasil penelitian menunjukkan 56 persen atau 6 dari 10 ibu menyusui merasa tidak bahagia menjalankan proses menyusui dengan alasan karena kurang mendapat dukungan optimal.
Secara umum, sebanyak 90 persen atau 1810 responden menyatakan bahwa perlu didukung oleh suami. Khususnya pada dukungan psikologis dan dukungan ke layanan kesehatan.
“Dari penelitian ini kami percaya diri kami mengatakan bahwa suami adalah aktor utama yang wajib mendukung ibu menyusui,” ungkap dr. Ray.
 
Lalu, pihak kedua yang perlu mendukung ibu menyusui adalah anggota keluarga, khususnya ibu dari ibu menyusui, yaitu sebanyak 59 persen atau 1182 responden.
“Faktor kedekatan antar perempuan serta ibu ke anak dan sebaliknya menjadi hal krusial dalam meningkatkan perilaku menyusui. Dukungan yang dibutuhkan adalah terkait dukungan informasi terhadap pengalaman dan praktik baik dalam menyusui,” sebut dr. Ray.
Menurut dr. Ray, ketika ibu menyusui kehilangan core support terutama dari suami, maka proses menyusui kemudian menjadi sekadar menjalankan fungsi biologis memberi makan bayi saja, dan kehilangan esensi untuk memberi kedamaian dan kebahagiaan secara emosional atau psikologi bagi ibu sendiri.
“Ini sebenarnya harus dihindari, karena dalam proses menyusui ibu juga butuh bahagia, tidak stress dan menikmati prosesnya, karena kebahagiaan ibu secara emosional dalam proses menyusui akan mempengaruhi kualitas ASI,” ujar Dr. Ray.
Fakta lain yang ditemukan oleh HCC adalah 95 persen responden setuju terhadap peraturan rencana cuti 6 bulan untuk ibu menyusui.
“83 persen responden ibu menyusui yang bekerja mengatakan bahwa 6 bulan cuti itu dapat mendukung proses menyusui secara optimal,” imbuh dr. Ray.
Kemudian, 91 persen responden juga sangat setuju dan setuju terhadap peraturan rencana hak cuti 40 hari untuk suami siaga.
Sosio ekologi
Sementara, Associate researcher HCC Bunga Pelangi menegaskan, penelitian ini menggunakan Model sosio-ekologi yang merupakan pendekatan komprehensif di bidang kesehatan masyarakat yang tidak hanya ditujukan untuk melihat faktor risiko pada individu, tetapi juga aspek norma, kepercayaan dan sistem sosial ekonomi.
“Metode penelitian ini sudah valid untuk mendapat data superfisial terkait faktor dan aktor siapa saja yang bisa mendukung ibu menyusui untuk sukses menyusui dan tentunya tetap membuat ibu Bahagia dan sehat,” ungkap Bunga.


 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
						
					 
				
			 
											 
											 
											 
											