PSI Jakarta Soroti Transparansi dan Akuntabilitas Proses Lelang ERP

Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta menyoroti transparansi dan akuntabilitas proyek electronic road pricing (ERP) yang dilakukan Pemprov DKI Jakarta.

Warta Kota/Fitriandi Fajar
Politisi PSI Eneng Malianasari pesimistis atas wacana pemisahan tempat duduk penumpang di angkot untuk mencegah pelecehan seksual. Menurutnya, tak akan efektif. 

WARTAKOTALIVE.COM, GAMBIR - Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI Jakarta menyoroti transparansi dan akuntabilitas proyek jalan berbayar atau electronic road pricing (ERP) yang dilakukan pemerintah daerah.

Adapun rencana itu termaktub dalam rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pengendalian Lalu Lintas secara Elektronik (PLLE).

Anggota Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Eneng Malianasari meminta Pemprov DKI Jakarta tidak tergesa-gesa dalam pengerjaan teknis ERP, termasuk proses lelangnya. Sebab belum ada payung hukum yang kuat sebagai dasarnya.

“Pemprov DKI berencana melakukan lelang ERP dan menargetkan operasional ERP akan mulai dilakukan pada tahun 2023, pemprov harusnya lakukan pembahasan dan mengesahkan raperda PLLE terlebih dahulu sebelum melakukan teknis pengerjaan PLLE,” kata Eneng saat rapat paripurna di DPRD DKI Jakarta pada Selasa (12/7/2022).

Eneng mengatakan, PSI meminta agar Pemprov DKI Jakarta mengkaji dengan cermat keinginan untuk melakukan lelang ERP tersebut.

Baca juga: Politisi PSI Nilai Rencana Pemisahan Tempat Duduk di Angkot tak Efektif Cegah Pelecehan Seksual

Hal ini dikarenakan, proses lelang hanya mengacu pada Pergub Nomor 25 tahun 2017, padahal di sisi lain Raperda PLLE belum selesai dibahas dengan DPRD DKI Jakarta.

“Dikhawatirkan nanti akan ada kebingungan terkait aturan yang berlaku, apalagi kalau ada pertentangan muatan aturan antara Pergub dan Perda, yang dapat membawa permasalahan di kemudian hari,” kata Eneng dari Komisi C DPRD DKI Jakarta ini.

Menurutnya, mekanisme lelang ERP yang pernah dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta juga pernah mendapatkan kritik dari KPPU karena landasan hukum Pergub Nomor 5 tahun 2017 dinilai memuat pasal yang membuka celah adanya gugatan dugaan persengkongkolan dan bisa melanggar hukum.

Kedua, Fraksi PSI meminta agar nantinya ada transparansi lelang teknologi dan transparansi pemanfaatan dana hasil penerimaan dari tarif PLLE.

Baca juga: Politisi PSI tak Setuju Perubahan 22 Nama Jalan, Anggap Sosialisasi Minim Bikin Warga Bingung

PSI juga mengingatkan Pemprov DKI Jakarta untuk memastikan memasukkan unsur akuntabilitas dan transparansi dalam persiapan pelaksanaan lelang.

“Serta memastikan adanya proses pengawasan yang dapat diakses dan dimonitor oleh semua unsur masyarakat,” ujar.

Ketiga, Pemprov DKI Jakarta perlu mengevaluasi Kebijakan Ganjil-Genap (gage) terlebih dahulu, sebagai acuan penerapan Kebijakan PLLE nantinya.

Karena, banyak pihak menyayangkan bahwa kebijakan gage tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap angka kemacetan di Jakarta.

“Kemudian dinilai tidak memberikan sumbangsih terhadap kualitas udara di Jakarta, karena dinilai hanya memindahkan kemacetan ke ruas jalan lain selain 25 ruas jalan tersebut,” jelasnya.

Baca juga: Nonton Teater Musikal di TIM, Anies Baswedan: Terimakasih Telah Merawat Nostalgia

Ketiga, dalam pengambilan keputusan soal tarif PLLE, Pemprov DKI harus melibatkan berbagai unsur masyarakat.

Halaman
12
Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved