Ujaran Kebencian
Tak Dianggap Wartawan oleh Jaksa Meski Sudah Tunjukkan Kartu Pers, Edy Mulyadi: PWI Bisa Marah
Apalagi, Edy mengantongi kartu pers yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Terdakwa ujaran kebencian Edy Mulyadi keberatan atas tanggapan jaksa penuntut umum (JPU), yang tak menganggapnya sebaga insan pers.
Apalagi, Edy mengantongi kartu pers yang dikeluarkan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI).
Ia menilai, perbuatan JPU dapat melecehkan PWI.
Baca juga: Kadiv Propam Polri Pastikan AKBP Brotoseno Tak Pernah Dipecat, Cuma Disanksi Minta Maaf dan Demosi
"Ini kan bisa dianggap melecehkan PWI."
"Ini masih berlaku sampai 2023, 4 November," ujar Edy sambil menunjukkan kartu pers PWI miliknya kepada awak media di PN Jakarta, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (31/5/2022).
Untuk bisa memiliki kartu pers itu, kata Edy, harus melewati proses dan orientasi, sehingga tak bisa didapat dengan sembarangan.
Baca juga: Mahasiswa di Malang yang Diciduk Densus 88 Galang Dana untuk ISIS Lewat Grup Medsos Sejak 2019
Menurutnya, jika kabar ini tersiar hingga ke PWI, ia yakin pihak PWI pun akan marah.
"JPU tadi bilang bahwa kartu wartawan ini tidak serta merta otomatis yang bersangkutan seorang wartawan."
"Kalau PWI dengar bisa marah, karena PWI bikin kartu ini tidak sembarangan, ada orientasinya," tegas Edy.
Baca juga: Dua Kali Ditunda, Pembahasan Persiapan Pemilu 2024 di Komisi DPR Bakal Digelar Selasa Pekan Depan
Dalam sidang lanjutan hari ini, JPU memberi tanggapan atas eksepsi Edy terkait bukti yang menyatakan dirinya adalah seorang insan pers.
Menurut JPU, penasihat hukum Edy dengan sengaja mengemas seolah-olah Edy berprofesi sebagai seorang wartawan.
Meskipun, sewaktu pembacaan eksepsi sebelumnya, penasihat hukum Edy turut melampirkan dan menyerahkan fotokopi bukti pengakuan Edy sebagai wartawan.
Baca juga: KPU Mulai Tahapan Pemilu 2024 pada 14 Juni 2022, Jokowi Bakal Hadiri Peluncuran
"Namun tidak satu pun yang menunjukkan dan meyakinkan bahwa terdakwa benar seorang insan pers, kecuali bukti-bukti usang."
"Sekalipun terdakwa memiliki kartu keanggotaan pada organisasi PWI dengan nomor anggota 09.00.19895.21M, namun tidak cukup terdakwa membuktikan bahwa benar terdakwa seorang wartawan" tegas JPU.
Didakwa Sebar Berita Bohong untuk Bikin Onar, Berlindung pada Profesi Wartawan
Jaksa penuntut umum (JPU) mendakwa Edy Mulyadi membuat keonaran dari pernyataan 'tempat jin buang anak', soal Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota Negara (IKN).
Hal ini disampaikan JPU dalam sidang perdana yang beragendakan pembacaan dakwaan, dalam kasus ujaran kebencian saat konferensi pers KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat).
"Bahwa terdakwa Edy Mulyadi selaku pembicara dalam acara press conference yang dilaksanakan oleh KPAU (LSM Koalisi Persaudaraan & Advokasi Umat)."
Baca juga: DAFTAR Lengkap PPKM Jawa-Bali Hingga 23 Mei 2022: Level 3 Cuma di Pamekasan
"Sekaligus pemilik Channel Youtube “BANG EDY CHANNEL” dengan URL https://www.youtube.com/channel/UC-FwPx4rlHkdkG7_0KoFzsA."
"Dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong dengan sengaja menerbitkan keonaran di kalangan rakyat," ujar jaksa di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (10/5/2022).
Edy, lanjut jaksa, kerap mengunggah konten-konten video di akun YouTube-nya yang berisikan opini atau pedapat pribadi yang disampaikan seolah-olah fakta.
Baca juga: Jokowi: PPKM Tetap Berlanjut Sampai Betul-betul Yakin Covid-19 Seratus Persen Bisa Kita Kendalikan
"Akun YouTube yang baru dioperasikan terdakwa atau efektif pada tahun 2021 ini, dengan mengunggah video terkait pandangannya bersifat opini, pendapat, atau penafsiran pribadinya menyangkut politik serta kebijakan pemerintah saat ini," papar jaksa.
Dari YouTube channel Edy Mulyadi, jaksa mengatakan ada beberapa konten yang menyiarkan berita bohong dan menimbulkan keonaran.
Di antaranya, konten yang berjudul 'Tolak pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat,' di mana dalam video ini ada pernyataan Edy menyebut 'tempat jin buang anak'.
Baca juga: Menteri Kesehatan: Kemungkinan Besar Penyebab Hepatitis Akut Adalah Adenovirus Strain 41
"Tolak Pemindahan Ibu Kota Negara Proyek Oligarki Merampok Uang Rakyat', di antara isi transkrip konten terdakwa yaitu 'punya gedung sendiri lalu dijual pindah ke tempat jin buang anak, dan kalau pasalnya kuntilanak, genderuwo, ngapain gue bangun di sana'."
"Poin berikutnya 'Cuma Bancakan Oligarki Koalisi Masyrakat Tolak pemindahan IKN', di antara transkrip isi konten terdakwa yaitu 'seruan saya tetap sama cabut ini keputusan pemindahan IKN yang seharusnya memulihkan Kaltim dan Jakarta'," tutur jaksa.
Jaksa menilai Edy selalu berlindung pada profesi kewartawanan, padahal perusahaan pers FNN yang ia awaki, tidak tidak terdaftar di Dewan Pers.
Baca juga: Beda dari Covid-19, Penyakit Mulut dan Kuku pada Hewan Sangat Jarang Menular ke Manusia
"Akan tetapi perusahaan pers FNN tersebut tidak terdaftar pada Dewan Pers setelah dicek, dan telah pula dilakukan penelitian resmi oleh Dewan Pers sebagai lembaga yang berwenang di Indonesia."
"Sekalipun Edy channel tak terdaftar di Dewan Pers, tapi akun tersebut rutin mengunggah berita dan rutin mengulas pendapat kebijakan pemerintah yang tendensius," sambung jaksa.
Karena itu, Edy Mulyadi didakwa melanggar pasal 14 ayat (1) UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider pasal 14 ayat (2) UU 1/1946 atau kedua pasal 45A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) UU 19/2016 tentang Perubahan atas UU 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga pasal 156 KUHP. (Mario Christian Sumampow)