Partai Golkar Jakarta

Hasil FGD DPD Golkar DKI Terkait Sistem Pemerintahan Jakarta Akan Dibahas Komisi II DPR RI

Hasil FGD DPD Golkar DKI Terkait Sistem Pemerintahan Jakarta Akan Dibahas Komisi II DPR RI. Berikut Selengkapnya

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dwi Rizki
Warta Kota
Focus Group Discussion (FGD) DPD Partai Golkar yang digelar Warta Kota Network di Kantor DPD Golkar DKI, Menteng, Jakarta Pusat pada Selasa (22/3/2022). Hadir Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golkar DKI Jakarta Ahmed Zaki Iskandar, pakar pemerintahan otonomi daerah Prof Dr Ryaas Rasyid, guru besar IPDN Prof Dr Sadu Wasistiono MS, dan Ketua Komisi II DPR RI Dr H Ahmad Doli Kurnia S.Si, MT 

Tunggal sejak zaman Belanda

Pakar pemerintahan otonomi daerah Prof Dr Ryaas Rasyid mengingatkan bahwa sistem pemerintahan di Jakarta sejak zaman penjajahan Belanda adalah pemerintahan tunggal.

Artinya, segala kebijakan diatur di tingkat provinsi, dari yang awalnya dipimpin Wali Kota hingga sekarang menjadi Gubernur.

Prof Ryaas mengaku tidak bisa membayangkan sejumlah regulasi yang akan dikeluarkan wali kota di Jakarta jika pemerintah pusat melimpahkan kewenangan pada daerah tingkat dua.

Masing-masing wali kota di Jakarta diyakini bisa membentuk Peraturan Daerah (Perda) yang berpotensi tidak saling selaras.

"Anda bisa bayangkan kalau sudut daerah itu kabupaten dan kota masing-masing otonomi, beda-beda Perda-nya. Nah ini yang mungkin harus dipikirkan dampaknya itu, menguntungkan atau tidak," papar Ryaas.

"Kalau (Jakarta) itu dibuat seperti persis provinsi yang lain, harus ada DPRD nah itu kalau saya orang partai politik pasti suka. Saya punya pengalaman dengan pemekaran daerah itu yang paling semangat adalah parpol, begitu daerah dibuka maka lapangan pekerjaan terbuka lagi kan karena ada lagi DPRD," ujarnya.

Menteri Negara Otonomi Daerah dalam kabinet Persatuan Nasional (26 Oktober 1999-9 Agustus 2001) ini meyakini pemerintah pusat akan membahas secara mendalam jika menginginkan adanya pelimpahan kewenangan kepada pemerintahan tingkat dua.

Meski demikian, Prof Ryaas sepakat bahwa Jakarta harus tetap menjadi provinsi karena dilihat dari historis berdirinya Jakarta.

"Tidak mungkin Anda hilangkan historis karena itu sudah terpatok, masa Jakarta turun kelas? Kan naik kelas juga tidak mungkin karena tak mungkin menjadi negara. Kalau Jakarta tetap daerah provinsi statusnya, apakah itu khusus atau istilah lainnya maka ide mengenai kota otonom itu masih bisa diselamatkan," papar Ryaas.

"Karena tidak mungkin kan ada kota otonom, tanpa provinsinya. Masak orientasi kepada Provinsi Banten atau Jawa Barat, itu tidak mungkin karena menjadi pelecehan terhadap sejarah," jelasnya.

Kekhususan Jakarta

Sementara Prof Sadu menyebut berpindahnya salah satu fungsi utama Kota Jakarta sebagai IKN dan pusat pemerintahan nasional membawa konsekuensi perlunya perubahan nama DKI Jakarta.

Salah satu alternatif nama yang disarankan adalah Daerah Khusus Provinsi Jakarta (DKP) Jakarta. Kekhususan yang dimiliki oleh Kota Jakarta adalah sebagai pusat bisnis nasional, pusat keuangan dan perbankan skala nasional, pusat lembaga-lembaga internasional, dan fungsi-fungsi spesifik lainnya.

"Dengan adanya nama khusus, maka berbagai kekhususan yang selama ini dimiliki DKI Jakarta sedapat mungkin dipertahankan. Kekhususan tersebut antara lain otonominya hanya satu susunan yakni pada provinsi sehingga kota/kabupaten yang ada selama ini tetap bersifat administratif, dan dapat menjalankan fungsinya seperti sebelumnya," ujar Prof Sadu.

Halaman
123
Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved