PSHK Sebut Peraturan Pelabelan BPA Pada Galon Polikarbonat Beresiko Masuk Judicial Review MA
Fajri menyebut sebaiknya ada semacam ruang penyelesaian ketidaksepakatannya sebelum tahap harmonisasi, dengan mempertemukan pihak-pihak terkait saja.
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Direktur Advokasi dan Jaringan Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Fajri Nursyamsi menyebut bahwa ada ketidaksepahaman yang masih terjadi antar kementerian dan lembaga terkait.
Yaitu terkait adanya rencana perubahan Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan harus diselesaikan dalam pembahasan antar Kementerian (PAK) beresiko masuk ranah Judicial Review jika prosesnya dilakukan
Fajri menyebut sebaiknya ada semacam ruang penyelesaian ketidaksepakatannya sebelum tahap harmonisasi, dengan mempertemukan pihak-pihak terkait saja, tidak perlu seluruh kementerian dan lembaga (K/L).
Baca juga: Khawatir Banyak Orang Tua Terpapar Hoaks Bahaya BPA, Kak Seto Minta BPOM dan Kemenkes Klarifikasi
Baca juga: BPOM Berencana Labeli Galon ‘Berpotensi Mengandung BPA’, Organisasi Depo Air Isi Ulang Menolak Keras
“Jadi, sebelum ada kesepakatan antar kementerian dan lembaga terkait, maka harusnya ditunda dulu harmonisasinya. Karena, itu berarti secara substansi belum dapat disepakati K/L terkait,” ujar Fajri dalam siaran tertulisnya, Minggu (30/1/2022).
Sayangnya, lanjut Fajri proses harmonisasi telah dilakukan di awal Januari ditengah adanya ketidaksepakatan dari beberapa pemangku kepentingan dan belum dilakukannya Regulatory Impact Analysis.
Fajri menegaskan bahwa selayaknya pembentukan suatu peraturan, prosesnya harus dilakukan secara transparan dan partisipatif. Apalagi kalau peraturannya itu akan mengikat pihak luar institusi pembentuknya.
Karena revisi Peraturan BPOM itu sudah masuk harmonisasi dan sudah dikirim ke Kantor Seskab, menurut Fajri, sebaiknya Kemenkumham maka jika diloloskan akan ada beberapa resiko.
“Apabila tetap dilanjutkan prosesnya sampai kemudian disahkan, pengujian Peraturan Menteri/Kepala Lembaga itu bisa dibawa ke Mahkamah Agung karena dianggap bertentangan dengan UU,” katanya.
Namun, dia mengatakan akan sangat disayangkan apabila yang mengajukan itu adalah bagian dari pemerintah juga yang sejatinya tidak setuju kehadiran peraturan itu.
“Jadi, menurut saya, sebaiknya permasalahan itu diselesaikan dalam proses pembentukannya di internal pemerintah sebelum disahkan,” tukasnya.
Seperti diketahui, Kementerian Perindustrian dengan tegas menolak Peraturan PBOM yang akan melakukan pelabelan BPA terhadap galon polikarbonat.
Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar (Mintegar), Edy Sutopo, dengan tegas mengatakan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tidak setuju dengan adanya peraturan BPOM mengenai sertifikasi atau labelisasi BPA pada kemasan galon polikarbonat.
Menurutnya, sertifikasi BPA itu hanya akan menambah cost yang mengurangi daya saing Indonesia.
Baca juga: Wakil Ketua Komisi IX DPR Bantah Bahas BPA Kemasan dengan BPOM
Baca juga: Pakar Polimer ITB Sebut Ada Narasi yang Salah dalam Memahami Kandungan BPA Galon Berbahan PC
“Jadi, menurut kami sertifikasi BPA saat ini belum diperlukan. Sertifikasi BPA itu hanya akan menambah cost atau mengurangi daya saing Indonesia,” ujarnya dalam keterangannya di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Kata Edy, substansi isunya sendiri masih debatable. “Sebenarnya, yang diperlukan itu adalah edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat bagaimana cara handling dan penggunaan kemasan yang menggunakan bahan penolong BPA dengan benar. Jadi, bukan malah memunculkan masalah baru yang merusak industri,” ucapnya.
