Omnibus Law

Baleg DPR: Jangan Salah Persepsi, MK Nyatakan UU Cipta Kerja Tetap Berlaku

Putusan MK, lanjutnya, dikeluarkan berdasarkan permohonan uji formil terhadap UU Cipta Kerja.

jdih.setneg.go.id
Anggota Baleg DPR Christina Aryani menegaskan, putusan MK menyatakan UU Cipta Kerja tetap berlaku, sampai dilakukan perbaikan dengan tenggat waktu dua tahun. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Anggota Baleg DPR Christina Aryani menegaskan, putusan MK menyatakan UU Cipta Kerja tetap berlaku, sampai dilakukan perbaikan dengan tenggat waktu dua tahun.

"Supaya publik jangan salah persepsi, seolah-olah putusan MK ini menyatakan bahwa aturan pelaksanaan UU Cipta Kerja tidak berlaku."

"Ini yang perlu diluruskan."

Baca juga: Panglima TNI Diharapkan Temui Komnas HAM Sebelum Paparkan Pendekatan Baru Tangani Konflik Papua

"Bahwa Putusan MK tidak membatalkan UU Cipta Kerja, dan menyatakannya tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan pembentukannya sesuai dengan tenggat waktu 2 tahun," kata Christina kepada wartawan, Sabtu (27/11/2021).

Politisi Partai Golkar ini menjelaskan, konsekuensi keberlakuan ini berarti semua aturan pelaksanaan yang telah dibentuk sebelumnya, juga tetap berlaku.

Putusan MK, lanjutnya, dikeluarkan berdasarkan permohonan uji formil terhadap UU Cipta Kerja.

Baca juga: Pengendara yang Lolos Posko PPKM Bakal Ditempeli Stiker, Wajib Kantongi SKM

Formil dimaknai pada proses pembentukan undang-undangnya, yang dalam hal ini mengacu pada UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Sementara, terhadap permohonan uji materiil (substansi) UU Cipta Kerja, pada hari yang sama MK telah memutuskan permohonan tidak dapat diterima, akibat UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat.

"Jadi persepsinya harus jelas dulu, jangan sampai kita keliru," sambungnya.

Baca juga: Masyarakat yang Belum Divaksin Covid-19 Tak Bakal Dilayani Beli Tiket Transportasi Umum

Untuk tindak lanjut putusan MK, Christina mendorong pemerintah agar secepatnya berkomunikasi dengan DPR, untuk membahas perbaikan pembentukan UU Cipta Kerja.

"Ini tentu harus segera dilakukan," cetus Christina.

Senada, pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengingatkan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku selama dua tahun ke depan.

Baca juga: Tak Kunjung Rekrut 57 Bekas Pegawai KPK Jadi ASN, Polri Masih Tunggu Aturan Terbit

Sebab, dalam putusannya, kata dia, MK menginstruksikan pemerintah dan DPR memperbaiki UU Cipta Kerja dalam kurun dua tahun.

Maka itu, Bivitri menganggap putusan MK yang menyebut UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat, bukanlah sebuah kemenangan.

"Meski dikabulkan, sebenarnya ini bukan sebuah kemenangan bagi pemohon, karena UU Cipta Kerja tetap berlaku sampai 2 tahun lagi," ujar Bivitri, Sabtu (27/11/2021).

Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 27 November 2021: Suntikan Pertama 138.119.613, Dosis Kedua 93.666.839

Meski demikian, terdapat amar putusan MK yang dinilai Bivitri sedikit melegakan.

Yaitu, peraturan pelaksana UU Cipta Kerja seperti peraturan pemerintah (PP) dan peraturan presiden (perpres) baru, tidak boleh dikeluarkan selama dua tahun ke depan.

"Tetapi inipun berarti, peraturan pelaksana yang sudah ada dan penuh kritik tetap berlaku," terangnya.

Baca juga: WHO Langsung Naikkan Level Omicron Jadi Varian of Concern, Epidemiolog: Pertanda Sangat Serius

Atas hal ini, Bivtri menyarankan agar publik tetap memantau proses uji materiel berbagai pasal di UU Cipta Kerja yang masih berlangsung.

Pemantauan mesti dilakukan, agar norma-norma yang kemungkinan akan dinyatakan inkonstitusional ataupun ditafsirkan oleh MK, dapat menyumbang pembahasan perbaikan UU Cipta Kerja.

Selain itu, ujar Bivitri, pemerintah dan DPR wajib mempelajari pertimbangan MK untuk memperbaiki proses legislasi UU Cipta Kerja, seperti yang diperintahkan.

Baca juga: Analisa Awal Epidemiolog, Varian Omicron 400 Persen Menular Lebih Cepat Dibandingkan Delta

"Sehingga semua asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik, harus dipenuhi secara substantif."

"Dua tahun bukan waktu yang sedikit untuk memulai kembali proses legislasi ini," paparnya.

Pengawasan, dinilai Bivitri, juga harus dilakukan terhadap apakah pemerintah betul-betul menangguhkan segala tindakan ataupun kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Baca juga: Aturan Ganjil Genap di Semua Objek Wisata pada 20 Desember-2 Januari, Pelanggar Bakal Diputar Balik

Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-undang Cipta Kerja Nomor 11/2020,  bertentangan dengan UUD 1945.

"Menyatakan pembentukan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia nomor 6573) bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945."

"Dan tidak mempunyai ketentuan hukum yang mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang yang disiarkan Chanel YouTube MK, Kamis (25/11/2021).

Baca juga: KRONOLOGI Cekcok Ibu Arteria Dahlan di Bandara, Anggiat Pasaribu Ternyata Pengidap Leukimia

MK pun memerintahkan DPR dan pemerintah memperbaiki UU Cipta Kerja dalam jangka waktu 2 tahun ke depan.

"Dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU 11/2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen," kata Anwar.

Anwar juga mengatakan, jika tak dilakukan perbaikan, maka materi muatan atau pasal UU yang dicabut UU Cipta Kerja harus dinyatakan berlaku kembali.

Baca juga: Diperiksa Polisi karena Mimpi Bertemu Rasulullah, Haikal Hassan: Terjadi Saat Anak Saya Meninggal

"Menyatakan untuk menangguhkan segala tindakan atau kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas."

"Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja," ucap Anwar

Dalam putusan ini, empat hakim MK menyatakan dissenting opinion, yakni Anwar Usman, Daniel Yusmic, Arief Hidayat, dan Manahan MP Sitompul.

Baca juga: AHY: Moeldoko Tidak akan Berhenti Sampai Keinginannya Tercapai, Bahkan Menghalalkan Segala Cara

Putusan MK ini merujuk pada uji formil yang diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas.

Lalu, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta tiga orang mahasiswa, yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.

Uji formil tersebut tercatat dalam 91/PUU-XVIII/2020. (Vincentius Jyestha/Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved