Wakil Ketua Komisi III DPR: Tidak Semua Korupsi Harus Berujung Hukuman Mati
Jaksa Agung ST Burhanuddin mengkaji kemungkinan menuntut hukuman mati kepada koruptor.
Ia mencontohkan, sanksi itu termaktub dalam Pasal 2 ayat (2) UU Pemberantasan Tipikor, yang merumuskan korupsi yang dilakukan dalam keadaan tertentu dapat dijatuhi hukuman pidana mati.
Misalnya, kata dia, dana-dana yang diperuntukkan untuk penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, kerusuhan sosial yang meluas, hingga penanggulangan krisis ekonomi dan moneter.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 18 November 2021: Suntikan Pertama 132.073.986, Dosis Kedua 86.335.923
Kemudian, ia juga mengatakan frasa pengulangan tindak pidana sebagai syarat penjatuhan hukuman mati bagi koruptor dikaji ulang.
Burhanuddin merujuk pada konsep residivis dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang memaknai pengulangan sebagai perbuatan pidana setelah dikembalikan ke masyarakat.
Jika diterapkan dalam tindak pidana korupsi, Burhanuddin menilai konsep residivis itu tidak akan berjalan efektif dan menimbulkan efek jera.
Baca juga: Epidemiolog UI: Kita Bisa Tekan Lonjakan, Tak Mungkin Ada Gelombang Ketiga, Jangan Terlalu Paranoid
Sebab, koruptor dapat melakukan korupsi di berbagai tempat dengan modus yang berbeda.
"Jika pelaku sudah diputus dengan hukuman penjara dan pelaku tersebut telah melakukan perbuatan korupsi di tempat lain, apakah terhadap pelaku tersebut dapat dikenakan pengulangan tindak pidana dalam korupsi?"
"Isu hukum ini patut kita renungkan bersama dan kaji lebih dalam," ucapnya.
Baca juga: Relawan Jokowi: Menteri yang Sudah Berpikir Jadi Capres-Cawapres Tidak Tahu Malu dan Tak Berakhlak
Sebelumnya, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengkaji kemungkinan menuntut hukuman mati kepada koruptor.
Penerapan tuntutan hukuman mati ini ia nilai tepat untuk memberikan rasa keadilan di masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan Burhannudin saat melakukan briefing bersama Kajati, Wakajati, Kajari, dan Kacabjari, dalam rangka kunjungan kerja di Kejaksaan Tinggi Kalimantan Tengah, Kamis (28/10/2021).
Baca juga: BREAKING NEWS: Tes PCR Turun Harga Jadi Rp 275 Ribu untuk Jawa-Bali, Rp 300 Ribu di Pulau Lain
"Bapak Jaksa Agung sedang mengkaji kemungkinan penerapan hukuman mati, guna memberikan rasa keadilan dalam penuntutan perkara dimaksud."
"Tentunya penerapannya harus tetap memperhatikan hukum positif yang berlaku, serta nilai-nilai hak asasi manusia," kata Kapuspenkum Kejagung Leonard Eben Ezer, Kamis (28/10/2021).
Jaksa Agung, kata Leo, mempertimbangkan tuntutan hukuman mati, setelah melihat penanganan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani Kejaksaan Agung.
Baca juga: Penyuntikan Dimulai Tahun Depan, Pemerintah Kaji Kombinasi Merek Paling Ideal untuk Vaksin Booster
Dua yang menjadi sorotan adalah kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri.