10 Siswa SPN Batam di Sel dan Leher Dirantai, Pemprov Kepri Bentuk Tim Khusus
Tim Pemantauan gabungan kasus Batam terdiri dari unsur Itjen Kemendikbud Ristek, KPAI, dan masyarakat sipil diwakili Maarif Institute.
Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Budi Sam Law Malau
Tim akan bertugas mengumpulkan bukti pendukung untuk menyampaikan rekomendasi kepada Gubenur Kepulauan Riau terkait pemberian sanksi kepada SPN Dirgantara sesuai ketentuan peraturan perundangan yang berlaku, apalagi kasus kekerasan ini merupakan pengulangan, karena pernah terjadi pada tahun 2018. Audit dilakukan mulai dari penggunaan Dana BOS 2017 s.d.2021 sampai kelayakan sekolah berdasarkan 8 Standar Nasional Pendidikan.
Ketiga, Pemprov Kepulauan Riau Segera Bersurat Kepada LPSK
Dalam upaya melakukan Perlindungan Anak Saksi dan Anak Korban setelah melakukan pelaporan ke Polda Kepulauan Riau pada Jumat pagi (19/11), maka perlindungan keselamatan anak-anak dan keluarganya akan dimohonkan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Surat akan dikirimkan pada Senin (22/11), sementara Komisioner KPAI, Retno Listyarti mendapatkan tugas berkoordinasi terlebih dahulu dengan Ketua LPSK.
Keempat, Mendukung Penuh Laporan Dugaan Pidana Oknum Polisi berinisal ED Ke Polda Kepri
Kasus pidana kekerasan terhadap anak diserahkan sepenuhnya pada Kepolisian sebagai aparat penegak hukum. Dinas PPPA/PP-KB akan menugaskan psikolognya untuk mendampingi anak-anak korban melapor ke Polda Kepri pada Jumat (19/11) dan selama BAP nantinya, makanya anak-anak akan selalu di dampingi orangtua dan psikolog sesuai ketentuan dalam UU No. 11/2021 tentang Sistem peradilan Pidana Anak (SPPA). Dalam proses selanjutnya, anak-anak korban dapat didampingi oleh LPSK.
Kelima, Opsi Sanksi Terhadap SPN Dirgantara Batam Dari Rekomendasi Tim
Ada 4 (empat) opsi yang mengemuka dalam FGD, yang tentu saja akan ditentukan pilihan opsi tergantung pada hasil audit dan investigasi Tim Khusus Kasus SPN Dirgantara Batam yang SK pengangkatannya akan ditandatangi Setda Kepulauan Riau. Adapun keempat 0-si tersebut adalah sebagai berikut:
(1) Pencabutan ijin operasional sekolah;
(2) Penghentian Dana BOS
(3) Larangan Menerima Peserta Didik Baru mulai Tahun Ajaran 2022/2023
(4) Membuka ruang Asesmen keseluruh Peserta Didik SPN Dirgantara Batam jika ingin Mutasi Ke Sekolah Lain.
Baca juga: Usung Fusion Funk, Band Tiga Mawarnih Hadirkan Lantunan Mendiang Nike Ardila
Baca juga: Ganda Putra Jepang Tak Ingin Terbawa Pola Permainan Marcus/Kevin di Final
Baca juga: Ingin Hamil Alami, Fanny Ghassani Tetap Sabar Menunggu Kehadiran Anak Setelah 4 Tahun Menikah
Sebelumnya Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kota Batam menerima laporan dari 10 orangtua peserta didik yang anaknya mengalami kekerasan di SPN Dirgantara Kota Batam.
Hal itu dikatakan Komisioner KPAI Retno Listyarti, Kamis (18/11/2021).
"Kekerasan yang dialami berupa pemenjaraan atau dimasukan ke dalam sel tahanan, ditampar, ditendang, dan lain-lain. Siswa yang dihukum dengan dimasukan sel tahanan bisa sampai berbulan-bulan, tergantung kesalahan yang dilakukan peserta didik," kata Retno.
“Sel tahanan menurut para orangtua pengadu di fungsikan saat ada peserta didik yang melakukan pelanggaran disiplin, di sel penjara tersebut, seorang siswa bisa dikurung berminggu-minggu bahkan berbulan tergantung kesalahannya dan dianggap sebagai konseling. Selain dikurung anak-anak juga akan mengalami hukuman fisik seperti pemukulan, bahkan ada korban yang rahangnya sampai bergeser,” ungkap Retno.
Atas pengaduan ke-10 orangtua siswa tersebut, KPAI melakukan koordinasi dengan Inspektorat Jenderal Kemendikbudristek untuk pengawasan dan penanganan kasus kekerasan di satuan pendidikan tersebut.
"Mengingat Menteri Nadiem sudah bertekad akan mencegah dan menangani tiga (3) dosa di pendidikan, yaitu Kekerasan, Kekerasan Seksual dan Intoleransi," ujarnya.
KPAI kata Retno mengapresiasi Itjen Kemendikbudristek yang merespon sangat cepat saat menerima pengaduan dari KPAI.