Virus Corona
Molnupiravir Tiba Bulan Depan, Menkes: Kalau Ada Gelombang Baru, Kita Sudah Siap dengan Obatnya
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, obat ini diklaim dapat mengurangi risiko pasien Covid-19 dirawat di rumah sakit.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Molnupiravir, obat Covid-19 buatan Merck, direncanaan tiba di Indonesia pada Desember 2021.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, obat ini diklaim dapat mengurangi risiko pasien Covid-19 dirawat di rumah sakit.
Ia juga berharap kehadiran obat ini bisa mengatasi gejolak, jika terjadi gelombang ketiga pandemi Covid-19.
Baca juga: Zona Merah Covid-19 di Indonesia Masih Nihil, Kuning Berkurang Jadi 480, Oranye Kosong
"Mudah-mudahan tidak ada gejolak, tapi toh kalau ada gelombang baru kita sudah siap dengan obat-obatannya," kata Budi saat konferensi pers usai rapat terbatas dengan Presiden Jokowi terkait Evaluasi PPKM yang disiarkan kanal YouTube Sekretariat Presiden, Senin (15/11/2021).
Budi mengatakan, saat ini pemerintah masih menunggu izin penggunaan darurat produk medis atau Emergency Use Authorization (EUA) dari FDA.
Budi menegaskan, pemerintah masih terus mengkaji alternatif obat Covid-19 lainnya.
"Kami akan terus bekerja sama dengan BPOM untuk mengkaji alternatif obat ini," jelasnya.
Harga di Bawah Rp 1 Juta
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, harga obat Covid-19 Molnupiravir bakal di bawah Rp 1 juta.
Obat Covid-19 pertama ini akan tiba di Indonesia pada Desember 2021.
"Antara 40 sampai 50 US Dolar, jadi enggak terlalu mahal, di bawah Rp 1 juta," ungkap Budi dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR, Senin (8/11/2021).
Baca juga: Jawab Isu LGBT di TNI, Jenderal Andika Perkasa: Sesuai Aturan Saja
Ia memaparkan, obat ini diperuntukkan bagi pasien dengan gejala ringan sampai sedang.
Setiap pasien akan diberikan Molnuvirapir selama 5 hari, di mana sehari meminum 8 tablet, sehingga satu pasien bergejala Covid-19 ringan sampai sedang membutuhkan 40 tablet.
"Hasil uji klinis di luar negeri, pasien yang diberikan obat ini 50 persen bisa tidak masuk ke rumah sakit," ungkapnya.
Baca juga: Harga Tes PCR Mahal, Pooling Specimens Jadi Solusi Penghematan
Mantan Dirut Bank Mandiri ini mengatakan, kesepakatan pemerintah dengan produsen Molnupiravir Merck and Co, telah mencapai tahap akhir.
Indonesia direncanakan akan menerima obat tersebut pada akhir tahun ini.
Budi menyebut, sekitar 600-1 juta tablet Molnupiravir akan tiba di tanah air, sebagai antisipasi gelombang ketiga Covid-19.
Baca juga: Tak Didampingi Panglima TNI, KSAU, dan KSAL, Jenderal Andika Perkasa: Memang Enggak Ada Tradisinya
"Lebih 600 sampai 1 juta tablet sementara kita beli dan tiba pada Bulan Desember."
"Jadi mempersiapkan diri, mudah-mudahan tidak terjadi, tapi kalau terjadi, sengaja kita punya stok obatnya dulu, tapi jangka menengah," terang Budi.
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Penny K Lukito menyebut izin penggunaan obat Molnupiravir tengah berproses.
Baca juga: Jaksa Agung Diduga Berpoligami, Legislator Nasdem: Kerjanya Bagus dan Ganas, Wajar Diserang
"Akan berproses di Indonesia."
"Ke depan ada kesempatan untuk kita melakukan produksi sendiri," jelas perempuan berhijab ini.
Untuk Gejala Ringan
Molnupiravir, obat produksi Merck, Amerika Serikat, bakal tiba di Indonesia bulan depan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, kehadiran obat ini sebagai salah satu antisipasi gelombang ketiga Covid-19 yang diprediksi terjadi pada akhir 2021 atau awal 2022.
Lantas, pasien dengan kriteria seperti apa yang bisa menerima obat ini?
Baca juga: Siang Ini Partai Kebangkitan Nusantara Pimpinan Gede Pasek Suardika Didaftarkan ke Kemenkumham
Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono menjelaskan, Molnupiravir merupakan golongan obat antivirus yang memiliki fungsi untuk menghambat virus bereplikasi.
Hasil uji klinis tahap 3 mengungkapkan, Molnupiravir sanggup menurunkan angka kematian sebanyak 50 persen pada kasus ringan.
"Sekali lagi ini untuk kasus ringan, bukan kasus sedang dan kasus berat," katanya dalam kegiatan virtual bersama KPK baru-baru ini.
Baca juga: Tahun Depan Anas Urbaningrum Bebas dari Penjara, Bakal Gabung ke Partai Kebangkitan Nasional?
Meski demikian, Dante menegaskan kehadiran obat antivirus ini bukan game changer atau pengubah situasi dalam menghadapi pandemi Covid-19.
"Game of changer-nya adalah mosaik yang terbentuk mulai dari protokol kesehatan yang baik, vaksinasi yang cepat, dan pengobatan mumpuni," terangnya.
Sementara, Ahli epidemiologi Pandu Riono dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI) menegaskan, manfaat vaksinasi jauh lebih baik daripada obat.
Baca juga: Partai Buruh Minta Harga Tes PCR Rp 100 Ribu Seperti di India, Pemerintah Harus Menyubsidi
Ia mengatakan, vaksinasi sebagai upaya untuk mencegah agar tidak terinfeksi Covid-19 yang parah bahkan kematian.
"Terus terang, semua jenis vaksin Covid19 jauh lebih bermanfaat dibanding molnupriravir yang diduga bermanfaat pada 5 hari pertama setelah terinfeksi, dan hanya yang bergejala sedang."
"Efeknya jauh lebih bajk untuk mencegah agar kena Covid-19 yang parah dan alami kematian. Fokus pada vaksinasi," tuturnya, dikutip dari akun twitter @drpriono1.
Baca juga: Wajibkan Tes PCR Lagi, Pemerintah Diduga Bantu Penyedia Jasa Habiskan Barang yang Mau Kedaluwarsa
Sebelumnya, pemerintah segera menyepakati pengadaan obat Molnupiravir di Indonesia, sebagai antisipasi gelombang ketiga Covid-19 yang diprediksi terjadi pada akhir 2021 atau awal 2022
Kesepakatan itu merupakan hasil kunjungan perwakilan RI ke Amerika Serikat beberapa waktu lalu
"Kami mendampingi Pak Menko Marves sudah berkunjung ke Merck di Amerika Serikat."
Baca juga: Jokowi Lantik 17 Duta Besar, Jubir Presiden Tugas di Kazakhstan, Mantan Ketua Kadin di Amerika
"Dan kami sudah sampai di tahap finalisasi agreement," ujar Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam konferensi pers virtual, Senin (25/10/2021).
Menkes mengatakan, rencananya pada akhir tahun ini obat besutan produsen Merck itu tiba di Indonesia.
"Tablet Molnupiravir diusahakan di akhir tahun ini (tiba di Indonesia)."
Baca juga: Yaqut Cholil Qoumas Bilang Kementeriannya Hadiah Negara untuk NU, Anwar Abbas: Bubarkan Saja Kemenag
"Sehingga kita punya cadangan cukup jika ada potensi gelombang berikutnya," jelas mantan dirut Bank Mandiri ini.
Selain menyepakati pengadaan Molnupiravir, pihaknya juga menjajaki agar perusahaan asal Amerika Serikat ini dapat membangun pabriknya di Indonesia.
"Kami sudah menjajaki dengan mereka agar bisa membangun pabrik obatnya juga di Indonesia, termasuk bahan baku obatnya," imbuh Budi.
Rencanakan Uji Klinis
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan, pihaknya terus bekerja sama dengan BPOM dan berbagai rumah sakit vertikal, untuk melakukan review dan uji klinis obat-obatan dalam penanganan Covid-19 di tanah air.
Baik yang bersifat monoclonal antibodies (protein buatan yang meniru kemampuan sistem kekebalan tubuh untuk melawan patogen berbahaya), seperti obat-obatan besutan produsen Ely lili, Renegeron, maupun celltrion.
Juga, obat-obatan yang bersifat antivirus seperti Molnupiravir buatan perusahaan Amerika Serikat Merck.
Baca juga: Polri dan Mantan Pegawai KPK Bertemu Bahas Perekrutan Jadi ASN, Bakal Ada Pertemuan Selanjutnya
"Jadi obat-obatan tersebut sudah kita approach pabrikannya," ujar Budi dalam konferensi pers virtual Perpanjangan PPKM, Senin (4/10/2021).
Budi melanjutkan, Indonesia juga merencanakan memulai uji klinis sejumlah obat-obat itu.
"Diharapkan di akhir tahun ini kita sudah bisa mengetahui obat-obat mana kira-kira cocok untuk kondisi masyarakat kita," imbuh mantan Dirut Bank Mandiri ini.
Baca juga: HUT ke-76 TNI, Jokowi Minta Kebijakan Belanja Diubah Jadi Investasi Pertahanan yang Berkelanjutan
Sebelumnya, Pil antivirus Molnupiravir diklaim mampu mencegah kematian akibat Covid-19 hingga 50 persen.
Temuan ini pertama diumumkan pada Jumat (1/10/2021) lalu.
Obat antiviral ini dikembangkan oleh perusahaan Merck dan Ridgeback, Amerika Serikat.
Baca juga: DAFTAR Lengkap PPKM Jawa-Bali Hingga 18 Oktober 2021, Blitar Jadi Daerah Pertama Masuk Level 1
Hasil penelitian interim menunjukkan penurunan sebesar 50 persen angka perawatan di rumah sakit, juga mencegah kematian akibat Covid-19, pada pasien derajat ringan dan sedang.
Datanya menunjukkan 7.3 persen pasien (28 orang) yang mendapat molnupiravir (385 orang) dirawat di rumah sakit sampai hari ke 29 penelitian.
Sementara, pada mereka yang tidak mendapat Molnupiravir, artinya dapat plasebo saja (377 orang) ada 53 orang (14.1 persen) yang harus masuk RS, jadi sekitar dua kali lipat lebih banyak.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 5 Oktober 2021: Suntikan Pertama 94.939.217, Dosis Kedua 53.656.921
Selain data masuk rumah sakit pada mereka yang tidak dapat Molnupiravir, ada 8 orang yang meninggal.
Sedangkan yang mendapat molnupiravir memang tidak ada yang meninggal sampai hari ke-29 penelitian ini dilakukan.
Sampel penelitiannya adalah Covid-19 ringan dan sedang, dengan onset gejala paling lama 5 hari (tadinya pernah dirancang untuk 7 hari, lalu diturunkan menjadi 5 hari).
Baca juga: DAFTAR 3 Jenderal Bintang Lima di Indonesia, Cuma Ada Delapan Orang di Dunia
Data juga menunjukkan 40 persen sampelnya, memiliki efikasi yang konsisten pada berbagai varian yang ditemukan, yaitu Gamma, Delta, dan Mu.
Secara umum efek samping adalah seimbang antara yang mendapat Molnupiravir dan Plasebo, yaitu 35 persen dan 40 persen.
Sampel penelitian ini mempunyai setidaknya satu faktor risiko, atau yang biasa dikenal dengan Komorbid (seperti obesitas, diabetes mellitus, penyakit jantung dan juga usia tua (>60 tahun).
Baca juga: DAFTAR Lengkap Panglima TNI Sejak 1945: Dari AU dan AL Masing-masing Baru Ada Dua
Hasil interim uji klinik fase 3 ini kabarnya akan diproses untuk kemungkinan izin edar dalam bentuk Emergency Use of Authorization (EUA) ke BPOM Amerika Serikat (US-FDA), yang tentu nanti akan menilai semua data dan kelayakan.
Pada April 2021, uji klinik obat Molnupiravir ini pada pasien yang dirawat di rumah sakit dihentikan, karena tidak menunjukkan hasil yang baik pada pasien yang sudah masuk rumah sakit.
Sehingga, waktu itu diputuskan penelitian diteruskan hanya pada mereka yang belum masuk rumah sakit, yang hasilnya baru diumumkan pada 1 Oktober 2021. (Fransiskus Adhiyuda)