Formula E

Kasus Formula E, Refly Harun Minta KPK Prioritaskan Usut Kasus PCR dan Korupsi Dana Bansos

Kasus Formula E diselidiki KPK, pakar hukum Refly Harun ingatkan agar tugas BPK jangan diambil alih oleh komisi anti rasuah tersebut.

Editor: Suprapto
Kolase Tribun Manado
Kasus Formula E yang sedang diselidiki KPK, pakar hukum Refly Harun mengingatkan bahwa banyak kasus yang mestinya menjadi prioritas seperti tes PCR, korupsi dana bansus, dan korupsi di KKP. Foto: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dan mobil Formula E. Direncanakan, balapan mobil listrik akan -digelar di Jakarta Juni 2022. 

“Kalau anda mau menyelidiki sesuatu peristiwa hukum, di kepala anda peristiwa itu harus sudah memiliki aspek pidana, tinggal memperoleh bukti-bukti untuk menguatkan bahwa itu peristiwa pidana," ungkap Margarito.

"Bukan mencari-cari bukti untuk menemukan bahwa itu peristiwa pidana, jadi ini cara berpikir KPK amat terbalik, ini sangat salah,” lanjutnya.

Baca juga: Polemik Formula E, KPK : Kalau Tidak Ditemukan Unsur Pidana, Kasus Dihentikan

Baca juga: Rekrutmen Mantan Pegawai KPK Jadi ASN Segera Rampung, Karo Penmas Polri: Semua Sedang Dilengkapi

Margarito melanjutkan, untuk pemberian comitment fee yang akhirnya pada dua tahun belakangan Formula E tetap tidak digelar di Jakarta, penyebab kegagalan penyelenggaraan tersebut bukan karena hal yang dalam kendali manusia. Pasalnya, dua tahun terakhir terjadi pandemi Covid-19 yang melanda seluruh dunia.

“Berkenaan dengan Formula E, KPK kan mesti tahu kalau Formula E (dua tahun) tak dilaksanakan itu kenapa? Sejauh yang saya mengerti kegiatan itu terhenti dan atau dihentikan karena hal yang berada di luar kendali manusia, yakni pandemi,” ungkap Margarito.

Margarito menegaskan, lantaran di luar kendali manusia, maka Pemprov DKI juga tidak bisa dimintai pertanggung jawaban.

"Karena hal yang menggagalkan peristiwa itu (Formula E) bukan hal yang disebabkan oleh manusia melainkan sebab alamiah yang nggak bisa diprediksi secara objektif. Akibat hukumnya adalah siapapun itu tak bisa dibebani tanggung jawab hukum,” ungkap Margarito.

Baca juga: Hari Pahlawan, Ketua KPK : Jadilah Pahlawan Zaman Now-Lawan Korupsi

Baca juga: Biar Legal, Rekrutmen Mantan Pegawai KPK Jadi ASN Polri Perlu Payung Hukum

Lalu terkait dana pinjaman bank yang digunakan, lanjut Margarito, apapun pinjaman tersebut akan membebani APBD dan apabila memang terjadi penyalahgunaan maka sistem keuangan daerah memiliki hak untuk menuntut ganti rugi ke penyelenggara.

"Itu juga harus didasari oleh temuan Badan Pemeriksa Keuangan," papar Margarito.

“Katakanlah dia sudah bayar commitment fee lalu peristiwanya nggak terjadi apakah itu salah? Sistem hukum kita bisa menuntut ganti rugi kepada penyelenggara melalui tim penuntut ganti rugi yang dibentuk Gubernur Sekda dan Inspektorat," lanjut Margarito.

 Dengan kondisi demikian, Margarito menyarankan KPK untuk menghentikan pengusutan Formula E karena nantinya juga akan mempengaruhi asumsi publik ke KPK, dimana publik akan menilai KPK sebagai alat politik golongan tertentu.

“Karena itu berhenti deh KPK ini, sehingga publik ini lantas menilai bahwa KPK ini disuruh siapa? Dia jadi alat politik siapa? Karena apabila ukurannya hanya untuk ramai, maka kurang ramai apa kasus PCR? Kurang ramai apa kereta cepat? Kenapa KPK diam seribu bahasa terkait kasus-kasus ini?,” tandas Margarito.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved