Pinjol Ilegal
Polres Jakarta Pusat Tetapkan Supervisor dan Debt Collector Jadi Tersangka pada Kasus Pinjol Ilegal
Polres Metro Jakarta Pusat bergerak cepat dalam menangani kasus pinjol online. Dalam hal ini menetapkan supervisor dan debt collector jadi tersangka.
Penulis: Miftahul Munir | Editor: Valentino Verry
"Bunga yang dijanjikan hanya setengah persen, tetapi realisasinya bisa 2 sampai 4 persen per hari. Yang paling berbahaya adalah dia selalu minta izin kita untuk bisa mengakses semua data dan kontak di handpone," katanya.
Setelah mendapatkan data pribadi, pemberi pinjaman sewaktu-waktu akan menggunakannya untuk intimidasi atau meneror nasabah yang tidak segera melunasi pinjaman dengan menyebarkan foto atau data pribadi yang bersangkutan kepada publik.
"Kita harus mendorong para pelaku ke kepolisian," ujar Tongam.
Meski demikian, tidak semua pinjaman online merugikan.
Sebab, tujuan dari pinjaman online adalah untuk menjembatani kebutuhan dana masyrakat yang tak bisa terlayani sektor jasa keungan formal di bank.
Sampai saat ini, ada 55 juta nasabah yang bergabung dengan pinjaman online yang legal atau resmi dengan total outstanding mencapai Rp18 triliun.
"Kalau ada masyarakat mengatakan pinjol menyengsarakan faktanya tidak. Sebenarnya menyengsarakan kalau dia itu masuk pinjol ilegal," kata dia.
Guru Honorer Terlilit Utang Pinjol Rp206 Juta
Sebelumnya diberitakan, AM, guru honorer di Kabupaten Semarang terlilit utang pinjaman online (pinjol).
AM terlilit utang pinjol mencapai Rp206 juta.
Padahal, AM awalnya hanya meminjam uang Rp3,7 juta, untuk biaya keperluan membeli susu sang anak.
Saat itu, ternyata pinjaman yang dibayarkan tidak sesuai dengan penawaran awal.
Ia harus melunasi utangnya selam tujuh hari, dan saat itu ia pun tak punya uang.
Sehingga, akhirnya guru honorer berinisial AM itu meminjam uang di pinjaman online yang lain.
Begitu terus hingga akhirnya utang korban menumpuk hingga Rp 206 juta.
Karena tidak tahan menanggung utang yang begitu besar dia bersama suaminya WY menggandeng kantor hukum Nahdlatul Ulama Salatiga untuk menggandeng ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Jateng.
AM menuturkan, awal mula terlilit utang di pinjol karena terdesak kebutuhan untuk membeli susu anak.
Saat itu dirinya sama sekali tidak memiliki uang.
"Pada tanggal (21/3/2021) kondisi ekonomi memang benar-benar diujung tanduk, sementara saya mempunyai dua orang anak di mana anak pertama berusia 5 tahun dan anak kedua 16 bulan,"
"Sementara kebutuhan harus tetap lanjut," jelasnya usai mengadukan perkara tersebut di Ditreskrimsus Polda Jateng, Kamis (3/6/2021).
Karena sama sekali tidak memiliki uang simpanan, dia mengajukan kredit melalui Pinjol yang diunduhnya melalui playstore.
Pinjol tersebut menawarkan plafon maksimal sebesar Rp 5 juta dengan tenor selama 91 hari atau 3 bulan dengan bunga 0,04 persen.
"Karena saya hanya guru honorer, kalau kredit sebesar Rp 5 juta selama tiga bulan masih bisa membayar," tuturnya.
Saat menginstal aplikasi pinjol itu, ternyata dirinya melihat banyak sub aplikasi lain yang tak lain adalah pinjol.
Saat itu dia hanya membutuhkan Rp 5 juta dan memilih tiga sub aplikasi pada pinjol tersebut.
"Bayangan saya dapatnya Rp 5 juta kalau plus bunga Rp 5,5 juta.
Tapi ternyata yang di transfer ke rekening saya Rp 3,7 juta," ujarnya.
Namun pada kenyataanya pinjaman yang seharusnya dibayarkan hingga 91 hari tidak sesuai penawaran awal.
Saat uang baru di rekening, ternyata dirinya harus menutup utangnya selama tujuh hari.
"Belum sampai tujuh hari atau masih berjalan lima hari saya sudah diteror untuk melunasi sebesar Rp 5,5 juta dan mendapatkan ancaman seluruh data di ponselnya akan disebarkan," tuturnya.
Kala itu uang pencarian yang ada di rekening belum sempat digunakan, dan langsung dikembalikan.
Karena takut dan masih kurang dia meminjam kembali di pinjol yang ada di sub aplikasi itu untuk melunasi utang sebelumnya.
"Tiga aplikasi pinjol lunas tapi masih enam sub aplikasi yang belum lunas karena untuk melunasi saya harus merangkul aplikasi pinjol lain hingga banyak aplikasi.
Sementara untuk melunasi satu utang harus merangkul dua aplikasi pinjol lain," tuturnya.
Hal itu terus berjalan, hingga akhirnya tidak bisa merinci berapa banyak aplikasi yang telah diaksesnya.
Hingga pada akhirnya utangnya menumpuk hingga Rp 206 juta.
"Yang sudah saya lunasi Rp 158 juta dan sisanya tinggal Rp 47 juta.
Saya tidak bayarkan sisanya dan memilih jalur hukum karena bunga dari mereka bisa untuk menutup pinjaman saya," tuturnya.
Ia menuturkan, untuk melunasi utang Rp 158 juta juga melalui transaksi itu.
Dia juga mengeluarkan uang pribadi sebanyak Rp 20 juta.
"Saat pencairan tidak dibubuhkan surat perjanjian, dan tanda tangan elektronik. Juga tidak ada penyelesaian dengan baik. Tidak ada peringatan langsung teror," tutur dia.
Sementara itu sang suami, WY bingung membayar tagihan pinjol tersebut.
Dirinya harus mengambil jalan pintas meminjam di BPR.
"Jaminan saya menggadaikan sertifikat rumah orangtuanya. Tapi hingga saat ini belum lunas masih ada 10 aplikasi lagi yang belum lunas," tutur dia.
Penasehat hukum kreditur, Muhammad Sofyan menuturkan dalam sehari kliennya tersebut diteror dan diintimidasi hingga ratusan kali.
Tidak hanya itu, teman-teman yang ada di kontak kliennya juga mendapat teror dengan bahasa yang kurang pantas.
"Terornya itu ada foto AM dan KTP lalu dibubuhi tulisan wanted, dan disebarkan di seluruh kontak AM dan media sosialnya," tuturnya.
Dikatakanya, saat mengajukan pinjaman tidak ada perjanjian baik secara langsung, di bawah tangan maupun elektronik.
Kliennya tidak pernah menandatangani surat perjanjian apapun.
"Sehingga jika disebut pinjam meminjam tidak memenuhi syarat," ujarnya.
Ia menuturkan, ada hal yang tidak memenuhi syarat akan mengajukan gugatan perdata.
Namun demikian saat ini pihaknya memilih jalur pidana dengan melaporkan ke Ditreskrimsus Polda Jateng.
"Kami melaporkan baik dari pelanggaran UU perbankan, penghinaan, dan pencemaran nama baik," tuturnya.