Kompolnas: Polisi Terlalu Reaktif Tindak Pengkritik Bisa Rusak Citra Polri dan Jokowi

Apalagi, kata dia, sebagian anggota kepolisian menganggap Presiden tidak boleh dijadikan sebagai candaan lantaran lambang negara.

Elshinta.com
Komisioner Kompolnas Poengky Indarti menilai pimpinan Polri perlu membuat sebuah pedoman untuk membatasi tindak anggota jajarannya, dalam menanggapi kritik bernada satire yang ditujukan kepada pemerintah, ataupun Presiden Joko Widodo. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) menilai polisi yang gegabah menindak pengkritik Presiden, kontraproduktif dan bisa merusak citra Jokowi dan Polri.

Komisioner Kompolnas Poengky Indarti mengatakan, tindakan tersebut tak jarang membuat institusi negara dinilai mengabaikan kritik dan membungkam masyarakat.

Atas dasar itu, Poengky meminta diperlukan adanya arahan pimpinan agar satuan kewilayahan tidak melakukan tindakan yang berlebihan terkait kritik terhadap Presiden.

Baca juga: Kabareskrim: Bapak Presiden Tidak Berkenan Bila Polisi Responsif Terhadap Kritik

"Perlu arahan pimpinan yang lebih komprehensif dan menyentuh satuan wilayah terbawah."

"Mereka tidak paham jika mereka terlalu reaktif, malah justru kontraproduktif dengan nama baik institusi Polri dan nama baik Presiden," kata Poengky saat dikonfirmasi, Jumat (20/8/2021).

Ia menuturkan, pimpinan Polri perlu membuat sebuah pedoman untuk membatasi tindak anggota jajarannya, dalam menanggapi kritik bernada satire yang ditujukan kepada pemerintah, ataupun Presiden Joko Widodo.

Baca juga: Kabareskrim Ancam Tutup Permanen Penyedia Jasa Tes PCR yang Pasang Tarif Lebihi Harga Pemerintah

Apalagi, kata dia, sebagian anggota kepolisian menganggap Presiden tidak boleh dijadikan sebagai candaan lantaran lambang negara.

Hal ini yang kemudian berujung pada penindakan terhadap masyarakat.

"Saya melihat masih ada anggota yang berparadigma bahwa Presiden tidak boleh dibuat sebagai lelucon, sehingga bertindak terlalu reaktif."

Baca juga: Tulis Surat Terbuka, Muhammadiyah Minta Jokowi Pulihkan Nama Baik 75 Pegawai KPK dan Dijadikan ASN

"Saya berharap anggota dapat membedakan, mana yang memenuhi unsur memecah belah sehingga menganggu harkamtibmas, dan mana yang merupakan kreativitas kebebasan berekspresi," paparnya.

Poengky kemudian mencontohkan kasus kritik mural wajah Jokowi yang bertuliskan 404: Not Found.

Dalam kasus ini, pihak kepolisan sempat mengamankan tukang sablon yang membuat kaus dengan desain tersebut di Tuban.

Baca juga: Kapolda Metro Jaya: Pandemi Covid-19 Skenario Tuhan Supaya Kita Kembali ke Jati Diri Bangsa

Menurutnya, kasus ini seharusnya bisa dapat ditindak jika konten itu dilaporkan langsung oleh Presiden Jokowi.

Sebaliknya, konten itu dapat ditindak jika berpotensi menganggu keamanan negara.

"Seharusnya sederhana saja tolak ukurnya."

Baca juga: TPU Tegal Alur Tak Bisa Lagi Tampung Jenazah Pasien Covid-19 Maupun yang Bukan

"Jika Presiden melaporkan ke polisi, maka disitulah mereka harus bergerak menegakkan hukum," ucap Poengky.

Sebelumnya Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengungkapkan, Presiden Jokowi tak berkenan jika polisi responsif menindak kritik terhadap pemerintah.

Polri, kata Agus, juga selalu diingatkan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk berhati-hati menggunakan pasal UU ITE kepada masyarakat.

"Bapak Presiden tidak berkenan bila kita responsif terhadap hal-hal seperti itu."

Baca juga: DAFTAR Terbaru 131 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jakarta dan Jabar Nihil

"Demikian juga Bapak Kapolri selalu mengingatkan kita dan jajaran terutama dalam penerapan UU ITE," kata Agus kepada wartawan, Kamis (19/8/2021).

Ia menuturkan, kritik terhadap pemerintah tidak masalah di dalam negara demokrasi.

Namun, Agus juga meminta masyarakat tidak menyebarkan fitnah atau yang membahayakan kesatuan bangsa.

Baca juga: Penangkapan 48 Teroris Selama 4 Hari Tak Terkait HUT ke-76 RI tapi karena Hal Ini

"Kritis terhadap pemerintah saya rasa enggak ada persoalan."

"Namun kalau fitnah, memecah belah persatuan dan kesatuan, intoleran, ya pasti kita tangani," tuturnya.

Di sisi lain, kata Agus, kasus mural bisa saja diusut oleh pihak kepolisian dengan syarat para korbannya melaporkan.

Baca juga: Sampai Kapan PPKM Diterapkan? Luhut: Selama Covid-19 Masih Jadi Pandemi

Namun dalam kasus mural kritikan terhadap Presiden, seharusnya tidak usah dipersoalkan.

"Menyerang secara Individu memang mensyaratkan korbannya yang harus melapor."

"Khusus dalam hal ini pun Bapak Presiden juga tidak berkenan Polri reaktif dan responsif terhadap masalah itu."

Baca juga: Anies Baswedan: Pandangan Boleh Berbeda, tapi Menyangkut Keselamatan Kita Harus Bersatu

"Prinsipnya kita pedomani SE Kapolri dan SKB Menkominfo, Jaksa Agung dan Kapolri."

"Kemungkinan akan diajukan revisi UU ITE mengakomodir hal-hal yang tertuang dalam SKB tersebut," paparnya.

Sebelumnya, Kepala Staf Presiden Moeldoko menegaskan, Presiden Jokowi sangat terbuka dengan kritik.

Baca juga: 1.015.000 Coba Masuk Mal Saat PPKM, Sistem PeduliLindungi Saring 619 Orang yang Tak Sesuai Kriteria

Jokowi, katanya, tak pernah pusing dengan kritik yang disampaikan kepadanya.

Pernyataan Moeldoko tersebut terkait mural mirip Jokowi yang bertuliskan 404: Not Found yang ramai di media sosial.

"Presiden sangat terbuka, tak pernah pusing dengan kritik," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (18/8/2021).

Baca juga: Menkes: Mungkin Kita Masih Hidup dengan Covid-19 Selama 5-10 Tahun Lagi, Bisa Juga Lebih Lama

Namun, kata Moeldoko, Presiden selalu menekankan sebagai orang timur, ada tata krama yang harus dikedepankan.

Sehingga, cara dalam mengkritik harus diperhatikan.

"Beliau selalu menyisipkan kalimat yang indah, kita orang timur memiliki adat."

Baca juga: Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin: Mungkin Pandemi Lain akan Muncul di Zaman Anak dan Cucu Kita

"Kalau mengkritik sesuatu yang beradab."

"Tata krama ukuran-ukuran culture supaya dikedepankan, bukan hanya bicara antikritik. cobalah lihat cara mengkritisinya," tuturnya.

Permasalahan lainnya, kata Moeldoko , seringkali kritik disamakan dengan fitnah.

Baca juga: PPKM Diperpanjang Hingga 23 Agustus 2021, Waktu Santap di Warung Makan Ditambah Jadi 30 Menit

Bahkan, sejumlah tokoh malah ikut memperkeruh fitnah tersebut.

"Janganlah seperti itu. Karena apapun Presiden adalah orang tua kita, yang perlu sekali dan sangat perlu untuk kita hormati."

"Jangan sembarangan berbicara. Jangan sembarangan menyatakan sesuatu dalam bentuk kalimat atau dalam bentuk gambar," ucapnya.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 Indonesia Dinilai Baru akan Selesai 10 Tahun Lagi, Menkes: Kita Tidak Sebodoh Itu

Seringkali para pelakunya, kata Moeldoko, baru menyesali dan meminta maaf setelah ditindak.

Seharusnya, kata dia, berpikir dahulu sebelum melakukan sesuatu.

"Mestinya bangsa yang pandai adalah bangsa yang berpikir dulu sebelum bertindak sesuatu," paparnya. (Igman Ibrahim)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved