Berita Nasional

Debt Collector Tidak Bersertifikat, Izin Perusahaan Pembiayaan Langsung Dicabut, Ini Penjelasan OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menindak tegas perusahaan pembiayaan yang melakukan pelanggaran salah satunya debt collector tidak bersertifikat.

Editor: PanjiBaskhara
HO/klinikhutang.com via Tribunnews.com
ILUSTRASI: Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menindak tegas perusahaan pembiayaan yang melakukan pelanggaran salah satunya debt collector tidak bersertifikat. 

WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) akan menindak tegas perusahaan pembiayaan yang terbukti melanggar ketentuan yang berlaku.

Hal tersebut dijelaskan langsung oleh Juru Bicara OJK, Sekar Putih Djarot.

Ia mengatakan, pihaknya telah memberi sanksi kepada sejumlah perusahaan pembiayaan yang tidak memenuhi ketentuan.

Pelanggaran itu baik berupa sanksi peringatan, pembekuan kegiatan usaha, hingga pencabutan izin usaha.

Baca juga: Ulah Debt Collector Masih Terjadi, OJK: Jika Tidak Dievaluasi Citra Perusahaan Pembiayaan Jadi Buruk

Baca juga: VIDEO Empat Debt Collector Mata Elang Diamankan Polisi, Rampas Motor di Cileungsi

Baca juga: Rampas Motor di Cileungsi, Empat Debt Collector Mata Elang Diamankan Polisi

"Perusahaan pembiayaan yang menggunakan jasa debt collector wajib memastikan seluruh debt collector yang menjadi mitra perusahaan telah memiliki sertifikat profesi"

"dan mengikuti peraturan perundang-undangan dalam proses penagihan kepada nasabah," papar Djarot melalui keterangan tertulis, Kamis (29/7/2021).

OJK juga meminta kepada perusahaan pembiayaan agar sebelum pelaksanaan penagihan dan penarikan jaminan, perusahaan diwajibkan mengirim surat peringatan sesuai ketentuan POJK Nomor 35/2018 kepada debitur yang telah wanprestasi.

Kemudian, memastikan bahwa debt collector telah dilengkapi dan dibekali dengan beberapa dokumen.

Yakni kartu identitas, sertifikat profesi di bidang penagihan dari Lembaga Sertifikasi Profesi di bidang pembiayaan yang terdaftar di OJK, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, bukti dokumen debitur wanprestasi, dan salinan sertifikat jaminan fidusia.

Selain itu, OJK meminta perusahaan pembiayaan melakukan evaluasi berkala terhadap tata cara penagihan yang dilakukan oleh debt collector, bahkan dengan  memberlakukan sanksi kepada pihak yang melanggar ketentuan yang berlaku.

"Di sisi lain, debitur agar memiliki itikad baik dalam menyelesaikan kewajiban dan menyampaikan ke perusahaan pembiayaan jika memiliki kendala dalam pembayaran angsuran," pungkas Sekar.

Jika Tidak Dievaluasi...

Tindak kekerasan dilakukan kawanan debt collector saat menagih debitur membuat pihak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) geram.

Tidak jarang, perbuatan para debt collcetor penagih utang berlawanan hukum lantaran melakukan pengancaman, pengerusakan, dan penganiayaan.

Kepala eksekutif Pengawas Industri Keuangan Non-Bank sekaligus Anggota Dewan Komisioner OJK, Riswinandi Idris pun mengamini kenyataan tersebut.

Riswinandi mengatakan, dia kerap mendengar kabar para penagih utang atau debt collector yang melaksanakan tugasnya dengan cara yang tidak baik.

“Pada prakteknya kita kerap menerima kabar yang kurang mengenakan. Dimana proses penarikan disertai perbuatan yang tidak menyenangkan, yang katanya dilakukan oleh debt collector,” ujar Riswinandi dalam diskusi virtual yang dikutip, Selasa (27/7/2021) seperti dilansir Tribunnews.com.

Bahkan, perbuatan yang dilakukan debt collector tersebut, kata Riswinandi, berpotensi menimbulkan risiko hukum.

Beberapa perbuatan yang diketahuinya berupa ancaman, kekerasan, tindakan yang bersifat mempermalukan, bahkan perlakuan secara fisik maupun verbal.

“Kami juga memandang, proses penagihan yang dilakukan debt collector harus memperhatikan aspek-aspek yang berpotensi dapat menimbulkan risiko hukum,” jelas Riswinandi.

“Diantaranya penagihan dilarang menggunakan ancaman, kekerasan atau tindakan bersifat mempermalukan. Dan juga secara fisik maupun verbal,” sambungnya.

Dengan adanya fenomena ini, Riswinandi menghimbau kepada seluruh perusahaan pembiayaan yang masih melakukan parktik tersebut agar dapat segera melakukan evaluasi.

Jika tidak, citra perusahaan pembiayaan akan terus menjadi buruk di mata masyarakat.

“Hal ini tentu saja kurang baik dan akan dapat berimplikasi negative terhadap image perusahaan atau industri pembiayaan secara umum,” pungkasnya. 

Untuk itu, mengingatkan kepada seluruh perusahaan pembiayaan, bijak dalam menagih debitur yang menunggak terkait hak dan kewajibannya.

Empat Debt Collector Mata Elang Diamankan Polisi

Empat oknum debt collector Mata Elang diamankan jajaran Polres Bogor dalam operasi preman beberapa waktu lalu.

Keempat oknum ini ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus perampasan kendaraan bermotor di wilayah Cileungsi, Kabupaten Bogor.

Kapolres Bogor AKBP Harun mengatakan para tersangka menggunakan modus pura-pura sebagai debt collector atau biasa disebut mata elang (matel) untuk merampas sepeda motor warga.

"Mereka melakukan perampasan sepeda motor dengan ancaman kekerasan," kata Harun di Cibinong, Jumat (23/7/2021).

Dia menjelaskan kejadian perampasan ini terjadi pada 9 Juli 2021 lalu.

"Kejadian bermula saat korban (PS), seorang santri di Gunung Putri, sedang menjemput temannya di Mekarsari, Cileungsi, Kabupaten Bogor," ujarnya.

Saat pulang, lanjutnya, tiba-tiba korban dipepet oleh empat orang dan diminta berhenti di dekat salah satu POM bensin.

"Korban lalu diminta untuk mendekati salah satu kantor leasing dan diminta menandatangani dokumen penarikan kendaraan," jelasnya.

Karena takut, korban yang masih berusia remaja terpaksa menandatangani blanko kosong tanpa logo perusahaan leasing itu.

"Setelah itu motor dibawa tersangka. Motor lalu digadaikan ke salah satu tempat di Tapos dengan pemilik biasa dipanggil Pak Dhe," papar Harun.

Motor yang dirampas lalu dijual Rp 1,5 juta dan uangnya dibagi berempat.

"Ada empat tersangka dalam perkara ini yaitu  SP, DS, CRM dan TSM, tetapi satu masih buron," ungkapnya.

Kasus perampasan kedua, dengan modus yang sama,  dilakukan oleh tersangka berinisial R.

"Awalnya tersangka tidak mengakui. Tetapi dengan bukti CCTV dan topi yang dikenakan, akhirnya dia mengakui," imbuh Harun.

Untuk kasus ini, ada 6 orang tersangka Saat ini 1 orang sudah ditangkap dan 5 masih DPO (buron).

"Dari kejadian ini, para tersangka dikenakan pasal 368 tentang Tindakan Perampasan, Penggelapan dan Penipuan dengan ancaman hukuman maksimal 9 tahun penjara," tutur Harun.

Sementara barang bukti berupa Honda Vario tahun 2013 warna merah dan Yamaha Lexi warna hitam tahun 2019 saat ini diamankan Polres Bogor.

Menurut Harun, para tersangka sudah mulai menjalankan aksinya sejak 2012.

"Awalnya mereka kerja di dealer lalu diberhentikan. Kemudian mereka menggunakan modus sebagai debt collector untuk merampas motor," paparnya.

Saat ini Polres Bogor sedang menyelidiki beberapa dealer yang memberikan blanko kosong kepada mereka.

Aksi para dealer ini yang memberi peluang bagi tersangka melakukan tindakan kriminal ini.

"Tersangka biasa beroperasi di Tangerang, Cileungsi dan Gunung Putri," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Yanuar Riezqi Yovanda/Wartakotalive.com/Hironimus Rama)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved