Edhy Prabowo Banding Vonis 5 Tahun Bui, Kuasa Hukum Bilang Lebih Pas Dijerat Pasal 11 UU Tipikor

Alasan Edhy Prabowo mengajukan banding, kata Soesilo, karena seharusnya hukuman terhadap kliennya lebih pas jika dikenakan pasal 11 UU Tipikor.

TRIBUNNEWS/ILHAM RIAN PRATAMA
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengajukan banding atas vonis 5 tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta. 

"Jika harta tidak mencukupi, maka akan diganti hukuman pidana 2 tahun penjara," ucap jaksa.

Jaksa juga menuntut Edhy Prabowo dicabut hak dipilihnya sebagai pejabat publik selama 4 tahun, sejak terdakwa selesai menjalani pidana pokok.

Jaksa menyatakan hal yang memberatkan Edhy Prabowo dalam perkara ini, karena terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam upaya memberantas korupsi.

Baca juga: Belum Divaksin Covid-19, Wagub DKI Jakarta: Insyallah dalam Waktu Dekat

Dia juga dianggap tidak memberikan teladan yang baik sebagai selaku penyelenggara negara, dalam hal ini menteri.

Sedangkan hal yang meringankan, jaksa menganggap politikus Partai Gerindra itu belum pernah ditahan, serta bersikap sopan dalam persidangan, dan beberapa barang korupsi telah disita negara.

Jaksa juga menuntut uang sekitar Rp 51,7 miliar yang berada di bank garansi dalam kasus suap izin ekspor benih bening lobster alias benur, dirampas untuk negara.

Baca juga: Bisa Rusak Lever, Jangan Buru-buru Beli Ivermectin untuk Cegah Atau Obati Covid-19

Jaksa mengungkap terbitnya bank garansi yang awalnya karena ada surat komitmen antara Kepala Balai Besar Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I KKP Habrin Yake, dengan seluruh eksportir benur.

Surat tersebut ditandatangani seluruh eksportir benur dengan Habrin Yake, atas permintaan Staf khusus Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi.

"Walaupun Kementerian Keuangan belum menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak Ekspor BBL."

Baca juga: Dokter Bolehkan Suntik Vaksin Covid-19 Dosis Kedua Lewati Jadwal, Mendahului Jangan

"Sehingga kemudian terkumpul uang di Bank Garansi seluruhnya Rp 52.319.542.040," ucap jaksa dalam ruang sidang, Selasa (29/6/2021).

Selanjutnya, kata jaksa, atas permintaan Andreau Misanta Pribadi, para esportir benur diharuskan menyetor uang yang jumlahnya telah ditentukan oleh terdakwa ke rekening bank garansi, sebesar Rp 1.000 per ekor BBL jenis pasir, dan Rp 1.500 per ekor BBL jenis mutiara.

Kendati begitu, kata jaksa, dari seluruh perusahaan eksportir BBL yang telah membayar jaminan Bank Garansi, terdapat tiga perusahaan yang belum melakukan realisasi ekspor.

Baca juga: Varian Delta Ditemukan Hampir di Semua Kota di Jawa, 6 Kali Lebih Cepat Menular

"Perusahaan itu yakni UD Balai Sukses Mandiri sebesar Rp 150 juta; PT Sinar Lautan Perkasa Mandiri sebesar Rp120 juta; dan PT Hutama Asia Sejahtera sebesar Rp250 juta," terang jaksa.

Atas dasar itu jaksa berpendapat, jaminan bank garansi yang telah dibayarkan oleh ketiga perusahaan tersebut, sudah selayaknya dikembalikan kepada perusahaan yang bersangkutan.

Di mana jika ditotal dari keseluruhan uang yang seharusnya dikembalikan ke perusahaan yang bersangkutan, yakni senilai Rp 520 juta.

Baca juga: Pasokan dari India Terbatas, Indonesia Bakal Produksi Remdesivir Sendiri di Tengah Amukan Covid-19

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved