PPKM Darurat
Kisah Para Sopir Bajaj: Triple Kill PPKM Darurat, Penghasilan Menghilang, Bansos pun Tak Dapat
Kisah para sopir bajaj yang ditemui Wartakotalive.com mengaku penghasilannya menghilang selama PPKM darurat, sudah begitu mereka tidak menerima bansos
Bertahan di era modernisasi
Hingga saat ini Yanto, Basuki, dan Subkhi masih menggunakan cari konvensional untuk menarik calon konsumen.
Mereka tidak menggunakan sistem daring seperti moda transportasi umum lainnya.
“Ya sistemnya ya ngaweh aja. Misal kita dipanggil dari gang atau dari rumah,” ucap Basuki.
Ongkos setoran yang wajib mereka bayar pun sedikit berbeda.
Yanto dan Basuki ditarget Rp 120.000 per hari, sementara Subkhi Rp 800.000 per bulan.
Sejak PPKM darurat, mereka sering kali tidak bisa menutup target setoran harian.
Untungnya, mereka punya bos yang paham akan situasi di lapangan.
Mereka mengaku, pemilik bajaj memberi kemudahan untuk mencicil ongkos setoran jika kondisi jalanan sudah normal.
Di tengah obrolan, ponsel milik Subkhi berdering. Ia sedang menerima panggilan video dari keluarganya.
Dari percakapan tersebut, terdengar suara perempuan yang menanyakan kabar dan berpesan untuk menjaga kesehatan diri.
Selang beberapa menit, ponsel Yanto ikut berdering, setelah melihat ponselnya, ia kembali memasukkan ponsel itu ke saku depan dan memilih untuk tidak mengangkat panggilan itu.
Tunggak setoran, cicil kemudian
Perihal target setoran yang tak kunjung tercapai, Yanto, Basuki, dan Subkhi hanya bisa pasrah.
“Saya pasrah diri. Cuma ada duit segini. Jadi dihitung hutang. Misalnya, saya bawa duit Rp 20.000, saya ambil Rp 15.000. Sisanya Rp 5.000 saya setor," ucap Basuki.