Viral Huruf 'P' dalam Tulisan Logo KPK di Gedung Merah Putih Rusak, Netizen: Pertanda Apa?
Meskipun rusaknya huruf P pada logo KPK sebuah hal yang besar, namun netizen banyak mengaitkan dengan kondisi KPK saat ini.
Penulis: Mohamad Yusuf | Editor: Mohamad Yusuf
"Tapi ketika terus dihina demikian, terus-terusan ini kadang kala saya merasakan bahwa ini sangat keterlaluan loh," bebernya.
Pernah Diminta Mundur
Upaya sejumlah pihak untuk menyingkirkan Novel Baswedan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ternyata telah berlangsung sejak 2016 silam.
Novel mengaku pernah ditemui seseorang yang enggan disebutkan namanya.
Dalam pertemuan itu, Novel diminta mundur secara sukarela dari lembaga anti-rasuah, lantaran banyak yang tak suka.
Baca juga: Masyarakat Paling Malas Pakai Masker di Tempat Wisata, di Jalan Umum Sangat Patuh
"2016 bahkan saya itu pernah diminta untuk keluar dari KPK."
"Saya katakan kenapa harus keluar dari KPK?"
"Katanya ada orang-orang tertentu yang enggak suka di KPK," kata Novel dalam diskusi 'Blak Blakan Bareng Novel Baswedan' yang ditayangkan YouTube Public Virtue Institute, Minggu (20/6/2021).
Baca juga: Covid-19 Mengamuk, Guntur Soekarnoputra: Pikiran Jokowi Pasti Berputar Laksana Puting Beliung
Novel menolak permintaan mengundurkan diri sebagai penyidik KPK.
Ia mengaku tak masalah jika banyak orang tidak menyukai dirinya dalam memberantas korupsi.
"Saya katakan saya di sini bukan untuk membuat orang lain suka atau apa ya, karena memberantas korupsi pasti tidak disukai oleh koruptor."
Baca juga: Busyro Muqoddas: Jika Presiden Batalkan Hasil TWK, Kita Punya Harapan pada Negara Ini
"Jadi kalau berantas korupsi harus membuat koruptor suka, saya kira itu tidak mungkin terjadi," tuturnya.
Novel kemudian menjelaskan tugasnya sebagai penyidik KPK bukan untuk mengejar karier.
Dia rela meninggalkan kariernya di Polri, untuk dapat memberantas korupsi di lembaga anti-rasuah.
Baca juga: Busyro Muqoddas: Pelumpuhan KPK Kisah Sukses Jokowi Bersama Ketum Parpol dan Pimpinan DPR
"Saya katakan bahwa saya di KPK ini bukan ingin mencari karier."
"Bisa dibayangkan, saya dari anggota Polri, bahkan saya lulusan Akabri, terus kemudian yang kariernya harusnya sangat luar biasa, banyak diharapkan orang untuk bisa berkarier di sektor kepolisian dengan melalui Akabri, tapi kemudian saya tinggalkan," bebernya.
KPK, kata Novel, baginya kesempatan berjuang demi bangsa dan negara untuk kepentingan masyarakat, salah satunya dengan memberantas korupsi di Indonesia.
Baca juga: Nadiem Ngotot Gelar PTM Terbatas Meski Kasus Covid-19 Melonjak, Muhammadiyah Minta Tinjau Ulang
"Saya mau menggunakan kesempatan yang saya punya untuk berjuang membela kepentingan negara memberantas korupsi."
"Tapi yang terjadi upaya membungkus kebusukan seolah-olah adalah, ayo kita lawan, ada radikalisme talibanisme yang mau merusak NKRI," ucapnya.
Novel menduga para koruptor membungkus narasi adanya talibanisme dan radikalisme di KPK, untuk mendapatkan simpati masyarakat.
Baca juga: DAFTAR Negara Tanpa Korban Meninggal Akibat Covid-19 per 19 Juni 2021, Tak Ada di Asia Tenggara
Nantinya, kata Novel, narasi tersebut membuat masyarakat membiarkan pelemahan dan penyerangan terhadap KPK.
Padahal, narasi ini merupakan buatan para koruptor untuk dapat simpati masyarakat.
"Yang terjadi koruptor ini sepertinya belajar, mungkin dia riset."
Baca juga: Asrama STTD Cibitung Jadi Tempat Isolasi Pasien Covid-19 untuk Pegawai Kemenhub dan Warga Sekitar
"Dia bungkus kebusukannya untuk berbuat korupsi dengan cara seolah-olah mengatakan bahwa di KPK itu banyak radikalisme."
"Ketika berbicara radikalisme itu berbicara sekitar 2017 atau 2016."
"Itu-itu awal mula disebutkan radikalisme talibanisme dan lain-lain," bebernya.
Baca juga: Pasien Tertular Varian Delta Asal India Lebih Cepat Alami Gejala Berat, Pengobatan Cepat Penting
Novel menuturkan, upaya koruptor melemahkan KPK selalu gagal, karena dukungan dan penolakan masyarakat yang besar.
Itulah kenapa, katanya, para koruptor mencari cara untuk mendapatkan simpati masyarakat, seiring melemahkan KPK.
Caranya, kata Novel, menggunakan isu radikalisme dan talibanisme yang ada di KPK.
Baca juga: Pusat dan Daerah Diminta Sejalan Atasi Covid-19, Belum Waktunya Pencitraan untuk Pilpres 2024
Namun, ia meyakini masyarakat sudah cerdas memahami pola-pola pelemahan KPK yang dilakukan para koruptor.
"Kalau kita perhatikan upaya untuk pelemahan KPK dilakukan itu seringkali gagal karena dukungan masyarakat yang luar biasa."
"Karena kita paham bahwa masyarakat itu tahu kok bahwa korupsi itu betul-betul menganggu, akibatnya langsung maupun tidak langsung," paparnya. (Igman Ibrahim)