Pernah Dapat SMS Tawaran Pinjaman Uang? Segera Hapus! Itu Ciri Pinjol Ilegal

Fintech lending atau pinjol yang terdaftar dan berizin di OJK tidak diperbolehkan menawarkan pinjaman melalui saluran komunikasi pribadi.

Tribunnews.com
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan beberapa ciri utama pinjaman online (pinjol) ilegal, di antaranya memberikan penawaran melalui pesan singkat. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan beberapa ciri utama pinjaman online (pinjol) ilegal, di antaranya memberikan penawaran melalui pesan singkat.

Karena itu, jika ada yang merasa dapat pesan melalui SMS atau WhatsApp yang menawarkan pinjaman, maka itu dipastikan ilegal.

"Sobat OJK, pernahkah kamu mendapat penawaran pinjaman uang melalui SMS/WA dari nomor yang tidak kamu kenal?"

Baca juga: 9 Pegawai KPK Cabut Permohonan Uji Materi UU 19/2019 di MK, Ini Alasannya

"Segera abaikan dan hapus ya, itu adalah ciri pinjol ilegal," ujar Juru Bicara OJK Sekar Putih Djarot melalui keterangan tertulis, Selasa (22/6/2021).

Sekar menjelaskan, fintech lending atau pinjol yang terdaftar dan berizin di OJK tidak diperbolehkan menawarkan pinjaman melalui saluran komunikasi pribadi, baik SMS ataupun pesan instan pribadi lainnya, tanpa persetujuan konsumen.

"Penawaran pinjaman via SMS atau WA adalah ciri pinjol ilegal."

Baca juga: Isu Presiden 3 Periode, Waketum MUI: Bangsa Ini Banyak Lulusan Perguruan Tinggi tapi Pandangan Picik

"Abaikan dan hapus segera," kata Sekar.

Kemudian, pastikan selalu cek legalitas pinjol ke Kontak OJK 157, dan meminjam
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan untuk melunasi pinjaman.

"Cek legalitas pinjol yang terdaftar dan berizin OJK di bit.ly/daftarfintechlendingOJK."

"Kamu juga bisa menghubungi Kontak OJK 157 @kontak157 melalui telepon 157, WhatsApp 081 157 157 157, atau email konsumen@ojk.go.id," tuturnya.

Meresahkan Seperti Preman

Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto berencana mengeluarkan surat telegram, guna menertibkan pinjaman online (pinjol) ilegal alias bodong yang meresahkan masyarakat.

Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Whisnu Hermawan Februanto mengatakan,  surat telegram ini tengah digodok Kabareskrim.

Nantinya, hal ini menjadi rujukan kepada jajaran Polri di seluruh Indonesia.

Baca juga: Covid-19 Mengamuk Lagi, Zulkifli Hasan Kembali Usulkan Lockdown Akhir Pekan

"Pak Kabareskrim telah mengirimkan telegram ke seluruh jajaran Polri Indonesia untuk mengungkap perkara pinjol yang ilegal," kata Whisnu di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (17/6/2021).

Whisnu menjelaskan, hanya ada 1.700 pinjaman online yang terdaftar di Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Dia menduga masih ada 3.000 pinjol ilegal atau yang tak terdaftar resmi.

Baca juga: Difavoritkan Jadi Panglima TNI, Andika Perkasa Belum Setor LHKPN kepada KPK Sejak Jabat KSAD

Menurutnya, kasus pinjaman online tersebut menjadi sorotan, lantaran kerap banyak korban yang mengalami kerugian materiel hingga non materiel.

"Ada beberapa korban yang hanya meminjam uang beberapa ribu saja, kemudian diteror dengan foto-foto yang vulgar dengan menginformasikan ke teman-temannya, keluarganya."

"Bahkan sampai ada yang stres akibat pinjaman yang tidak benar ini," ungkapnya.

Baca juga: KPU Usulkan Pemilu 2024 Digelar pada 21 Februari, Ini 4 Alasannya

Ia memastikan polisi akan terus memburu pinjol-pinjol ilegal yang melakukan tindakan-tindakan melawan hukum.

Dia meminta para korban juga melaporkan kejadian tersebut ke polisi.

"Silakan laporkan kepada polisi terdekat."

Baca juga: Sempat 70 Persen, Kepatuhan Warga Jakarta Pakai Masker Kini Merosot Hingga 20 Persen

"Karena semua reserse yang ada di Indonesia ini sudah paham dan memahami dengan arahan Kabareskrim terkait pengungkapan kasus pinjol tersebut."

"Sehingga mudah-mudahan kasus ini tidak ada lagi dan Polri bisa mengungkap sebanyak-banyaknya perkara tersebut," tuturnya.

Meresahkan Seperti Preman

Wakil Direktur Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Whisnu Hermawan Februanto mengatakan, pinjol bodong dianggap meresahkan masyarakat seperti premanisme.

Menurut Whisnu, kasus pinjaman online ilegal menjadi salah satu perkara yang menjadi fokus Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.

Harapannya, tak ada lagi korban yang terjerat dengan pinjol bodong.

Baca juga: Ini Tiga Skenario Kejaksaan Agung Pulangkan Buronan Kakap Adelin Lis dari Singapura

"Inilah hal-hal yang menjadi perhatian Polri untuk bisa mengungkap perkara-perkara yang meresahkan masyarakat."

"Sama seperti disampaikan kemarin, kasus preman."

"Ini kasus Pinjol pun juga meresahkan masyarakat," tuturnya.

Baca juga: 10 Daerah Ini Berpotensi Masuk Zona Merah Covid-19 pada Pekan Depan, Termasuk Bandung dan Medan

Sebelumnya, Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dit Tipideksus) Bareskrim Polri membongkar dugaan kasus penipuan pinjol bodong Rp Cepat.

Pengusutan ini lantaran banyak aduan korban yang mengaku ditagih hingga puluhan juta.

Wadir Tipideksus Kombes Whisnu Hermawan Februanto mengatakan, sistem bunga yang tak wajar membuat korban enggan membayarkan dan melaporkan kasus ini kepada pihak kepolisian.

Baca juga: Dukung Vaksin Nusantara, DPR: Jangan Sampai Kita Inisiatif Duluan, tapi Negara Lain yang Terapkan

Padahal, dalam surat edaran, Rp Cepat hanya menjanjikan suku bunga rendah yaitu 7 persen.

Namun ketika korban telah meminjam, Rp Cepat memasang suku bunga yang tak wajar.

"Kebanyakan korban itu pinjamnya Rp 1,7 juta, dapatnya Rp 500 ribu, dapat di tangannya Rp 290 ribu saja, mengembalikannya puluhan juta nantinya."

Baca juga: Politikus PDIP: Ibarat Tsunami, PSBB Bisa Pecahkan Gelombang Covid-19 Agar Nakes Tak Ikut Tersapu

"Bahkan ada yang minjam uangnya Rp 3 juta balikinnya Rp 60 juta," beber Whisnu.

Menurut Whisnu, Rp Cepat telah menyiapkan langkah tak terpuji jika para korban yang telah terjebak meminjam uang.

Salah satunya dengan mengedit foto korban hingga memfitnah di media sosial.

Baca juga: Tanpa Pengendalian Tepat dan Cepat Terhadap Lonjakan Kasus Covid-19, Sebulan Lagi RS Bisa Kolaps

"Kalau tidak dibayar, dia akan membuat ke teman-temannya tadi bahwa si A ini telah mengambil uang perusahaan."

"Bahkan lebih kasar lagi, foto-fotonya di-crop, kemudian dikirim gambar-gambar tidak senonoh itu banyak sekali," bebernya.

Dalam kasus ini, kata Whisnu, penyidik telah menetapkan 5 orang sebagai tersangka.

Baca juga: Singapura Diiminta Kooperatif Pulangkan Adelin Lis, Buktikan Bukan Surganya Para Koruptor

Namun, ada pula dua warga negara asing yang masih menjadi buronan.

Kelima tersangka itu adalah EDP, BT, ACJ, SS, dan MRK.

Sedangkan dua WNA yang telah diminta pencekalan ke Ditjen Imigrasi adalah XW dan GK.

Baca juga: Kasus Covid-19 Kembali Melonjak, Pegawai Kementerian BUMN Diminta WFH Lagi Hingga 25 Juni 2021

"Lima tersangka dan masih ada dua lagi DPO yang diduga adalah warga negara asing," jelasnya.

Rp Cepat adalah pinjaman online yang berada di naungan PT Southeast Century Asia (SCA).

Perusahaan ini tak terdaftar di dalam Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Baca juga: Bakal Gelar Konvensi Capres 2024, NasDem Berisiko Dicap Partai Abal-abal Penuh Spekulasi

"Kami menginformasikan kepada masyarakat bahwa aplikasi Rp Cepat ini tidak ada izinnya, secara legalitas, perusahaan ini tidak ada izinnya."

"Kami berhasil mengecek ke OJK, langsung," terangnya.

Sementara, Kasubdit V Dit Tipideksus Bareskrim Polri Kombes Ma'mun mengatakan, para pelaku melancarkan aksi kejahatannya dengan cara berpindah-pindah tempat.

Baca juga: 144 Pasien Covid-19 di Jakarta per 17 Juni 2021 Balita, Warga Diminta Jangan Keluar Rumah Bawa Anak

Terakhir, mereka juga sempat menyewa sebuah rumah di daerah Jakarta Barat sebagai kantor Rp Cepat. Tempat ini juga menjadi lokasi penangkapan kelima tersangka.

"Dari awal yang di ruko pindah ke rumah sewaan."

"Kami gerebek rumah sewannya dan kami dapatkan lima orang di belakang ini," paparnya.

Baca juga: Terduga Teroris JAD Bogor Penjual Bahan Kimia, 4 Orang Pernah Disuplai Bahan Peledak

Para tersangka dijerat pasal 30 Jo pasal 46 dan/atau pasal 32 Jo pasal 48 UU 19/2016 tentang ITE dan/atau pasal 62 ayat (1) Jo pasal 8 ayat (1) huruf f UU 8/1999 tentang perlindungan konsumen.

Dan/atau pasal 378 KUHP dan/atau pasal 3 atau pasal 4 atau pasal 5 atau pasal 6 atau pasal 10 UU 8/2010 tentang pencegahan dan pemberantasan TPPU. (Yanuar Riezqi Yovanda)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved