Megawati: Kepemimpinan Strategik Tidak Bisa Berdiri Atas Dasar Pencitraan

Megawati menjelaskan, dalam perspektif kekinian, kepemimpinan strategik setidaknya dihadapkan pada tiga perubahan besar yang mendisrupsi kehidupan.

ISTIMEWA
Universitas Pertahanan mengukuhkan Presiden kelima RI Megawati Sukarnoputri sebagai profesor kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) Ilmu Pertahanan Bidang Kepemimpinan Strategik, Jumat (11/6/2021). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Presiden kelima RI Megawati Sukarnoputri mengatakan, pemimpin strategik bukanlah sosok yang suka melakukan pencitraan semata.

Namun, haruslah yang turun ke bawah dan langsung bersentuhan dengan rakyat kecil.

Hal itu ia sampaikan saat orasi ilmiah pengukuhan gelar profesor kehormatan (Guru Besar Tidak Tetap) Ilmu Pertahanan bidang Kepemimpinan Strategik dari Universitas Pertahanan (Unhan), Jumat (11/6/2021).

Baca juga: Kasus Covid-19 Naik 8 Ribu Lebih Dua Hari Terakhir, Satgas Bilang Belum Ada Bukti karena Varian Baru

"Kepemimpinan strategik juga tidak bisa berdiri atas dasar pencitraan," kata Megawati.

Mengutip Jim Collins, Megawati mengatakan kepemimpinan strategik merupakan kepemimpinan yang membangun organisasi, yang jauh lebih penting daripada sekadar popularitas diri.

Sebaliknya, kepemimpinan strategik memerlukan kerja turun ke bawah, dan langsung bersentuhan dengan rakyat bawah atau wong cilik.

Baca juga: Pasien di Wisma Atlet Naik 359 Persen, Satgas Penanganan Covid-19: Gawat dan Alarm Keras

"Sebab, ukuran kemajuan suatu bangsa, parameter ideologis justru diambil dari kemampuan negara di dalam mengangkat nasib rakyat yang paling miskin dan terpinggirkan."

"Itulah tanggung jawab etik dan moral terbesar seorang pemimpin: menghadirkan terciptanya keadilan sosial," tuturnya.

Megawati lalu mengajak agar kritik dan otokritik dilakukan, agar hakikat kepemimpinan strategik bagi bangsa dan negara dipahami esensi dan implementasinya.

Baca juga: Megawati: Saya Sudah Kenyang, Jadi Presiden Udah, Anak Presiden Udah, Alhamdulillah

"Saya mengajak seluruh elemen bangsa, khususnya para pemimpin di jajaran pemerintahan negara, baik pusat maupun daerah, pimpinan partai politik, TNI, Polri, dan seluruh aparatur sipil negara."

"Untuk mengambil hikmah terbesar tentang makna kepemimpinan strategik yang berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat," paparnya.

Megawati menuturkan, kepemimpinan strategi tidak diukur dari keberhasilan di masa lalu.

Baca juga: Ini Isi Lengkap Usulan Revisi Pasal-pasal Karet di UU ITE, Sebarkan Berita Bohong Bisa Dibui 6 Tahun

“Kepemimpinan strategik tidak hanya diukur dari keberhasilan kepemimpinan di masa lalu."

"Namun juga berkorelasi dengan saat ini, dan melekat dengan tanggung jawab pemimpin bagi masa depan.”

“Kesemuanya demi tanggung jawab bagi masa depan anak cucu kita."

Baca juga: KISAH Megawati Protes Jokowi: Bapak Tega Banget, Saya Presiden Kelima Kok Penugasan Melorot?

"Di sinilah keberhasilan kepemimpinan strategik harus mampu menghadirkan keberhasilan yang linear di masa lalu, masa kini, dan keberhasilan di masa yang akan dating,” urai Megawati.

Megawati lalu menjelaskan, dalam perspektif kekinian, kepemimpinan strategik setidaknya dihadapkan pada tiga perubahan besar yang mendisrupsi kehidupan manusia.

Pertama adalah perubahan pada tataran kosmik sebagai bauran kemajuan luar biasa ilmu fisika, biologi, matematika, dan kimia.

Baca juga: Muhadjir Effendy: Covid-19 Virus Smart, Dia Tunggu Kita Bosan Agar Bisa Menyerang

Hal ini memunculkan teknologi baru yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya, seperti rekayasa atomik.

Kedua, revolusi di bidang genetika, yang bisa mengubah keseluruhan landscape tentang kehidupan ke arah yang tidak bisa dibayangkan dampaknya, manakala perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut dijauhkan dari nilai kemanusiaan.

Ketiga adalah kemajuan di bidang teknologi realitas virtual.

Baca juga: Wisma Atlet Cuma Bisa Tampung 1.487 Pasien Covid-19 Lagi, Tower 5 Hanya Sisa 36 Tempat Tidur

Di mana seseorang dapat menikmati pengembaraan ke seluruh pelosok dunia, bahkan ke luar angkasa, tanpa meninggalkan rumahnya sama sekali.

Megawati mengatakan, ketiga perubahan di atas, hadir dalam realitas dunia yang masih diwarnai berbagai bentuk ketidakadilan akibat praktik 'penjajahan gaya baru', namun tetap pada esensi yang sama.

Yakni perang hegemoni, perebutan sumber daya alam, dan perebutan pasar, diikuti daya rusak lingkungan yang semakin besar.

Baca juga: Jika Tak Berbenah, 10 Kabupaten/Kota Ini Berpotensi Masuk Zona Merah Pekan Depan

“Hubungan antar-negara dalam perspektif geopolitik, juga menunjukkan pertarungan kepentingan yang sama, bahkan kini semakin meluas."

"Atas nama perang hegemoni, lingkungan dikorbankan."

"Perubahan teknologi dalam ketiga aspek tersebut justru memperparah eksploitasi terhadap alam.”

Baca juga: Cuma Dua Pekan Menganggur Usai Pensiun, Doni Monardo Didapuk Jadi Komisaris Utama Inalum

“Global warming berdampak pada kenaikan muka air laut."

"Perubahan iklim secara ekstrem juga menciptakan bencana lingkungan yang sangat dahsyat."

"Di sinilah kepemimpinan strategik harus memahami aspek geopolitik tersebut, guna memperjuangkan bumi sebagai rumah bersama seluruh umat manusia,” paparnya.

Baca juga: Megawati: Orang Indonesia Memang Tidak Bisa Disiplin, tapi Gotong Royongnya Luar Biasa

Megawati mengutip sejumlah pakar mengenai teori kepemimpinan strategik, seperti Stephen Gerras, dan pemikiran Olson dan Simmerson mengenai psikologi kognitif, system thinking, dan game theory.

Pendapat ini penting karena Megawati ingin menjelaskan bagaimana kepemimpinan strategik bekerja.

Yakni, harus memiliki kemampuan memahami sistem berperilaku, memiliki cara pandang multidimensional yang jernih untuk bisa menafsirkan interaksi dalam kerumitan realitas; hingga kemampuan mengalkulasi dengan cermat dengan setiap langkah dan pergerakan.

Baca juga: Kasus Covid-19 di Jakarta Naik 300 Persen dalam Waktu 10 Hari, BOR Tembus 62,13 Persen

“Oleh karena itulah kepemimpinan bukan hanya disebut sebagai suatu ilmu, tetapi juga sebuah seni, karena sifatnya yang selalu ada dalam dialektika bersama dengan aktor lain,” ulas Megawati.

Dia juga mengutip pendapat John Adair, Hughes, dan Beatty, untuk menjelaskan bagaimana karakteristik kepemimpinan strategik yang dibutuhkan.

Menurut Megawati, kepemimpinan strategik memerlukan sense of direction, berupa keyakinan atas arah tujuan visi yang akan dicapai.

Baca juga: Rektor Universitas Pertahanan: Megawati Soekarnoputri Putri Terbaik Bangsa Indonesia

Ia juga memerlukan sense of discovery guna menemukan gagasan terobosan, membuka ruang kreatif, ruang daya cipta sebagai esensi peningkatan taraf kebudayaan masyarakat.

Kombinasi antara leadership, sense of direction, dan sense of discovery akan menentukan 'jalan perubahan' yang sering kali diikuti langkah terobosan.

“Jalan perubahan ini adalah proses migrasi dari taraf sebelumnya, bergerak progresif dalam peningkatan kemajuan."

Baca juga: Diminta Jaksa, Bareskrim Gelar Rekonstruksi Ulang Kasus Dugaan Unlawful Killing 6 Anggota FPI

"Dengan meminimalkan dampak, meminimalkan proses trial and error, atau proses berkemajuan yang berwatak progresif, berkelanjutan, namun bersifat sistemik sekaligus transformasional dan kontekstual.”

“Kristalisasi perubahan strategik tersebut pada akhirnya diharapkan dapat menjadi kultur strategik atau strategic culture yang menjadi profil identitas budaya dan karakter bangsa.”

“Identitas budaya dan karakter bangsa ini adalah Pancasila."

"Sebab, tidak ada bangsa besar yang maju dan kuat tanpa mengakar pada identitas dan budaya bangsanya,” tegas Megawati. (Chaerul Umam/Taufik Ismail)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved