Hendardi Nilai Komnas HAM Terpancing Irama Genderang yang Ditabuh 51 Pegawai KPK Tak Lulus TWK

Menurut Hendardi, pemanggilan itu bukan saja tidak tepat, tetapi juga berkesan mengada-ada.

TRIBUNNEWS/VINCENTIUS JYESTHA
Ketua SETARA Institute Hendardi mengatakan, tes wawasan kebangsaan (TWK) yang digelar KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi terkait yang profesional,  semata urusan administrasi negara yang masuk dalam lingkup hukum tata negara (HTN). 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Ketua Setara Institute Hendardi menanggapi pemanggilan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Badan Kepegawaian Negara (BKN), oleh Komnas HAM.

Menurut Hendardi, pemanggilan itu bukan saja tidak tepat, tetapi juga berkesan mengada-ada.

"Karena seperti hanya terpancing irama genderang yang ditabuh 51 pegawai KPK yang tidak lulus TWK (Jumlahnya kurang dari 5,4 persen pegawai KPK)," kata Hendardi lewat keterangan tertulis kepada Tribunnews, Kamis (10/6/2021).

Baca juga: Sempat Mangkir, Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Hari Ini Akhirnya Diperiksa Penyidik KPK

Hendardi mengatakan, tes wawasan kebangsaan (TWK) yang digelar KPK melalui vendor BKN dan beberapa instansi terkait yang profesional,  semata urusan administrasi negara yang masuk dalam lingkup hukum tata negara (HTN).

Dan hal ini merupakan perintah UU dalam rangka alih tugas pegawai KPK menjadi ASN.

"Jika ada penilaian miring atas hasil TWK ini mestinya diselesaikan melalui hukum administrasi negara, bukan wilayah hukum HAM, apalagi pidana," terang Hendardi.

Baca juga: Mantan Direktur KPK: Firli Bahuri Katanya Pancasilais, Masa Dipanggil Komnas HAM Tidak Berani?

Maka, pemanggilan Komnas HAM terhadap pimpinan KPK dan BKN ingin mengesankan seolah ada aspek pelanggaran HAM yang terjadi.

"Semestinya Komnas HAM meneliti dan menjelaskan dahulu ruang lingkup dan materi di mana ada dugaan pelanggaran HAM yang terjadi, sebelum memanggil pimpinan KPK dan BKN," ucap Hendardi.

Analoginya, jika misalkan ada mekanisme seleksi untuk pegawai Komnas HAM dan kemudian ada sebagian kecil yang tidak lulus, apakah mereka bisa otomatis mengadu ke Komnas HAM dan langsung diterima dengan mengategorisasi sebagai pelanggaran HAM?

Baca juga: AKP Stepanus Robin Pattuju Tetap Jadi Polisi Usai Dipecat KPK, Pelanggarannya Bakal Diperiksa Propam

Dalam setiap pengaduan ke Komnas HAM diperlukan mekanisme penyaringan masalah dan prioritas yang memang benar-benar memiliki aspek pelanggaran HAM, agar Komnas HAM tidak dapat dengan mudah digunakan sebagai alat siapapun dengan interest apa pun.

"Komnas HAM harus tetap dijaga dari mandat utamanya sesuai UU, untuk mengutamakan menyelesaikan dan menangani kasus-kasus pelanggaran HAM berat (gross violation of Human Rights)," tuturnya.

Ia menambahkan, dalam persoalan alih status menjadi ASN di manapun, sangat wajar jika pemerintah menetapkan kriteria-kriteria tertentu sesuai amanat UU.

Baca juga: Jokowi: Bulan Ini Target Vaksinasi Covid-19 per Hari 700 Ribu, Juli 1 Juta Dosis per Hari

Karena, untuk menjadi calon pegawai negeri pun memerlukan syarat-syarat tertentu, termasuk melalui sejumlah tes, antara lain tentang kebangsaan.

Menjadi ironi ketika di berbagai instansi negara lainnya untuk menjadi calon ASN maupun menapaki jenjang kepangkatan harus melewati berbagai seleksi termasuk TWK, namun ada segelintir pegawai KPK yang tidak lulus yang menuntut diistimewakan.

Dalam konteks seleksi ASN memang bisa saja pelanggaran terjadi, misalnya seseorang tidak diluluskan (dicurangi/diskriminasi) atau karena tidak dipenuhi hak-haknya ketika diberhentikan dari pekerjaannya (pelanggaran HAM).

Baca juga: Gerindra Tak Ingin Wacana Duet Megawati-Prabowo Bikin Suasana Tak Kondusif

Tapi tentu harus dibuktikan dengan data yang valid.

"Sudah waktunya polemik dan manuver politik pihak yang tidak lulus TWK ini dihentikan, karena tidak produktif dan tersedia mekanisme hukum PTUN untuk memperjuangkan aspirasi mereka."

"Demikian pula seyogianya lembaga-lembaga seperti Komnas HAM dan lain-lain, tidak mudah terjebak untuk terseret dalam kasus yang kendati cepat populer, tapi bukan merupakan bagian mandatnya dan membuang-buang waktu," papar Hendardi.

Sebelumnya, Komnas HAM menerima surat balasan dari KPK, terkait undangan klarifikasi soal aduan pegawai yang menduga ada pelanggaran HAM dalam proses tes wawasan kebangsaan (TWK) dan alih status pegawai.

Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 8 Juni 2021: Pasien Baru Tambah 6.294, Sembuh 5.805 Orang, 189 Wafat

Ketua Komnas HAM mengatakan, surat itu telah diterima Komnas HAM pada Senin (7/6/2021) kemarin.

Namun demikian, ia belum membuka isi surat tersebut.

Taufan mengaku hanya mendengar selentingan pimpinan KPK tidak bisa menghadiri undangan klarifikasi terhadap semua pimpinan KPK yang sedianya akan berlangsung pada Selasa (8/6/2021) hari ini pukul 10.00 WIB.

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Melonjak Jadi 17, Sumatera Terbanyak, di Jawa Ada

Namun demikian, jika memang pimpinan KPK tidak bisa menghadiri undangan klarifikasi dari Komnas HAM, maka yang dirugikan adalah pihak KPK sendiri.

"Risikonya tentu kita tidak bisa mendapatkan keterangan yang seimbang dari para pihak."

"Jadi yang akan dirugikan justru pihak KPK sendiri, karena berarti keterangan penyeimbang dari mereka kan tidak kita dapatkan," kata Taufan di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/6/2021).

Baca juga: Saling Mengagumi, Mahfud MD Bakal Angkat Novel Baswedan Jadi Jaksa Agung Jika Jabat Presiden

Untuk itu, ia berharap pimpinan KPK bisa datang untuk memberikan klarifikasi terkait informasi yang telah didapat Komnas HAM dari pegawai KPK, yang telah menyampaikan aduan beberapa waktu lalu.

"Maka harapan kami, datanglah berikan keterangan," ajak Taufan.

Pertanyakan Pemanggilan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertanyakan maksud pemanggilan pimpinannya oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), terkait dugaan pelanggaran HAM.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menyebut pihaknya sudah membalas surat panggilan Komnas HAM soal pemanggilan permintaan keterangan terhadap lima pimpinan KPK.

"Senin 7 Juni 2021, pimpinan KPK telah berkirim surat kepada Komnas HAM untuk meminta penjelasan lebih dahulu, mengenai hak asasi apa yang dilanggar pada pelaksanaan alih status pegawai KPK," tutur Ali saat dikonfirmasi, Selasa (7/6/2021).

Baca juga: Sudah Pernah Ditangani Dewan Pengawas KPK, Polri Ogah Usut Dugaan Gratifikasi Firli Bahuri

Ali menyebut, pimpinan KPK sangat menghargai dan menghormati apa yang menjadi tugas pokok fungsi Komnas HAM.

Namun, Ali menegaskan proses peralihan status pegawai KPK merupakan perintah undang-undang, dan KPK telah melaksanakan UU tersebut.

"Pelaksanaan TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) dilakukan oleh BKN (Badan Kepegawaian Negara) bekerja sama dengan lembaga terkait lainnya."

"Melalui proses yang telah sesuai mekanisme sebagaimana peraturan perundang-undangan yang berlaku," terangnya.

Jadwal Ulang

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik membuka kemungkinan penjadwalan ulang proses klarifikasi terhadap pimpinan KPK.

Taufan membuka kemungkinan tersebut jika pimpinan KPK memang tidak bisa datang memenuhi undangan klarifikasi yang sedianya akan dilakukan pada Selasa (8/6/2021) hari ini.

"Oh iya dimungkinkan (penjadwalan ulang)," kata Taufan di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (8/6/2021).

Baca juga: KKB Papua Sebut Ilaga Zona Perang, Polri: Itu NKRI, Mereka Siapa?

Taufan mengatakan undangan klarifikasi tersebut merupakan hal yang biasa.

Ia mengungkapkan, sebelumnya sejumlah pejabat negara juga pernah memenuhi undangan klarifikasi Komnas HAM dalam konteks aduan yang berbeda.

Taufan di antaranya menyebut Kapolda Metro Jaya, Kapolda Kalimantan Timur, hingga Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim.

Baca juga: Teroris JAD Jadikan Merauke Tempat Persembunyian, tapi Tetap Terendus Densus 88

"Nadiem Makarim itu pernah dipanggil Komnas HAM, walaupun waktu itu beliau tidak bisa."

"Beliau kirim Dirjen kan untuk menjelaskan ada satu aduan dari kelompok manusia, katanya ada pelanggaran hak asasi terkait kebebasan berekspresi mereka. Kita uji," beber Taufan.

Tidak Ada yang Membahayakan

Ketua Komnas HAM Ahmad Taufn Damanik menegaskan, kelima pimpinan KPK adalah kolega Komnas HAM.

Terkait undangan klarifikasi untuk pimpinan KPK terhadap aduan pegawai KPK yang menduga adanya pelanggaran HAM dalam proses TWK dan alih status pegawai KPK ke ASN yang sedianya dilakukan pada hari ini, Taufan mengatakan tidak ada hal yang membahayakan.

"Saya ingin sampaikan kepada pimpinan KPK, pimpinan KPK itu kolega Komnas HAM."

Baca juga: Harun Masiku Ada di Indonesia Atau Luar Negeri? Polri Mengaku Belum Tahu

"Saya dengan kelima-limanya merasa bahwa ini semua adalah mitra kerja, kalau diundang Komnas HAM itu tidak ada yang membahayakan," jelas Taufan.

Jika pimpinan KPK menghadiri undangan klarifikasi tersebut, kata Taufan, pihaknya akan mengklarifikasi aduan para pegawai KPK.

Taufan mengatakan pihaknya akan mengkroscek kebenaran informasi yang disampaikan oleh para pegawai KPK tersebut, dan seperti apa kebijakan terkait TWK yang jadi substansi aduan para pegawai KPK tersebut kepada Komnas HAM.

Baca juga: Mahfud MD: Korupsi Sekarang Semakin Gila, APBN Belum Jadi Saja Sudah Dikorupsi

"Untuk nanti pada akhirnya menguji apakah ada standar, norma, prinsip hak asasi yang dilanggar atau tidak. Kan itu saja sebetulnya."

"Tugas Komnas kan di situ, untuk memastikan bahwa setiap kebijakan lembaga negara, bahkan presiden sekalipun."

"Kan berkali-kali kami bikin rekomendasi kalau ada kebijakan presiden yang kami anggap tidak sesuai dengan hak asasi manusia."

"Tapi juga ada yang kami dukung karena sesuai dengan hak asasi, kan biasa," papar Taufan. (Fransiskus Adhiyuda)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved