Satu Hakim MK Nilai Pembentukan UU KPK Punya Masalah Konstitusionalitas dan Moralitas Cukup Serius

Salah satu anggota hakim konstitusi, Wahiduddin Adams, punya pendapat berbeda (dissenting opinion).

Tribunnews.com
MK menolak gugatan uji formil UU KPK, yang diajukan sejumlah mantan pimpinan KPK seperti Agus Rahardjo, Laode M Syarif, hingga Saut Situmorang. 

Tapi bila diselisik, ketentuan mengenai KPK dalam UU tersebut secara nyata telah mengubah postur, struktur, arsitektur dan fungsi KPK secara fundamental.

Perubahan tersebut dianggap tampak sangat sengaja dilakukan dalam jangka waktu singkat, dan dilakukan pada momentum spesifik, yakni saat hasil pilpres dan pileg telah diketahui.

Persetujuan didapatkan hanya beberapa hari menjelang berakhirnya masa bakti anggota DPR periode 2014-2019, dan beberapa minggu jelang berakhirnya pemerintahan Presiden Joko Widodo periode pertama.

Baca juga: Lulusan Akpol, Novel Baswedan Diragukan Tak Lulus Tes Wawasan Kebangsaan

"Tiba lah saya pada keyakinan dan pendirian yang sama dengan keterangan ahli Bagir Manan dalam persidangan."

"Yang pada pokoknya menyatakan bahwa yang dilakukan oleh pembentuk UU melalui UU a quo sejatinya adalah membentuk sebuah UU baru tentang KPK," ucap Wahududdin.

Sebelumnya, MK menolak gugatan uji formil UU KPK, yang diajukan sejumlah mantan pimpinan KPK seperti Agus Rahardjo, Laode M Syarif, hingga Saut Situmorang.

Dalam sidang agenda pembacaan putusan perkara nomor 79/PUU-XVII/2019, MK menyatakan menolak permohonan provisi maupun pokok permohonan para pemohon untuk seluruhnya.

"Mengadili dalam provisi, menolak permohonan provisi para pemohon."

Baca juga: DAFTAR Terbaru Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Menyusut Jadi 14, Jateng dan Jabar Kembali Muncul

"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua Majelis Hakim Konstitusi Anwar Usman membaca amar putusan dalam sidang daring, Selasa (4/5/2021).

Dalam pertimbangannya, MK menolak dalil pemohon soal UU 19/2019 tidak melalui Prolegnas dan terjadi penyelundupan hukum.

Dalil tersebut menurut MK tidak beralasan hukum.

Baca juga: Mahfud MD Ungkap Ada 417 Orang dan 99 Organisasi di Indonesia Masuk DTTOT, Termasuk KKB Papua

MK berpendapat ternyata rancangan undang-undang a quo telah terdaftar dalam Prolegnas, dan berulang kali terdaftar dalam Prolegnas Prioritas DPR.

Terkait lama atau tidaknya waktu yang diperlukan dalam pembentukan undang-undang, hal tersebut berkaitan erat dengan substansi dari RUU tersebut.

Sehingga, tidak menutup kemungkinan terjadi perbedaan waktu dalam melakukan harmonisasinya.

Baca juga: Dikabarkan Tak Lolos Asesmen Tes Wawasan Kebangsaan, Novel Baswedan: Kalau Benar, Saya Terkejut

Sementara soal asas keterbukaan, anggota Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan berdasarkan bukti lampiran dari DPR terkait rangkaian diskusi publik, DPR sudah melakukan sejumlah seminar nasional di beberapa universitas.

Halaman
123
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved