Berita Tangerang

PT Agung Intiland Diduga Bermasalah, Pemerintah Kabupaten Tangerang Diminta Tegas Cabut Izin Lokasi

PT Agung Intiland Diduga Bermasalah, Pemerintah Kabupaten Tangerang Diminta Tegas Cabut Izin Lokasi. Berikut Alasannya

Penulis: Dwi Rizki | Editor: Dwi Rizki
Istimewa
Kantor Marketing Laksana Bussiness Park PT Bangun Laksana Persada (BLP) Agung Intiland, Kabupaten Tangerang, Banten 

WARTAKOTALIVE.COM, TANGERANG - Tidak konsisten melaksanakan izin lokasi hingga dipersoalkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang, PT Bangun Laksana Persada (BLP) Agung Intiland pun disoroti Pengamat Hukum Perizinan, Yunihar.

Dirinya menilai tidak konsistennya PT Agung Intiland harud ditanggapi Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang secara serius, mulai dari pembatalan perpanjangan izin hingga pencabutan izin lokasi.

Sanksi tersebut dijelaskan Yunihar merujuk Surat Keputusan (SK) Izin Lokasi sesuai rencana penanaman modal dan penataan ruang yang sudah diatur pemerintah daerah.

PT Agung Intiland yang mendapat izin lokasi dari Pemkab Tangerang seluas 1.650 hektar di wilayah Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang itu katanya harus komitmen dengan kewajiban.

"Harus komitmen dong. Adapun rangkaiannya progress pembebasan lahannya dan progress pembangunannya minimal 50 persen banding 1 dari total luas izin lokasi batas yang diberikan maksimal 3 tahun," ujar Yunihar pada Senin (18/4/2021).

Lanjut jebolan UIN Jakarta ini memaparkan, secara normatif setiap per triwulan atau per semester PT Agung Intiland harus memberikan laporan kepada pemerintah daerah (pemda) dan Badan Pertanahan Nasional (BPN).

Tujuannya untuk mengetahui perkembangan pelaksanaan izin lokasi sesuai amanat Permen ATR/BPN Nomor 17 Tahun 2019.

Baca juga: Belum Ada yang Ditangkap, Polisi Baru Periksa Enam Saksi Terkait Pengeroyokan Anggota TNI dan Polri

"Harus clear dievalusi, mendasarnya guna memastikan layak atau tidak diperpanjang izin lokasi itu. Kalau stagnan dan di bawah minimum persen, harus ada langkah tindakan tegas dari pemda sesuai ketentuan yang berlaku," papar Yunihar.

"Bilamana si pelaku usaha tidak melaksanakan penggunaan dan pemanfaatan tanah maka, pelaku usaha wajib mengalihkan tanah yang diperoleh kepada pihak lain yang memenuhi syarat paling lama satu tahun atas dasar keputusan pemerintah daerah," jelasnya.

Sedangkan, terkait adanya penolakan masyarakat yang belum mau menjual tanah miliknya kepada pihak pengembang, PT Agung Intiland katanya wajib menghormati hak-hak pemilik tanah tersebut.

"Seperti tidak menutup atau mengurangi aksesibilitas masyarakat di sekitar lokasi dan menjaga serta melindungi kepentingan umum," papar jelasnya.

Baca juga: Tidak Konsisten dan Melanggar Kesepakatan, Izin Lokasi PT BLP Agung Intiland Terancam Dicabut

Terpisah, Pakar Hukum Agraria Alwanih menambahkan nama pelaku usaha atau Perseroan Terbatas (PT) yang sama dilarang untuk memiliki izin lokasi lebih dari satu.

Meskipun, kata dia dalam satu group akan mengakibatkan closing ownersip dan rawan konflik interst.

"Misalnya begini, satu group punya lima PT, tapi kalau bicara PT itu kan sifatnya berdiri sendiri. Walaupun prakternya ditemukan banyak pelanggaran dengan nama satu group itu sendiri yang memberikan sponsor," ujar Alwanih kepada wartawan.

"Kalau ditemukan seperti itu, lebih baiknya segera dibatalkan oleh pemerintah daerah izin lokasi nya. Karena rawan motif konflik interst, kenapa? Karena walau nama PT-nya beda-beda tapi kan satu pemilik izin lokasi," sambungnya.

Baca juga: Berulang Kali Mangkir, Kuasa Hukum Minta JPU Panggil Paksa Dirut PT Indotruck Utama, Bambang Prijono

Oleh karenanya, menurut Alwanih peran pemerintah daerah sangat penting untuk melakukan evaluasi terhadap pelaku yang sudah mengantongi izin lokasi.

Karena dalam prakteknya tak sedikit proses pemanfaatan tanah menjadi lambat.

"Kalau izin lokasi abis kan tidak bisa melakukan proses jual beli tanah. Pelaku usaha tidak bisa mengatasnamakan sebagai pembeli dan pemanfaat tanah, dia harus off (berhenti)," papar Akademisi Universitas Nahdlatul Ulama ini.

Apalagi, lanjut Alwanih, bilamana SK Izin Lokasi seenaknya dijual, tidak boleh dan batal demi hukum.

Hal tersebut lantaran sudah disebutkan siapa penerima izin.

"Kecuali di PT tersebut ada perubahan kepemilikan modal itu boleh dan normal. Kan biasa salah seorang pemegang saham menjual, tapi kan secara umum nama izin lokasi tidak berubah," terangnya.

Baca juga: Bersikap Kasar ke Pelanggan, PT Infomedia Nusantara Pecat Aditya, Customer Service Indihome

Izin Lokasi Terancam Dicabut

Tidak konsisten dan melanggar kesepakatan, Alwanih menilai izin lokasi yang dimiliki PT Agung Intiland terancam dicabut.

Alasannya dipaparkannya karena PT BLP Intiland selaku pengembang yang tidak melaksanakan pembangunan sesuai dengan izin lokasi yang sudah diberikan Pemerintah Kabupaten Tangerang.

Pengembang yang kini tengah disorot DPRD Kabupaten Tangerang itu diketahui tidak konsisten melakukan pembangunan di lahan seluas 1.650 hektar.

"Izin lokasi kan bagian sifatnya administratif dalam hal peruntukan penataan ruang. Jadi kalau dia (pengembang) tidak bisa melaksanakan itu, harus diberikan evaluasi oleh Bupati/Walikota. Sanksinya bisa penangguhan, pengecilan dan atau pencabutan izin lokasi tersebut," ujar Alwanih pada Kamis (1/4/2021).

"Jika tidak konsisten melaksanakan amanat Izin Lokasi bisa disebut mafia perizinan," tambahnya.

Praktisi hukum ini pun menyayangkan praktek di lapangan terhadap penerima izin lokasi tidak diimbangi pengawasan yang berkelanjutan.

Padahal, kata Alwanih, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Izin Lokasi, pihak pengembang harus memberikan laporan setiap tiga bulan sampai tiga tahun.

"Itu wajib evaluasi. Kalau tidak ada laporan harusnya pemerintah daerah memberikan sanksi, karena itu melalui kajian yang panjang dari tingkat RT sampai dinas terkait untuk menyerahkan rekomendasi kepada kelapa daerah dan tata guna tanah dari BPN untuk memberikan izin lokasi," jelas Alwanih.

"Kalau tidak sanggup melakukan kegiatan itu juga tidak berhak mengklaim perolehan hak atas tanah hanya untuk pengembang tersebut," paparnya

Baca juga: Urai Kemacetan, PT Jasa Marga Perpanjang Contraflow Tol Jakarta-Cikampek KM 36+900 hingga KM 61+000

"Izin lokasi kan cikal bakal project cita-cita pengembang untuk membangun kawasan sekian hektar. Nanti kan ada konsukeunsi pada tata ruang daerah, apakah nanti ada fasilitas jalan, dan fasilitas umum lainnya yang diberikan kepada pemda melalui pengembang. Kalau tidak berjalan, ada hak pemda yang hilang potensinya," tambahnya.

Izin lokasi yang dimiliki pengembang pun dijelaskannya merujuk kepada tata ruang yang baik.

Tujuannya agar tidak berdampak buruk terhadap lingkungan.

Hal tersebut pun ditegaskannya sangat memengaruhi perencanaan tata ruang wilayah yang disepakati Bupati bersama DPRD Kabupaten Tangerang.

"Artinya pengembang harus konsisten," tutur Alwanih.

Baca juga: Sulap Limbah Kayu Jadi Beragam Kerajinan,Wanurejo Diusung Sandiaga Uno Sebagai Desa Penghasil Devisa

Di sisi lain, akademisi salah satu Perguruan Tinggi Swasta Jakarta ini menyebutkan masyarakat berhak menolak atau mengalihkan untuk menjual tanah yang dimiliki kepada pihak lain.

Bahkan bisa mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Nggak ada masalah. Kan baru sebatas izin lokasi bukan hak keperdataan atau menghilangan hak keperdataan seseorang. Izin lokasi itu sifatnya membangun untuk membeli bukan untuk perolehan hak selagi pengembang lain konsisten. Masyarakat juga berhak mengajukan PTUN terhadap SK Izin Lokasi yang diberikan jika merasa keberatan," jelasnya.

Baca juga: Nikmati Keindahan Alam, Sandiaga Uno dan Ganjar Pranowo Nongkrong Bareng di Desa Wisata Lerep

Disoroti DPRD Kabupaten Tangerang

Sementara itu, Ketua DPRD Kabupaten Tangerang Kholid Ismail membenarkan dua dari satu perusahaan pengembang bernama PT BLP Agung Intiland tengah menjadi sorotan pihaknya.

Kholid menilai pengembang tersebut terkesan tidak konsisten melaksanakan izin lokasi yang sudah diberikan Bupati Tangerang demi tujuan membantu mewujudkan pembangunan daerah.

"Kita harapkan jangan sampai SK Izin Lokasi hanya dibuat jadi bahan yang tanggung melakukan pembangunan," ujar Kholid saat dikonfirmasi.

Menurut aktivis lingkungan itu, pemerintah daerah tidak salah memberikan kebijakan izin lokasi.

Hanya saja, pihak pihak pengembang lalai dan melanggar kesepakatan.

"Kami DPRD meminta Pemda untuk memutuskan secepatnya tidak perlu menunggu masa berlaku SK Izin Lokasi habis. Menimbang butuh kepastian investasi, jika tidak kuat modal untuk dilanjutkan jangan dipaksakan,"

"Karena dengan begitu akan menghambat investor yang akan masuk melakukan pembangunan dan atau yang sudah berjalan," jelas Politisi PDI Perjuangan.

Diperiksa DPRD Kabupaten Tangerang

Sebelumnya, perwakilan PT BLP Agung Intiland, Muhammad Arifin hadir memenuhi pemanggilan DPRD Kabupaten Tangerang di Aula Gedung DPRD Kabupaten Tangerang, Tigaraksa, Kabupaten Tangerang pada Rabu (30/3/2021).

Dirinya berkilah pemanggilan bukan terkait adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan PT BLP Agung Intiland, tetapi penyampaian progres pembangunan sesuai data perizinan.

"Sebagian progres pembangunan sudah ada 50 persen, tapi hitungan secara global baru 40 persen dari izin lokasi yang dimiliki," ujar Arifin kepada wartawan pada Rabu (31/3/2021). 

Arifin mengatakan pihaknya tetap mematuhi peraturan pemerintah daerah.

"Kalau memang dibilang belum sesuai atau butuh percepatan (pembangunan) kita ikuti. Yang jelas kami memaparkan kondisi kami, dan pihak DPRD sama dinas terkait menyampaikan regulasi yang berlaku," jelasnya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved