Edhy Prabowo Ditangkap KPK
Bank Garansi yang Dibikin Atas Arahan Edhy Prabowo kepada Sekjen KKP Sukses Kumpulkan Uang Rp 52,3 M
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Edhy disebut memberi arahan kepada Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar perihal bank garansi.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap dengan total Rp 25,7 miliar, terkait pengurusan izin budidaya dan ekspor benih bening lobster (BBL).
Dalam dakwaan jaksa penuntut umum (JPU), Edhy disebut memberi arahan kepada Sekretaris Jenderal KKP Antam Novambar perihal bank garansi.
Bank garansi ini diduga menjadi sarana pengumpulan uang suap dari para perusahaan eksportir benur.
Baca juga: Didakwa KPK Terima Suap Rp 25,7 Miliar, Edhy Prabowo: Saya Tidak Bersalah tapi Bertanggung Jawab
"Atas arahan terdakwa pada tanggal 1 Juli 2020, Antam Novambar selaku Sekretaris Jenderal KKP membuat nota dinas."
"Kepada Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Nomor: ND.123.1/SJ/VII/2020 tanggal 1 Juli 2020," kata jaksa KPK membaca surat dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Nota dinas tersebut adalah hasil tindak lanjut pelaksanaan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 12 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Lobster, Kepiting dan Rajungan di wilayah Ngara Republik Indonesia.
Baca juga: Jokowi Mau Reshuffle Kabinet, PAN Dukung Semua Kebijakan Pemerintah
Atas nota dinas itu, Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan Jakarta I (Soekarno-Hatta) Habrin Yake menandatangani surat komitmen dengan seluruh eksportir benur, sebagai dasar penerbitan bank garansi di Bank BNI.
Kemudian atas permintaan Staf Khusus Menteri Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi, para eksportir BBL diwajibkan menyetor uang ke rekening bank garansi tersebut dengan nilai Rp1.000 per ekor. Harga ini sebelumnya telah ditetapkan Edhy Prabowo.
Jaksa mengatakan saat itu Kementerian Keuangan belum menerbitkan revisi Peraturan Pemerintah tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ekspor BBL.
Baca juga: Cegah Ketergantungan, Rp 400 Miliar Dianggarkan untuk Kembangkan Vaksin Covid-19 Dalam Negeri
Tapi, para perusahaan pengekspor benur ini tetap menyetorkan uang ke bank garansi tersebut.
Sehingga, terkumpul uang di bank garansi sebesar Rp 52.319.542.040 (Rp 52,3 miliar).
Uang tersebut saat ini sudah disita KPK dari Bank BNI 46 cabang Gambir.
Baca juga: UPDATE Vaksinasi Covid-19 RI 14 April 2021: Suntikan Pertama 10.477.506, Dosis Kedua 5.568.857
Edhy melalui tim hukumnya tidak mengajukan nota keberatan atau eksepsi atas surat dakwaan tersebut.
"Setelah kami berdiskusi kepada terdakwa, kami berkesimpulan baik terdakwa maupun pengacara tidak mengajukan keberatan," kata Kuasa Hukum Edhy, Soesilo Aribowo, usai persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Dengan demikian, sidang berikutnya yang digelar pekan depan akan masuk dalam pokok perkara, yakni proses pemeriksaan saksi.
Baca juga: UPDATE Covid-19 di Indonesia 14 April 2021: 5.656 Pasien Baru, 5.747 Orang Sembuh, 124 Meninggal
Soesilo meminta jaksa penuntut umum (JPU) memberitahu lebih dahulu siapa saksi yang akan dihadirkan di tengah persidangan.
"Ada beberapa hal yang kita sampaikan ketika proses ini dilangsungkan pemeriksaan saksi, untuk JPU disebutkan dahulu saksi yang akan diperiksa," sambungnya.
Didakwa Terima Suap Rp 25,7 Miliar
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo didakwa menerima suap Rp 25,7 miliar.
Suap itu untuk mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor benih bening lobster (BBL), kepada PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) dan para eksportir BBL lainnya.
Usai mendengar dakwaan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), Edhy Prabowo mengaku dirinya tidak bersalah.
Baca juga: Polisi Bolehkan Warga Mudik Lebaran Sebelum 6 Mei 2021, Setelah Itu Bangun 333 Titik Pos Penyekatan
"Saya dari awal ketika masuk sini saya tidak bersalah."
"Cuma saya bertanggung jawab atas yang terjadi kementerian saya."
"Saya tidak akan lari dari tanggung jawab saya," ucap Edhy di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Baca juga: DPC Bakal Rapat Akbar Desak MLB PKB, Yenny Wahid dan Menteri Agama Digadang Jadi Pengganti Cak Imin
Edhy yang mengikuti jalannya persidangan lewat konferensi video, menyebut meski mengaku tak bersalah, ia menyatakan siap menjalani proses hukum perkara ini.
Edhy Prabowo mengaku siap membuktikan dirinya tak bersalah.
"Sudah dibacakan, sudah didakwakan, sudah saya dengar, tinggal mohon doanya."
Baca juga: SEJARAH Logo Partai Demokrat: Ide dari SBY, Cari Bahan Warna Biru Pasukan PBB di Tanah Abang
"Saya tinggal menghadapinya di persidangan nanti."
"Saya berharap di pembuktian lah semua akan diambil keputusan yang terbaik," ucap Edhy.
Edhy didakwa menerima suap sebesar 77 ribu dolar AS atau setara Rp1,1 miliar, dan Rp 24.625.587.250 oleh tim JPU KPK.
Baca juga: Rapat Pleno KPU Sepakat Jadikan Ilham Saputra Ketua Definitif Gantikan Arief Budiman
Jika ditotal, dugaan suap yang diterima Edhy sebesar Rp 25,7miliar.
Suap berkaitan dengan pengurusan izin ekspor BBL atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri."
Baca juga: Jokowi: 70 Juta Penduduk Harus Sudah Divaksinasi Covid-19 pada Juli 2021
"Sehingga merupakan beberapa kejahatan, telah menerima hadiah atau janji," kata Jaksa Ali Fikri dalam dakwaannya di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (15/4/2021).
Jaksa menyebut, Edhy Prabowo menerima 77 ribu dolar AS dari pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (DPPP) Suharjito.
Edhy menerima uang tersebut melalui Amiril Mukminin selaku sekretaris pribadinya, dan Safri yang merupakan Staf Khusus Menteri dan Wakil Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Baca juga: Waria PSK Dipukuli Pelanggan Gara-gara Hal Ini, Sebelumnya Patok Harga Rp 50 Ribu Ditawar Rp 40 Ribu
Pemberian uang tersebut dilakukan pada 16 Juni 2020, di Kantor KKP Gedung Mina Bahari IV Lantai 16.
Uang diberikan Suharjito kepada Safri sambil mengatakan 'ini titipan buat Menteri'.
Selanjutnya, Safri menyerahkan uang tersebut kepada Edhy Prabowo melalui Akiril Mukminin.
Baca juga: Jokowi: Angka Kesembuhan Pasien Covid-19 di Indonesia 90,5 Persen, Jauh di Atas Rata-rata Dunia
Sedangkan penerimaan uang sebesar Rp 24.625.587.250 diterima Edhy dari para eksportir benur lainnya.
Namun, jaksa tak menyebut siapa saja eksportir tersebut.
Jaksa hanya menyebut uang itu diterima Edhy melalui Amiril Mukminin, dan Ainul Faqih selaku staf pribadi Iis Rosita Dewi (anggota DPR sekaligus istri Edhy Prabowo).
Baca juga: Satu Buronan Densus 88 Warga Jakarta Selatan Menyerahkan Diri ke Polsek Pasar Minggu
Juga, Andreau Misanta Pribadi selaku Staf Khusus Menteri dan Ketua Tim Uji Tuntas Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster.
Dan, Siswandhi Pranotoe Loe selaku Komisaris PT Perishable Logistic Indonesia (PLI) dan pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK).
Jaksa menyebut, pemberian suap dilakukan agar Edhy mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya, yang bertentangan dengan kewajiban Edhy sebagai menteri.
Baca juga: Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman: Vaksin Nusantara Tidak Bisa Dipakai Massal
"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya."
"Yaitu dengan maksud supaya terdakwa bersama-sama Andreau Misanta Pribadi dan Safri mempercepat proses persetujuan pemberian izin budidaya lobster dan izin ekspor BBL kepada PT DPPP dan para eksportir BBL lainnya," beber jaksa.
Atas perbuatannya itu, Edhy didakwa dengan pasal 12 huruf a UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Kepala BPOM Ungkap Data Penelitian Vaksin Nusantara Disimpan di Server AS, Penelitinya Orang Asing
Sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP.
Atau, pasal 11 UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 65 ayat (1) KUHP. (Danang Triatmojo)