Arief Poyuono Ungkap Dugaan Jual Beli Jabatan di Kemendes PDTT, Minimal Rp 1 Miliar untuk Eselon I

Arief menjelaskan, seorang anggota Staf Khusus Mendes PDTT diduga memperjualbelikan jabatan eselon I dan II.

Dok Humas Kemendes PDTT
Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar, terkait dugaan jual beli jabatan di kementerian tersebut. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) mencopot Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar.

Desakan itu seiring mencuatnya isu praktik jual beli jabatan di Kementerian Desa yang diduga dilakukan oleh staf khusus Mendes.

"Jokowi harus mencopot menteri desa jika ingin pemerintahannya bersih dari praktik-praktik korupsi, kolusi, nepotisme (KKN)," ujar Arief lewat keterangan tertulis kepada Tribunnews, Selasa (13/4/2021).

Baca juga: Perusahaan Wajib Bayar THR 2021 Penuh dan Tepat Waktu, yang Terlambat Didenda 5 Persen

Arief menjelaskan, seorang anggota Staf Khusus Mendes PDTT diduga memperjualbelikan jabatan eselon I dan II.

Sejumlah pejabat Kementerian Desa mengatakan, ungkap Arief, mereka yang menolak akan dipindahkan dari posisinya.

Enam petinggi di kementerian menyebutkan, nominal yang diminta staf ini bervariasi.

Baca juga: Darmizal Tuding Sosok Ini yang Jerumuskan SBY Daftarkan Merek dan Lukisan Partai Demokrat ke DJKI

Mulai dari Rp 1 miliar hingga Rp 3 miliar, untuk menjadi direktur jenderal atau pejabat eselon I.

Lalu, Rp 500 juta - Rp 1 miliar buat direktur atau eselon II, dan Rp 250 juta- Rp 500 juta untuk eselon III, yang kini sudah dihapus.

"Seorang di antara pejabat itu bercerita, dia pernah dimintai uang lebih dari Rp 500 juta oleh seorang utusan staf khusus, untuk mempertahankan posisinya pada akhir 2020."

Baca juga: Yakin Menang Gugatan Soal AD/ART Partai Demokrat, Kubu Moeldoko Minta AHY Fokus Siapkan Rp 100 M

"Utusan tersebut meminta duit itu dibayar secara tunai," ungkap Arief.

Diduga stafsus itu berani bertindak demikian atas perintah dari Menteri Desa.

"Tidak akan stafsus menteri melakukan jual beli jabatan eselon I dan II kalau tidak diperintah oleh menteri."

Baca juga: Pleidoi Tak Digubris Hakim, Djoko Tjandra Banding Vonis 4 Tahun 6 Bulan Penjara

"Karena para calon pejabat eselon I dan II tentu saja tahu kalau stafsus itu tidak punya kewenangan untuk melakukan staffing di kementrian, jika tidak diperintah oleh menterinya," paparnya.

Menurut Arief, sudah biasa jika ada kejadian jual beli jabatan di kementerian atau pengaturan proyek serta kuota yang semua wewenang menteri.

Kemudian, terjadi tindakan gratifikasi atau suap, yang ditangkap KPK adalah para stafsus menteri.

Baca juga: Aktor Intelektual Kasus Penyiraman Air Keras Tak Terungkap, Novel Baswedan Nilai Polisi Enggan

"Pasti stafsus menteri akan ngaku kalau itu perintah menteri," ucapnya.

Sebagai contoh kasus korupsi yang melibatkan eks Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan Menteri KKP Edhy Prabowo.

Di mana stafsus dari kedua eks menteri itu ditangkap KPK, dan mengakui semua tindakannya yang berhubungan dengan gratifikasi atas perintah sang menteri.

Baca juga: Ingin TMII Berbasis Konsep 4.0, Kemensetneg Buka Kanal Aspirasi Publik

Pengakuan pejabat Kemendes itu, kata Arief, harusnya jadi bukti bagi KPK untuk segera melakukan penyelidikan terkait proses jual beli jabatan di Kemendes.

"Ini tentu sangat memalukan bagi Presiden Jokowi."

"Karena menandakan pemerintahannya hanya terlihat bagus di permukaan, tapi di dalamnya jorok dan sangat korup," ucapnya.

Baca juga: Besok Sentra Vaksinasi Bersama BUMN Libur, Beroperasi Hanya Sampai Pukul 14.00 Selama Ramadan

Arief berpendapat, jual beli jabatan di kementerian ini merupakan awal terjadinya tindak pidana korupsi di pemerintahan.

"Sebab si pejabat kan keluar duit, tentu duitnya harus kembali meski dengan cara korupsi," ujar Arief.

Moeldoko: Jokowi Berharap Menterinya Tak Ditangkap KPK Lagi

Presiden Joko Widodo mengingatkan para menterinya untuk tidak berani melakukan korupsi.

Jokowi berharap penangkapan mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara dan eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, jadi yang terakhir di Kabinet Indonesia Maju.

"Saya ingin mengingatkan arahan Bapak Presiden (Jokowi) yang sering disampaikan saat rapat terbatas kabinet."

"Yaitu untuk menciptakan sistem yang menutup celah korupsi."

"Jangan korupsi apa pun atas hak rakyat," kata Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/4/2021).

Moeldoko mengatakan, Jokowi selalu mengingatkan para menteri untuk tidak melakukan korupsi dalam rapat kabinet.

"Jangan menyalahgunakan kewenangan, jangan mau disuap, serta jangan melakukan pungli."

"Karena pada dasarnya dan pada akhirnya yang menjadi korban adalah rakyat," ucapnya.

Moeldoko meminta para menteri tidak mengkhianati Jokowi.

Sebab, kata dia, Jokowi selalu mengingatkan antikorupsi tiap rapat terbatas.

"Kalimat ini sering kali diulang-ulang oleh Bapak Presiden (Jokowi) terus menjadi perhatian kita semuanya," tegas Moeldoko.  (Lusius Genik/Ilham Rian Pratama)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved