14 Tahun Jawa Barat Rangking Satu Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan, Ini 4 Penyebabnya

Dibandingkan tahun sebelumnya, kata Halili, jumlah peristiwa di tahun 2020 mengalami penurunan, sekalipun justru mengalami lonjakan jumlah tindakan.

Tribunnews.com
Direktur Riset SETARA Institute Halili Hasan usai Diskusi Media bertajuk Intoleransi Semasa Pandemi: Laporan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan 2020 di kawasan Jakarta Pusat pada Selasa (6/4/2021). 

Pertama, kata dia, adalah faktor regulasi.

Di Jawa Barat misalnya, kata dia, ada Pergub mengenai pelarangan Ahmadiyah.

Baca juga: Jokowi Diminta Barter Konten dengan Atta Halilintar, Bilang ke Follower Mati Bawa Bom Masuk Neraka

"Dan itu menjadi dasar bagi kelompok-kelompok intoleran di Jawa Barat untuk mempersekusi Ahmadiyah."

"Itulah mengapa pelanggaran kepada (jemaat) Ahmadiyah itu pada umumnya terjadi di Jawa Barat," jelas Halili.

Faktor kedua, kata dia, adalah politisasi agama.

Baca juga: Nadiem Makarim: Kalau Enggak Berani Ambil Risiko Mending Jangan Memimpin

Menurutnya, harus diakui dalam setiap perhelatan politik elektoral, baik di tingkat lokal maupun nasional, Jawa Barat menjadi salah satu tempat yang paling kental dengan politisasi agama.

Ia juga menilai ada faktor ketidakmatangan perspektif kebhinekaan di kalangan politisi di Jawa Barat.

Dalam Pilkada DKI pada 2016, kata dia, banyak aktor politik yang dipasok dari Jawa Barat ke DKI Jakarta, untuk mempertegas politisasi identitas.

Baca juga: Varian E484K Bisa Turunkan Khasiat Vaksin Covid-19, Lebih Cepat Menular, Sudah Ditemukan di Jakarta

Politisasi identitas keagamaan tersebut, kata dia, kemudian dijadikan instrumen untuk mendapat insentif elektoral.

"Dalam Pilkada serentak misalnya peristiwa politisasi agama itu paling banyak di samping Sumatera Utara."

"Jadi hanya di dua daerah itu yang paling kuat, dan tidak ada di daerah lain," ucapnya.

Baca juga: Dianggap Jadi Sekolah Jihad, Pemerintah Diminta Perbaiki Sistem Deradikalisasi di Penjara

Faktor ketiga, kata dia, adalah faktor sejarah.

Menurutnya, ekspresi formalisme keagamaan, ke-Islaman terkait NII dan Karto Suwiryo nenjadikan Jawa Barat sebagai pusatnya.

Namun demikian, kata dia, faktor historis bukan menjadi faktor dominan.

Baca juga: Terduga Teroris Ini Mengaku Rancang Pelemparan Air Keras kepada Polisi, Juga Isi Ilmu Kebal

"Dan narasi itu hampir dikatakan hari ini tidak berkembang di daerah lain," paparnya.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved