DP 0 Persen
Ketua DPRD Sebut Anies Tahu Persis Program Rumah DP 0 Persen, Wagub Ariza Bilang Salah Alamat?
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengakui bahwa dia yang mengesahkan program DP 0 rupiah, namun yang merencanakan adalah Anies Baswedan
Penulis: Fitriyandi Al Fajri |
WARTAKOTALIVE.COM, JAKARTA -- Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi mengakui bahwa dia yang mengesahkan program DP 0 rupiah yang kini terkait kasus dugaan korupsi.
Namun ia memastikan hanya mengetuk palu pengesahan karena program itu bagus.
Terkait detilnya ia memastikan tak mengetahui, ia yakin detil pembelian tanah yang kini dijadikan bukti kasus korupsi ada di bagian Pemprov DKI Jakarta.
Baca juga: Status Bencana Covid-19 Belum Dicabut, IPW Minta Kapolri Menghentikan Piala Menpora 2021
Baca juga: Mau Ambil KPR DP 0 Persen? Jangan Buru-buru, Simak Hal Ini Agar Tidak Terjebak
Prasetyo menyebut Gubernur Anies Baswedan pasti paling mengetahui detilnya dan paling bertanggung jawab atas kasus itu.
Namun Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menilai, salah alamat jika KPK memeriksa Gubernur Anies Baswedan dalam kasus korupsi pembelian lahan rumah Dp 0 rupiah.
Seperti diketahui, Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi membantah, dirinya terlibat dalam kasus dugaan korupsi pembelian tanah untuk pembangunan rumah DP 0 Rupiah.
Baca juga: Ini Daya Tampung Universitas Airlangga dan Biaya Kuliah Lewat Jalur SBMPTN 2021
Pembelian tanah yang menjadi kasus itu berada di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur pada 2019 lalu.
Politisi PDI Perjuangan ini merasa difitnah dan terkejut karena namanya disebut dalam pemberitaan yang ada.
“Perencanaan pertamanya dari Gubernur dan diarahkan ke saya. Kebetulan saya sebagai Ketua Banggar untuk pengesahan apakah disetujui atau tidak,” kata Prasetyo di DPRD DKI Jakarta pada Senin (15/3/2021).
Prasetyo mengungkapkan, banyak pihak yang terlibat dalam pembelian tanah di Cipayung untuk pembangunan hunian DP 0 Rupiah. Di antaranya DPRD melalui Badan Anggaran (Banggar) dan Komisi B.
Baca juga: Siaran Langsung Sidang Habib Rizieq Kasus Kerumunan, di PN Jaktim, Ini Linknya
Kemudian Pemprov DKI melalui Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan Perumda Sarana Jaya.
“Jadi, bukan semata-mata saya sendiri yang melaksanakan itu (mengesahkan), dan itu juga anggaran tahun 2018. Ketua Komisi saat itu bukan saya, dan Koordinator (Komisi B) juga bukan saya, kok tiba-tiba ada nama saya, ini ngeri-ngeri sedap dan nggak enak,” ujar Prasetyo.
Menurutnya, pihak yang bertanggung jawab terhadap kasus ini adalah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Sebagai Kepala Daerah di DKI Jakarta, Anies dianggap mengetahui adanya pembelian lahan yang dilakukan oleh anak buahnya.
“Saya katakan saat rapat dengan Sarana Jaya, masak Wagub tidak bisa menjawab dan tidak mengerti masalah program DP 0 Rupiah. Kalau kami cuma mengesahkan, jadi apa yang mereka minta kami serahkan kepada mereka lagi,” imbuhnya.
Baca juga: Kabar Duka Pengawal Bung Karno Ni Luh Putu Sugiantiri Wafat, Ini Profilnya dan Kenangan Bersama
Dia menambahkan, setelah anggaran pembelian tanah disetujui dewan, Pemprov DKI Jakarta akan membuatkan payung hukum untuk proses pencairan duit.
Karena itu, Prasetyo tidak mengetahui proses eksekusi lahan yang dilakukan oleh Perumda Sarana Jaya.
Meski merasa disudutkan, Prasetyo tidak merasa menjadi kambing hitam atau pihak yang disalahkan dalam kasus ini.
“Saya nggak ngerti, fungsi saya hanya pegang palu (mengesahkan) dan saya nggak merasa (dikambing hitamkan) karena nggak bermain itu kok. Biarkan saja mereka yang mengatakan itu, nanti dia sendiri yang mengatakan dosanya,” ucap dia.
Baca juga: Berangkat Ke Bali, Presiden Joko Widodo Tinjau Vaksinasi Massal Pelaku Industri Pariwisata
Seperti diketahui, pada Jumat (5/3/2021) lalu Direktur Utama Perumda Sarana Jaya Yoory C. Pinontoan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan korupsi pembelian lahan di Cipayung, Jakarta Timur seluas 41.921 meter persegi yang dibeli tahun 2019 lalu.
Selain Yoory, KPK juga menetapkan tiga pihak sebagai tersangka, yakni Anja Runtuwene, Tommy Adrian dan PT Adinara Propertindo selaku penjual tanah.
Salah Alamat
Di tempat terpisah, Wakil Gubernur DKI Jakarta Ahmad Riza Patria menilai, salah alamat jika KPK memeriksa Gubernur Anies Baswedan dalam kasus korupsi pembelian lahan rumah Dp 0 rupiah.

Bila hal ini terjadi, ia pun khawatir roda pemerintahan di ibu kota bakal mengganggu birokrasi di DKI Jakarta.
Baca juga: Pengamatan Hilal Awal Bulan Syakban 1442 Hijriyah di 22 Lokasi, BMKG: Hilal Terlihat di 8 Lokasi
"Saya kira tidak sejauh itu, kalau semua urusan BUMN kemudian Menteri BUMN dipanggil, urusan BUMD kemudian gubernur dan wagub dipanggil ya enggak bisa kerja kita semua kalau semuanya dipanggil," ucapnya, Senin (15/3/2021) malam.
Walau demikian, politisi Gerindra ini menyerahkan sepenuhnya kasus korupsi yang menjerat Dirut PD Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan ini kepada KPK.
"Jadi saya kira KPK sangat profesional, sangat mengerti, tahu siapa yang harus ditanya, yang harus diklarifikasi, yang harus dipanggil," ujarnya di Balai Kota DKI.
Baca juga: Nikita Mirzani Janji Tidak Bikin Onar dan Petakilan Lagi, Mau Lebih Kalem Karena Usia Sudah 35 Tahun
"Kami serahkan mekanismenya seperti yang selama ini dilakukan KPK, kami hormati," tambahnya menjelaskan.
Sebelumnya, Yoory (YC) ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pembelian lahan untuk proyek pengadaan rumah DP Rp 0 yang menjadi program andalan Anies semasa kampanye dulu.
Satu di antaranya pembelian tanah seluas 41.921 meter persegi yang berada di kawasan Munjul, Kelurahan Pondok Ranggon, Kecamatan Cipayung, Kotamadya Jakarta Timur, tahun 2019.
Penanganan perkara ini telah ditingkatkan ke tahap penyidikan dan sejumlah pihak telah ditetapkan sebagai tersangka.
Baca juga: Lucinta Luna Hindari Pertemanan Merusak, Pilih Teman-teman Beraura Baik
Para tersangka termasuk YC dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) kesatu KUHP.
Tim penyidik KPK bahkan dikabarkan telah bergerak cepat mengusut kasus ini dengan menggeledah sejumlah lokasi.
Satu di antaranya sebuah kantor di kawasan Cibubur, Jakarta Timur pada Rabu (3/3/2021) lalu.
Dari penggeledahan itu, tim penyidik mengamankan berbagai dokumen yang terkait dengan perkara ini.