Viral Medsos

Viral Pencemaran Nama Baik Sulinggih Ida Mas Dalem Segara Soal Beli Dulang, Berikut ini Profilnya

Viral media sosial di Bali terkait pencemaran nama baik seorang Sulinggih bernama Ida Mas Dalem Segara. 

Tribun Bali/Agus Aryanta
Ida Mas Dalem Segara di kediamannya Griya Mas Dalem Segara, Jalan Cangkupan, Desa Sading, Badung, Bali, Minggu 7 Maret 2021 siang. 

Di luar perkiraan, usaha yang dirintisnya ternyata tumbuh dengan pesat. Ia mulai menerima banyak orderan, sehingga terus melebarkan sayap bisnisnya hingga memiliki toko dan cabang di sejumlah daerah.

Merasa ada di atas angin, ia terus mengembangkan usahanya hingga benar – benar maju.

“Suatu malam ada  sosok gaib yang datang menyampaikan bagaimana seharusnya jalan saya kedepan. Awalnya saya belum bisa menerima untuk menjadi seorang Sulinggih. Sebab, bisnis saya sedang maju. Jika saya  menerima,  artinya saya harus siap melepaskan usaha dan segala bentuk keduniawian lainnya,"  akunya.

Namun bayangan agar menjadi seorang  Sulinggih, terus berkecamuk di benaknya.

Setahun sebelum ia bersedia melaksanakan proses madwijati, Ida Mas Dalem Segara bermimpi masuk ke sebuah dimensi ruang, di mana ia melihat masa depan.

“Saya melihat sekelebat kejadian yang berganti ganti, saya juga melihat diri saya ketika di umur lanjut usia, tengah berdiri di utara rumah dengan pakaian serba putih. Dan anehnya, setelah mimpi tersebut, orang – orang mulai datang silih berganti, nunas ini dan itu. Minta petunjuk dan tuntunan dalam setiap persoalan hidup mereka," bebernya.

Lantas, ia berbagi cerita dengan Ida Nabe Giri Natha dari  Griya Gede Penida Bangli. "Berkat tuntunan beliau lah saya akhirnya mantap menerima jalan ini,” ujarnya.  

Dengan segala bentuk pertimbangan, keyakinan dan cobaan yang terus menerus datang, akhirnya Ida Mas Dalem Segara menerima takdirnya sebagai seorang Sulinggih.

“Ada satu titik balik kenapa saya menerima ini sebagai jalan hidup saya. Ketika saya harus kehilangan segalanya, segala hal yang menurut saya sangat penting dalam hidup saya waktu itu. Kira – kira hampir setahun saya harus terpuruk, dan bertingkah seperti orang gila. Tapi perlahan saya bisa bangkit dan pasrah,” paparnya.

Titik balik yang dimaksud adalah ketika ia harus kehilangan beberapa orang yang dikasihinya.

“Saya sudah ngiring dari cenik, ketika kecil saya harus menerima kehilangan ayah sebagai tulang punggung. Setelah ayah tiada, otomatis ibu menggantikannya menjadi tulang punggung keluarga. Jadi, saya secara tidak langsung juga kehilangan kasih sayang ibu. Beranjak remaja, rasa kesepian yang dalam itu mulai terobati. Saya punya pacar ketika itu, sangat dalam rasa cinta saya. Tapi sayangnya memang tidak jodoh, nah dari situ lah saya merasa tidak punya harapan, dan merasa sangat hancur,” tuturnya.

Berbagai cara ia lakukan untuk mengobati rasa sakit dan kesepian. Pergi ke berbagai tempat untuk membersihkan diri dan berguru, namun tak juga hilang sepenuhnya berbagai masalah.

“Sampai satu titik akhirnya saya menemukan sebuah jawaban. Yah ini, memang harus begini yang saya jalani.  Setelah bulat dengan keputusan saya, akhirnya saya menjalani setiap prosesnya. Saya akui sangat berat,” ungkapnya.

Menurutnya, pertimbangan terberat yang harus ia pikirkan sebelum melaksanakan proses Dwijati adalah anak dan istrinya.

“Saya memiliki istri jauh sebelum proses madiksa dilakukan. Anak saya lahir pun, jauh sebelum saya melewati proses Dwijati," terangnya.

Dikatakan berat, lanjutnya, karena ia punya tanggung jawab terhadap keberlangsungan kebutuhan istri, anak, dan keluarga.

"Ketika kita bersedia menjadi suci, artinya harus benar – benar melepas keduniawian. Kita harus benar – benar beryadnya kepada masyarakat," ujarnya.

Dikatakannya, semua keraguan itu terjawab. "Ada saja rezeki, bahkan saya mampu ngayahin para pamedek dengan cara membuat upacara ngaben massal, mapandes massal gratis untuk masyarakat,” ungkapnya.

Dengan senyum teduh khas anak muda, Ida Mas Dalem Segara memang sudah mantap menjalankan tugasnya sebagai orang yang disucikan.

“Saya memang masih muda. Namun saya percaya Tuhan tidak sembarangan memberikan jalan. Walaupun ada saja yang mencemooh, ada saja yang tidak setuju. Jika memang ini jalan saya, harus saya jalani. Saya sendiri pun tak kuasa menolaknya,” ujarnya.

Meski menuai banyak pro dan kontra, ia tetap yakin dan memegang teguh prinsip dalam menjalankan yadnya. 

Putra sulung dari dua bersaudara ini,  sebelum  memutuskan untuk madwijati ia sempat menjadi seorang pengusadha, membantu orang – orang di sekitarnya.

Sulinggih murah senyum ini, dikenal sangat murah hati. Tak jarang ia tak menerima sasari dari upacara yang dipuputnya.

Sebelum menjadi Sulinggih, Ida Mas Dalem Segara juga sempat didiksa menjadi Ida Bhawati.

Dengan menjalankan proses panjang, akhirnya ia melaksanakan proses madwijati yang dilaksanakan oleh Ida Nabe Giri Natha dari Griya Gede Penida Bangli, Ida Nabe dari Griya Medahan Gianyar, Ida Nabe Ratu Bagus dari Griya Muncan Karangasem, dan Ida Nabe Rsi Lokanantha dari Griya Agung Denpasar.

Namun, hingga kini Ida Mas Dalem Segara belum menggunakan Bhawa, karena Ida mapulang lingga pada saat sasih kapat di bulan september 2017 di Griya Gede Penida Bangli.

Jadi, saat ini statusnya masih Malingga Bhawati sampai pada saat waktu yang ditentukan karena mengikuti struktur dari trah Pasek.

Makanya, namanya masih Ida Mas Dalem Segara, di mana seharusnya ada nama Bhagawannya.

"Semua itu karena dalam struktur trah pasek, ikut trah dari nabe.Setelah jangka waktu yang ditentukan, baru bisa menggunakan Bhawa dan menyandang gelar Bhagawad," bebernya.

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved