Partai Politik
Bilang Partai Tidak Dijual, Mantan Wasekjen Ungkap SBY Sempat Berat Hati Masuk Demokrat
Tri justru heran dengan pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu merespons wacana kongres luar biasa (KLB).
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Mantan Wasekjen Partai Demokrat Tri Yulianto merespons pernyataan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang menyebut not for sale.
Tri justru heran dengan pernyataan Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat itu merespons wacana kongres luar biasa (KLB).
"Ada empat poin kemarin dari pernyataan Pak SBY di konferensi pers, bahwa salah satunya adalah not for sale, partai ini not for sale."
Baca juga: Kejagung Sudah Sita 118 Apartemen Benny Tjokro, Harga Satu Unit Bisa Sampai Rp 7 Miliar
"Siapa yang mau menjual partai ini?" Tanya Tri, ditemui wartawan di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Kamis (25/2/2021).
Tri menegaskan, semua kader memiliki cinta dan semangat untuk memperbaiki partai melalui wacana KLB Demokrat.
Lantas, dia pun menyinggung romantisme SBY dengan Demokrat masa lalu, saat SBY bergabung Demokrat hingga menjadi ketua umum.
Baca juga: Namanya Disebut SBY Soal Isu Kudeta Partai Demokrat, Moeldoko: Saya Ingatkan, Jangan Menekan Saya!
"Pak SBY harus bercermin ketika dulu pada awal-awal Pak SBY sangat berat hati untuk masuk ke Partai Demokrat."
"Kita jemput beliau untuk masuk menjadi Partai Demokrat, itu lama sekali keputusan yang diambil."
"Kami sudah memberikan kesempatan kepada Bapak SBY dua periode beliau, pada waktu menjadi ketua umum pertama merangkap sebagai presiden."
Baca juga: Kasus Aktif Covid-19 di Kabupaten Bekasi Menurun, Sisa 305 Orang yang Dirawat di Rumah Sakit
"Kemudian ketika Mas Anas itu lengser dari dari jabatan ketua umum dalam Kongres Luar Biasa waktu itu," imbuhnya.
Sebelumnya, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akhirnya merespons Gerakan Pengambilalihan Kepemimpinan Partai Demokrat (GPK PD).
"Awal tahun 2021 ini, tepat partai kita berusia 20 tahun, kita kembali menghadapi ujian dan cobaan sejarah."
"Ketika kita semua tengah berjuang sekuat tenaga untuk masa depan partai yang cerah, perjuangan yang damai, konstitusional dan tidak berniat jahat."
Baca juga: Sama Seperti PDIP, PKB Dukung Revisi UU Pemilu tapi Tetap Ingin Pilkada Digelar 2024
"Dan ketika di bawah kepemimpinan AHY dukungan rakyat terhadap Partai Demokrat terus meningkat."
"Bagai halilintar di siang bolong ada gerakan pengambilalihan kepemimpinan PD."
"Selanjutnya kita sebut GPK PD yang ingin mengambilalih kepemimpinan partai yang sah," ujar SBY dalam video yang diterima Tribunnews, Rabu (24/2/2021).
Baca juga: 5 Hal yang Harus Diketahui Sebelum Disuntik Vaksin Covid-19, Tak Perlu Makanan Khusus
SBY memaparkan, GPK PD adalah gerakan yang hakikatnya ingin mendongkel dan merebut kepemimpinan partai yang sah.
Gerakan itu, kata dia, juga berusaha mengganti kepemimpinan partai dengan orang luar yang bukan kader demokrat, yang bersekongkol dengan segelintir kader dan mantan kader yang bermasalah.
"Kalau gerakan ini berhasil karena ada yang ingin membeli partai kita dan kemudian ada fasilitatornya, partai kita bisa mengalami kegelapan," ucap SBY.
Baca juga: Mengaku Dikriminalisasi, Irjen Napoleon Bonaparte Diminta Ungkap Siapa Pihak yang Ia Tuduh
SBY menegaskan, partai berlambang mercy itu tidak diperjualbelikan.
Presiden RI ke-6 itu juga menegaskan meski partainya tidak berlimpah dari segi materi, Partai Demokrat tak akan tergiur dengan uang.
"Pada kesempatan ini, bagi orang luar yang punya ambisi untuk merebut dan membeli Partai Demokrat, saya katakan dengan tegas dan jelas, Partai Demokrat not for sale!"
Baca juga: BMKG Deteksi Bibit Siklon, Cuaca Ekstrem Diprediksi Melanda Jabodetabek pada 24-27 Februari 2021
"Partai kami bukan untuk diperjualbelikan, meskipun Partai Demokrat bukan partai yang kaya raya dari segi materi."
"Kami tidak tergiur dengan uang Anda berapa pun besarnya," tegasnya.
AHY sebelumnya mengungkapkan ada gerakan politik inkonstitusional yang berupaya merebut kepemimpinan partai secara paksa.
Baca juga: Kangen Keluarga, Penghuni Wisma Atlet Mau Lompat dari Lantai 20, Diselamatkan Prajurit Paskhas
Hal itu disampaikannya dalam konferensi pers di DPP Partai Demokrat, Jakarta dan disiarkan secara virtual, Senin (1/2/2021).
"10 hari lalu, kami menerima laporan dan aduan dari banyak pimpinan dan kader Partai Demokrat, baik pusat, daerah maupun cabang."
Baca juga: Jokowi: Kita Harus Omong Apa Adanya, PPKM Tidak Efektif, Kita Tidak Tegas dan Tak Konsisten
"Tentang adanya gerakan dan manuver politik oleh segelintir kader dan mantan kader Demokrat."
"Serta melibatkan pihak luar atau eksternal partai, yang dilakukan secara sistematis," ungkap AHY.
AHY melanjutkan, gabungan dari pelaku gerakan itu ada lima orang, terdiri dari 1 kader Demokrat aktif, dan 1 kader yang sudah 6 tahun tidak aktif.
Baca juga: Tanggapi Cuitan Abu Janda, Romo Benny: Agama Bukan Komodifikasi Olok-olok, Bijaksana Lah
Lalu, 1 mantan kader yang sudah 9 tahun diberhentikan dengan tidak hormat dari partai karena menjalani hukuman akibat korupsi, dan 1 mantan kader yang telah keluar dari partai 3 tahun yang lalu.
"Sedangkan yang non-kader partai adalah seorang pejabat tinggi pemerintahan, yang sekali lagi, sedang kami mintakan konfirmasi dan klarifikasi kepada Presiden Joko Widodo," paparnya.
AHY menambahkan, para pimpinan dan kader Demokrat yang melapor tentang adanya gerakan politik inkonstutional itu merasa tidak nyaman, dan bahkan menolak ketika dihubungi dan diajak untuk melakukan penggantian Ketua Umum Partai Demokrat yang sah.
Baca juga: Vaksinasi Covid-19 untuk Masyarakat Umum Dimulai Akhir April 2021, Setelah TNI dan Polri
Ajakan dan permintaan dukungan untuk mengganti 'dengan paksa' Ketum Partai Demokrat tersebut, kata AHY, dilakukan baik melalui telepon maupun pertemuan langsung.
"Dalam komunikasi mereka, pengambilalihan posisi Ketum Partai Demokrat, akan dijadikan jalan atau kendaraan bagi yang bersangkutan, sebagai calon presiden dalam Pemilu 2024 mendatang," bebernya.
Adapun, terkait konsep dan rencana yang dipilih para pelaku untuk mengganti dengan paksa Ketum Partai Demokrat yang sah itu, adalah dengan menyelenggarakan Kongres Luar Biasa (KLB).
Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Kabupaten Bekasi 1 Februari 2021: Pasien Baru Tambah 135 Orang
Berdasarkan penuturan saksi dalam berita acara pemeriksaan, masih kata AHY, untuk 'memenuhi syarat' dilaksanakannya KLB, pelaku gerakan menargetkan 360 orang para pemegang suara, yang harus diajak dan dipengaruhi, dengan imbalan uang besar.
"Para pelaku merasa yakin gerakan ini pasti sukses, karena mereka mengklaim telah mendapatkan dukungan sejumlah petinggi negara lainnya."
"Kami masih berkeyakinan, rasanya tidak mungkin cara yang tidak beradab ini dilakukan oleh para pejabat negara, yang sangat kami hormati, dan yang juga telah mendapatkan kepercayaan rakyat," sambungnya.
Baca juga: Sidang Praperadilan Penembakan 6 Anggota FPI, Kuasa Hukum Singgung Peraturan Kapolri
Lebih lanjut, AHY berharap informasi dan laporan yang didapatkannya itu tidak benar.
"Tetapi, kesaksian dan testimoni para kader Partai Demokrat yang dihubungi dan diajak bicara oleh para pelaku gerakan tersebut, memang menyebutkan hal-hal demikian," paparnya. (Chaerul Umam)