Waketum MUI Anwar Abbas Bingung Ada Pihak Terlalu Membesarkan Masalah Radikalisme dan Intoleransi

Anwar menyayangkan energi pemerintah terkuras untuk menghadapi masalah tersebut.

Warta Kota/Henry Lopulalan
Duta Besar Arab Saudi untuk Indonesia Osama bin Mohammed Al-Shuaibi (kiri) didampingi Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Anwar Abbas (kanan) menggelar jumpa pers di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta, Selasa (13/11/2018). Dalam jumpa pers tersebut Duta Besar Arab Saudi membantah pemberitaan yang menyebut negaranya melarang warga Palestina melaksanakan ibadah haji, menjelaskan tentang hukuman mati terhadap Tuti Tursilawati serta perkembangan isu terkini terkait Rizieq Shihab di Arab Saudi. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Memasuki tahun 2021, sejumlah harapan dipanjatkan Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Anwar Abbas.

Pada tahun sebelumnya, menurut dia, pemerintah terlalu fokus pada masalah radikalis dan intoleran, yang ia rasa terlalu dibesar-besarkan, padahal negeri ini terkategori aman.

"Kita sudah sepakat bahwa kita tidak setuju dengan tindakan yang bersifat radikalis dan intoleran."

Baca juga: Front Persatuan Islam Bakal Ajukan Surat Keterangan Terdaftar Atau Tidak? Ini Kata Aziz Yanuar

"Tapi kita bingung melihat adanya para pihak yang terlalu membesar-besarkan masalah radikalisme dan intoleransi," ujar Anwar lewat keterangan tertulis, Sabtu (2/2/2121).

Anwar menyayangkan energi pemerintah terkuras untuk menghadapi masalah tersebut, padahal ada masalah yang sangat harus diseriusi oleh pemerintah.

Pertama, masalah Covid-19, di mana korban yang sakit dan meninggal tampak masih sangat tinggi, bahkan memperlihatkan kecenderungan yang semakin meningkat.

Baca juga: Pandemi Covid-19 di Indonesia Masuki Tahap Kritis pada 6 Bulan Pertama 2021, Ini Alasannya

"Hal itu tentu jelas sangat merisaukan kita semua," ucapnya.

Kedua, masalah ekonomi akibat Covid-19, sehingga roda perekonomian terganggu, bahkan telah menimbulkan krisis ekonomi.

"Itu bisa kita lihat dengan telah terjadinya resesi ekonomi di negeri ini."

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 di Indonesia 2 Januari 2021: Pasien Positif Tambah 7.203 Jadi 758.473 Orang

"Yang telah menyebabkan meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran, sehingga telah mengakibatkan menurunnya daya beli masyarakat," tuturnya.

Ketiga, lemahnya penegakan hukum.

Masyarakat ia nilai bingung untuk mencari keadilan ke mana, karena hukum tampak sekali penerapannya tebang pilih, serta sangat tajam ke bawah tetapi tumpul ke atas.

Baca juga: Ini Rekomendasi KPK Cegah Korupsi Pengadaan Vaksin Covid-19, Jangan Langsung Beli dalam Jumlah Besar

Keempat, adalah meningkatnya pengaruh Tiongkok yang tampak sangat luar biasa, terutama terkait tenaga kerja asing dari RRT bisa dengan mudah dan bebasnya keluar masuk ke daerah.

Kelima masalah kemakmuran.

Setelah Covid-19, jumlah fakir miskin di negeri ini tentu jelas akan bertambah.

Baca juga: Muncul Organisasi Baru Berakronim FPI, Mahfud MD: Mendirikan Apa Saja Boleh Asal Tak Melanggar Hukum

Apalagi, sekitar 80% dari usaha mikro itu tidak lagi punya tabungan dan modal untuk melanjutkan usahanya.

Anwar menegaskan, di samping harus menghadapi masalah radikalisme dan intoleransi, pemerintah juga harus lebih serius dan fokus mengatasi masalah Covid-19 dan ekonomi.

Serta, penegakan hukum yang adil serta pembatasan tenaga kerja asing terutama dari negara RRT.

Baca juga: Warga Depok yang Meninggal Akibat Covid-19 Bisa Dapat Santunan Kematian Rp 15 Juta, Ini Syaratnya

"Karena kalau tidak, maka tentu negeri ini akan semakin menghadapi masalah yang lebih besar dan lebih ruwet."

"Berupa terjadinya krisis sosial yang hal itu tentu jelas-jelas tidak kita inginkan."

"Untuk itu kerja sama dan saling pengertian yang baik antara pemerintah dan masyarakat, tentu jelas menjadi sesuatu yang sangat-sangat dituntut dan diharapkan."

"Agar negeri ini bisa secepatnya keluar dari berbagai masalah yang ada," paparnya.

Seharusnya Merangkul Bukan Memukul

Anwar Abbas juga bicara soal pelarangan kegiatan Front Pembela Islam (FPI) oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Bersama (SKB).

Menurut Anwar, seharusnya pemerintah bisa melakukan cara-cara yang merangkul, buman memukul terkait FPI ini. Dia pun menjelaskan beberapa hal.

"Apakah kehadiran FPI itu mengancam eksistensi bangsa karena dia mau mengganti Pancasila dan UUD 1945?"

Baca juga: Ungkit Daya Beli Masyarakat, Jokowi Bakal Luncurkan Program Bansos 2021 pada 8 Atau 14 Januari

"Saya rasa FPI tidak hendak mengubah pancasila dan UUD 1945."

"Malah Habib Rizieq selaku Imam Besar FPI disertasi yang sedang dipersiapkannya adalah tentang Pancasila."

"Jadi kalau begitu kesimpulan saya pelarangan FPI tidak bersifat ideologis," ulas Anwar, Jumat (1/1/2021).

Baca juga: Tanpa Gejala, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa Positif Covid-19

Kemudian, Anwar menyinggung soal legal standing FPI yang sudah tak berlaku sejak Juni 2019.

"Kalau seperti itu, mengapa pemerintah tidak panggil saja itu FPI supaya mereka mengurus kembali legal standingnya?" Tanya Anwar.

Waketum MUI itu lebih lanjut bicara soal tindakan FPI yang cenderung kriminal, seperti melakukan aksi sweeping di berbagai tempat sehingga membuat kegaduhan.

Baca juga: 504 Nakes Indonesia Gugur Akibat Covid-19 Sepanjang 2020, Tertinggi di Asia, 5 Besar di Dunia

"Saya dengar FPI itu melakukan sweeping setelah laporannya tentang masalah pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pihak tertentu kepada penegak hukum, tidak kunjung mendapatkan respons dan tindak lanjut."

"Kalau memang seperti itu, pihak penegak hukum hendaknya bersifat responsif dan cepat tanggap, sehingga tindakan-tindakan sweeping tersebut tidak terjadi," tambahnya.

Terlebih, FPI, kata Anwar, sering diidentikkan menyebar kebencian kepada pemerintah.

Baca juga: Uji Coba SPKLU PLN, Erick Thohir Bilang Jakarta-Bali Pakai Mobil Listrik Cuma Butuh Rp 200 Ribuan

"Yang menjadi pertanyaan saya, kebencian apa yang mereka sampaikan?"

"Apakah mereka menghasut rakyat untuk melawan pemerintah?"

"Kalau iya, hal ini tentu jelas tidak baik, tetapi yang menjadi pertanyaan saya mengapa mereka sampai melakukan hal demikian?"

Baca juga: Orang dari Luar Negeri Wajib Dikarantina Lima Hari di Hotel, WNI Gratis, WNA Bayar

"Saya dengar mereka hendak melakukan revolusi akhlak, yaitu ingin mengubah sikap dan perilaku dari oknum-oknum pemerintah serta anak-anak bangsa ke arah yang lebih baik."

"Supaya praktik-praktik tidak terpuji seperti KKN dan abuse of power bisa diberantas," sambung Anwar.

Di sinilah, dirinya ingat soal gagasan Jokowi tentang Dewan Kerukunan Nasional yang menurutnya bisa menyelesaikan permasalahan semacam ini.

Baca juga: JADWAL Lengkap Libur Nasional dan Cuti Bersama 2021, Paling Banyak di Bulan Mei

"Cuma sayang gagasan emas Presiden Jokowi ini tidak mendapat perhatian serius dari orang-orang di sekitar beliau, sehingga terjadilah masalah bubar-membubarkan."

"Cara ini menurut saya selain tidak cocok dengan nilai-nilai demokrasi, juga kurang pas dengan budaya bangsa kita."

"Yang lebih mengedepankan musyawarah mufakat dalam mengatasi masalah beradab," paparnya. (Rina Ayu/Reza Deni)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved