Timbulkan Diskriminasi Sosial, Pemerintah Diminta Cabut SKB Larangan Ahmadiyah
Melalui SKB tersebut, pemerintah melarang Ahmadiyah melakukan aktivitas sesuai keyakinan dan pemahaman yang mereka anut.
Azyumardi mengatakan, para pengungsi Syiah di Sidoarjo dan kelompok Ahmadiyah di Mataram harus mengalami persekusi oleh kelompok Islam 'berjubah.'
Namun, persoalan intoleran itu, menurut Azyumardi, bukan muncul di kalangan Umat Islam saja, melainkan juga dialami oleh pemeluk agama lain di Indonesia.
"Di wilayah yang mayoritas Kristen, itu Katolik susah bikin gereja."
Baca juga: Orang dari Luar Negeri Wajib Dikarantina Lima Hari di Hotel, WNI Gratis, WNA Bayar
"Yang mayoritas Katolik, orang Kristen juga susah untuk membangun," beber Azyumardi.
Ia berpendapat, akan sulit bagi kelompok yang memiliki relasi kekuatan (power relation) minim di suatu lokasi, bisa mendapat restu mendirikan tempat ibadah tersebut dari kelompok yang memiliki relasi kekuatan yang lebih kuat.
"Ini masalah power relation sebetulnya."
Baca juga: JADWAL Lengkap Libur Nasional dan Cuti Bersama 2021, Paling Banyak di Bulan Mei
"Siapa yang merasa dia mayoritas."
"Jadi, yang begini-begini, power relation yang harus diatur begitu, ya (oleh pemerintah). Bagaimana supaya adil," paparnya.
Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 dan Nomor 8 Tahun 2006 yang mendasarkan pendirian rumah ibadah pada komposisi jumlah penduduk bagi pelayanan umat beragama yang bersangkutan di wilayah kelurahan/desa, sulit dilakukan ketika relasi kekuatan tadi belum merata.
Baca juga: Waketum MUI Anwar Abbas Bingung Ada Pihak Terlalu Membesarkan Masalah Radikalisme dan Intoleransi
Azyumardi mengatakan, faktor pemekaran daerah yang kurang diperhatikan oleh pemerintah juga ikut andil menyebabkan permasalahan tersebut.
"Itu saya kira perlu ditata ulang ini, ya."
"Bagaimana pihak yang berkuasa ini merasa kurang toleran."
"Jadi, masih perlu saya kira dilakukan afirmasilah dari tingkat nasional," cetus Azyumardi. (Lusius Genik)