Buronan Kejaksaan Agung

Divonis 2 Tahun Penjara Meski Jadi Justice Collaborator, Tommy Sumardi Niat Banding

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider kurungan 6 bulan, kepada Tommy Sumardi.

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Tommy Sumardi menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (2/11/2020). Tommy Sumardi didakwa menjadi perantara suap kepada Irjen Napoleon Bonaparte sebesar SGD 200 ribu dan USD 270 ribu, dan kepada Brigjen Prasetijo Utomo senilai USD 150 ribu. 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menjatuhkan vonis 2 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider kurungan 6 bulan, kepada Tommy Sumardi.

Vonis tersebut sudah termasuk pertimbangan Justice Collaborator (JC) atau kesediaan bekerja sama yang sebelumnya diajukan Tommy Sumardi.

Namun, Dion Pongkor, kuasa hukum Tommy Sumardi, mempertanyakan pengaruh JC yang dikabulkan hakim.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 30 Desember 2020: Pasien Positif Melonjak 8.002 Jadi 735.124 Orang

Mengingat, vonis yang diputuskan hakim malah lebih berat 4 bulan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).

Padahal, kata Dion, jika JC seorang terdakwa dikabulkan, maka penjatuhan hukuman adalah hukuman minimum dari pasal yang disangkakan.

"Karena ini pasal ancaman hukumanya kan minimum 1 tahun, maksimal 5 tahun."

Baca juga: DAFTAR Terbaru 76 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jawa Tengah Makin Membara, Jakarta Sumbang Dua

"Tadinya kita berharap karena JC dikabulkan, karena itu adalah penghargaan terhadap saksi pelaku yang bekerja sama."

"Cuma ternyata tadi walaupun JC dikabulkan, tapi hukumanya jadi 2 tahun," kata Dion usai sidang putusan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (29/12/2020).

Atas pertimbangan tersebut, Dion menyebut tim kuasa hukum Tommy Sumardi akan lebih dahulu pikir-pikir terhadap putusan hakim.

Baca juga: DAFTAR Terbaru 12 Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Cuma Ada di Papua dan Nias

Kubu Tommy Sumardi membuka kemungkinan melakukan banding atas putusan hakim tersebut.

"Makanya kita butuh waktu pikir-pikir, karena kita sedang mempertimbangkan JC kita dikabulkan."

"Kemungkinan ada (upaya hukum lanjutan), makanya kita butuh waktu 7 hari kita timbang - timbang apakah mengajukan banding atau tidak," tuturnya.

Baca juga: Novel Bamukmin: Ada FPI Atau Tidak, Kami Tetap Berjuang Bela Negara dari Pengkhianat Bangsa

Sebelumnya, Tommy Sumardi dituntut hukuman 1 tahun 6 bulan penjara, dalam kasus suap pengurusan red notice Djoko Tjandra.

Jaksa penuntut umum (JPU) juga menuntut Tommy selaku terdakwa membayar denda Rp 100 juta, subsider 6 bulan pidana badan.

Tommy disangkakan melanggar pasal 5 Ayat (1) huruf a atau Pasal 13 UU 31/1999, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca juga: Selundupkan Pasien Covid-19 untuk Jalani Isolasi, Hotel di Sawah Besar Bakal Disegel

"Menyatakan terdakwa Tommy Sumardi bersalah melakukan tindak pidana korupsi," kata jaksa membacakan tuntutan, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (15/12/2020).

Dalam tuntutannya, jaksa melakukan sejumlah pertimbangan.

Untuk sisi yang memberatkan, Tommy dianggap tidak mendukung pemberantasan korupsi di Indonesia.

Baca juga: Insiden Tim Pemburu Covid Dikunci di Kafe, Satpol PP Kota Bekasi Masih Tunggu Hasil Evaluasi

Sedangkan sisi yang meringankan, Tommy dianggap telah mengakui perbuatannya. Tommy juga dinyatakan bukan pelaku utama.

Selama persidangan, Tommy juga dinilai telah memberikan keterangan atau bukti yang signifikan mengungkap tindak pidana dan pelaku lain.

Untuk itu, jaksa turut meminta majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menangani perkara ini menyatakan Tommy sebagai justice collaborator (JC) atau saksi pelaku yang bekerja sama.

Baca juga: Rizieq Shihab Ajukan Praperadilan di PN Jakarta Selatan, Kuasa Hukum Sebut Upaya Elegan

"Terdakwa sebagai saksi pelaku yang bekerja sama atau Justice Collaborator telah memberikan keterangan atau bukti-bukti yang signifikan dalam mengungkap tindak pidana dan pelaku lainnya," jelas jaksa.

Dalam perkara ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa bersama-sama dengan Djoko Tjandra memberikan suap kepada dua jenderal polisi.

Yakni, Kadiv Hubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 15 Desember 2020: Pasien Positif Melonjak 6.120 Jadi 629.429 Orang

Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol, dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO).

Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.

Menangis

Pengadilan Tipikor Jakarta kembali menggelar sidang perkara suap penghapusan red notice Interpol atas nama Djoko Tjandra, dengan terdakwa Tommy Sumardi, Selasa (8/12/2020).

Dalam persidangan, Tommy Sumardi menangis saat menyatakan permintaan maaf kepada keluarga besarnya.

Ia tidak menyangka perkara ini menyeretnya hingga membuat dirinya ditahan.

Baca juga: 1.023 Petugas KPPS Positif Covid-19, Ini Solusi KPU

"Saya tidak menyangka terjadi penahanan ini."

"Saya minta maaf kepada seluruh keluarga besar."

"Saya telah buat malu mereka," kata Tommy Sumardi dalam persidangan.

Baca juga: Marak Opini Salahkan Polri Usai Insiden Cikampek, Politikus PDIP: Dialami Suriah Saat ISIS Masuk

Tommy Sumardi juga menyatakan penyesalannya sudah masuk dalam jurang kasus Djoko Tjandra.

Ia menangis saat menceritakan keluarga, khususnya soal anak.

Kata dia, anaknya tidak tahu kalau dirinya ditahan.

Baca juga: Mabes Polri Ambil Alih Kasus Penembakan 6 Anggota FPI, Divisi Propam Bentuk Tim Khusus

"Saya menyesal perbuatan saya, kalau menyangkut keluarga, hati saya enggak tahan. Maaf Yang Mulia."

"Anak tiga, paling kasihan yang umur 8 tahun. Dia enggak tahu saya ditahan, 'Papah ke mana', 'Papah kerja'," sambung Tommy Sumardi.

Dalam perkara ini, pengusaha Tommy Sumardi didakwa bersama Djoko Tjandra memberikan suap kepada dua orang jenderal polisi.

Baca juga: Diajak Ambil Batu Alam di Ancol, Pria Pengangguran Diciduk Petugas, Temannya Kabur

Yaitu, Kadivhubinter Polri Irjen Napoleon Bonaparte, dan Kepala Biro Koordinator Pengawas PPNS Bareskrim Polri Brigjen Prasetijo Utomo.

Dalam surat dakwaan, Tommy diduga memberikan 200 ribu dolar Singapura dan 270 ribu dolar AS kepada Irjen Napoleon dan 150 ribu dolar AS kepada Brigjen Prasetijo.

Jaksa menyebut uang itu berasal dari Djoko Tjandra untuk kepentingan pengurusan red notice Interpol, dan penghapusan status Djoko Tjandra dalam daftar pencarian orang (DPO). (Danang Triatmojo)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved