18 Provinsi Sudah Tetapkan Upah Minimum 2021 Tak Naik, Ini Daftarnya

Ada 18 provinsi yang telah sepakat mengikuti surat edaran terkait penetapan upah minimum 2021 pada masa pandemi Covid-19.

Humas Kementerian Ketenagakerjaan
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah 

WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menyatakan, sampai 27 Oktober malam, dilaporkan ada 18 provinsi yang telah sepakat mengikuti surat edaran terkait penetapan upah minimum 2021 pada masa pandemi Covid-19.

Dalam Surat Edaran (SE) Nomor M/11/HK.04/2020, Menaker memutuskan upah minimum tahun 2021 sama seperti tahun ini.

"Terkait upah minimum sampai tadi malam sudah ada 18 provinsi yang akan mengikuti Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan," tutur Ida Fauziah di Jakarta, Rabu (28/10/2020).

Baca juga: Hari Sumpah Pemuda, Jokowi: Tiada Jawa Atau Papua, yang Ada Saudara Sebangsa dan Setanah Air

Berdasarkan pantauan sampai Selasa 27 Oktober 2020 pukul 16.35 WIB, beberapa daerah telah melaksanakan sidang Dewan Pengupahan Provinsi.

Sidang dilakukan untuk persiapan penetapan upah minimun (UM) tahun 2021 yang telah menghasilkan kesepakatan akan melaksanakan SE Menteri Ketenagakerjaan

Ke-18 provinsi itu adalah:

1. Jawa Barat

2. Banten

3. Bali

4. Aceh

5. Lampung

6. Bengkulu

7. Kepulauan Riau

8. Bangka Belitung

9. Nusa Tenggara Barat

10. Nusa Tenggara Timur

11. Sulawesi Tengah

12. Sulawesi Tenggara

13. Sulawesi Barat

14. Maluku Utara

15. Kalimantan Barat

16. Kalimantan Timur

17. Kalimantan Tengah

18. Papua.

Baca juga: UPDATE Kasus Covid-19 Indonesia 28 Oktober 2020: Melonjak 4.029, Pasien Positif Tembus 400.483 Orang

“Jadi, sebenarnya posisinya setelah kita mendiskusikan secara mendalam, mempertimbangkan berbagai hal."

"Jalan tengah yang bisa kita ambil adalah dengan tetap sebagaimana upah minimum 2020."

"Ini adalah jalan tengah yang kita ambil hasil diskusi di Dewan Pengupahan Nasional."

Baca juga: Polisi Periksa Kejiwaan Pembunuh PSK di Bekasi, Nafsu Sudah Tersalurkan, Kok Hilangkan Nyawa Orang?

"Kita harap para gubernur menjadikan ini sebagai referensi dalam menetapkan upah minimum,” jelas dia.

SE penetapan upah minimum tersebut diteken oleh Menaker pada 26 Oktober 2020 dan ditujukan kepada para gubernur.

SE tersebut meminta gubernur melakukan penyesuaian penetapan nilai Upah Minimum Tahun 2021 sama dengan nilai Upah Minimum Tahun 2020.

Baca juga: Wasekjen PA 212 Bilang Rizieq Shihab Bakal Pulang ke Indonesia Saat Momen Maulid Nabi

Lalu, melaksanakan penetapan upah minimum setelah tahun 2021 sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, serta menetapkan dan mengumumkan Upah Minimum Provinsi Tahun 2021 pada 31 Oktober 2020.

Selanjutnya, upah minimum 2021 ini secara resmi akan ditetapkan dan diumumkan oleh seluruh pemerintah daerah pada akhir Oktober 2020.

“Sehubungan dengan hal tersebut di atas, diminta kepada Saudara untuk menindaklanjuti dan menyampaikan Surat Edaran ini kepada Bupati/Walikota serta pemangku kepentingan terkait di wilayah Saudara,” tuturnya.

Minta Naik 8 Persen

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak tegas wacana tidak adanya kenaikan upah minimum provinsi maupun kabupaten/kota (UMP/UMK) di tahun 2021.

Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan, upah minimum di tahun 2021 harus mengalami kenaikan.

"Serikat buruh KSPI berpendapat, mengusulkan serta bersikap, kenaikan upah minimum, UMK, UMSK, UMP, UMSP harus tetap ada," kata Said dalam konferensi pers virtual, Rabu (21/10/2020).

Baca juga: Moeldoko Ungkap Jokowi Tegur Kabinet karena Komunikasi Sosialisasikan UU Cipta Kerja Sangat Jelek

"Berapa nilai yang diminta oleh KSPI? 8 persen kenaikan UMK, UMSK, UMP, UMSP."

"Dari mana cara lihatnya? Melihat angka tiga tahun berturut-turut," tuturnya.

Said menjelaskan, ada dua alasan mengapa harus tetap ada kenaikan UMP 2021, meski saat ini kondisi krisis akibat pandemi Covid-19.

Baca juga: Arief Poyuono: Jokowi Jangan Mau Didikte, yang Mau UU Cipta Kerja Lebih Banyak dari yang Menolak

Pertama, Said berkaca pada resesi ekonomi yang terjadi pada krisis tahun 1998.

Saat itu, pertumbuhan ekonomi mencapai minus 13,6 persen, namun tetap ada kenaikan UMP pada tahun 1999.

"Dengan analogi yang sama, kita belum sampai minus 8 persen di kuartal III ini."

Baca juga: Jokowi Tak Ingin Karhutla Duet Maut dengan Covid-19, Menteri LHK Ungkap Singapura Selalu Mengejek

"Baru setengah dari pada tahun 1998/1999, bahkan kami minta naiknya 8 persen adalah wajar."

"Tujuannya apa? Biar purchasing power terjaga, kan investasi lagi hancur, ekspor tidak lagi bagus, tinggal konsumsi."

"Nah, konsumsi yang bisa dijaga untuk menjaga pertumbuhan ekonomi agar tidak resesi lebih dalam adalah dengan cara menjaga daya beli purchasing power."

Baca juga: Pasien Covid-19 di Kabupaten Bogor Tambah 10 pada 21 Oktober 2020, Ada Transmisi Keluarga di Cisarua

"Upah adalah salah satu instrumennya," paparnya.

Kedua, lanjut Said, fakta di lapangan masih banyak perusahaan yang beroperasi.

Said mengungkapkan, anggota KSPI 90 persen masih bekerja dan beroperasi.

Baca juga: Ketua Bawaslu Ungkap Polisi dan Satpol PP Takut Bubarkan Kampanye Pasangan Calon Petahana

Apalagi, menurutnya ada beberapa perusahaan besar yang tetap menerima karyawan baru.

"Itu menjelaskan perusahaan walaupun mungkin profitnya turun, tapi masih sehat."

"Buktinya masih beroperasi, bahkan beberapa perusahaan komponen otomotif memanggil kembali karyawan-karyawan baru untuk dikontrak, itu fakta."

Baca juga: Moeldoko Akui Pemerintah Sering Kewalahan Hadapi Hoaks

"Oleh karena itu, fakta ini menjelaskan masih banyak perusahaan yang mampu untuk menaikkan upah minimum yang kami minta 8 persen, tapi nanti negosiasi," bebernya.

Bagi perusahaan yang tak mampu menerapkan kenaikan UMP 8 persen, Said menyarankan agar berkirim surat kepada Menteri Tenaga Kerja, disertai lampiran laporan pembukuan perusahaan tersebut tidak mampu atau merugi. (Rina Ayu)

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved