Omnibus Law
Luhut Mengaku Jadi Inisiator Omnibus Law Sejak Jabat Menkopolhukam, Lalu Ajak Bicara Orang-orang Ini
Skema Omnibus Law, katanya, adalah penyederhanaan regulasi tumpang tindih agar lebih produktif dan efisien.
WARTAKOTALIVE, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengaku sebagai inisiator Omnibus Law yang masuk dalam Undang-undang (UU) Cipta Kerja.
Skema Omnibus Law, katanya, adalah penyederhanaan regulasi tumpang tindih agar lebih produktif dan efisien.
"Ini terus terang jujur saya teman-teman sekalian, saya mulai itu waktu saya Menkopolhukam saat itu."
Baca juga: DAFTAR Terbaru 32 Zona Merah Covid-19 di Indonesia: Jakarta Sisa Dua, Aceh Paling Banyak
"Saya melihat betapa semrawutnya UU peraturan kita yang ada sekian puluh itu, satu sama lain saling tumpang tindih atau saling mengunci."
"Sehingga kita tidak bisa jalan dengan lancar," ujarnya dalam webinar, Rabu (21/10/2020).
Akibatnya, Luhut menjelaskan, tindakan korupsi menjadi lebih tinggi, dan inefisiensi juga terjadi di mana-mana karena aturan tumpang tindih.
Baca juga: Soal UU Cipta Kerja, Menaker: Jokowi Pilih Tinggalkan Legacy untuk Kita Semua, Bukan Cari Aman
"Nah, waktu itu saya kumpulkan Pak Mahfud (MD), juga Pak Jimly Asshiddiqie, Pak Seno Aji, Pak Sofyan Djalil, dan dari kantor saya ada Pak Lambok."
"Kita mendiskusikan gimana caranya, karena kalau satu per satu undang-undang direvisi itu tidak tahu sampai kapan selesainya," tuturnya.
Kemudian dia menambahkan, waktu itu Sofyan Djalil menyebut di Amerika Serikat ada skema Omnibus Law untuk menyederhanakan aturan.
Baca juga: Ini Peralatan yang Diminta Dibawa Pelajar untuk Demonstrasi Rusuh, dari Sarung Tangan Hingga Raket
"Omnibus ini tidak menghilangkan UU, tapi menyelaraskan isi UU itu jangan sampai tumpang tindih, atau kait berkait atau saling mengikat dengan yang lain."
"Nah, itu kemudian karena kesibukan sana-sini belum terjadi, baru mulai dibicarakan kembali oleh Presiden akhir tahun lalu."
"Dan itulah jadi buahnya sekarang, jadi proses panjang, bukan proses tiba-tiba," paparnya.
Baca juga: DAFTAR 25 Zona Hijau Covid-19 di Indonesia: Papua Mendominasi, Jawa Nihil
Luhut juga bicara mengenai substansi utama Omnibus Law, yakni klaster ketenagakerjaan, di mana soal pesangon sering menjadi isu.
Pesangon saat buruh kena pemutusan hubungan kerja (PHK), katanya, tetap ada, dan bagi pengusaha yang tidak membayarkan bisa dipenjara.
"Pesangon sekarang kita bikin jadi 19 kali ditambah 6 kali dari asuransi."
Baca juga: 40 Warga Kabupaten Bogor Jadi Pasien Baru Covid-19 per 20 Oktober 2020, Muncul 5 Klaster Keluarga
"Tapi dijamin kalau tidak bisa kasih nanti bisa dipidana yang memberi pekerjaan," ucapnya.
Luhut memastikan, di Omnibus Law, pekerja dan buruh yang kena PHK tetap mendapat uang pesangon, uang penghargaan masa kerja, dan uang penggantian hak sesuai peraturan perundang-undangan.
"Jadi semuanya jalan, tidak ada yang tidak jalan."
Baca juga: Kondisi Membaik Usai Ditembak KKSB, Dosen UGM Bambang Purwoko Merasa Beruntung
"Pekerja dan buruh yang mengalami PHK akan mendapat kompensasi PHK 25 kali upah."
"Ini dipersoalkan kenapa dari 32 kali turun ke 25 kali."
"Mungkin kalau Anda lihat, yang mampu memberikan kompensasi 32 kali itu tidak sampai 10 persen, hanya 8 persen, yang lain lari saja mereka," beber Luhut.
Baca juga: Jokowi Ingin UU Cipta Kerja Segera Diterapkan Agar Pengusaha Muda Cepat Bangkit
Luhut menambahkan, pemerintah juga memberikan insentif jaminan kehilangan pekerjaan, yakni sebesar 6 kali upah yang dimasukkan dalam pesangon.
"Juga jaminan kehilangan pekerjaan diberikan pemerintah sebagai kompensasi dari 32 kali turun ke 25 kali."
"Jangan kita buruk sangka ini seolah-olah merugikan buruh," paparnya.
Ada di Website
Substansi utama dalam Omnibus Law adalah penerapan berbasis risiko dengan 79 undang-undang yang diharmonisasikan.
Luhut mengatakan, hal itu sekarang berjalan dengan bagus, dan konsultasi dari publik juga memadai.
"Tapi, tadi saya usulkan ke Presiden nanti ke depannya masuk ke satu website."
Baca juga: Ketua Komite Eksekutif KAMI Ahmad Yani Mengaku Mau Ditangkap Polisi, Kini Bakal Diperiksa Bareskrim
"Di mana orang bisa akses dan beri masukan."
"Sehingga nanti, turunan Omnibus Law ini untuk Peraturan Pemerintah (PP) yang dikeluarkan nanti Anda bisa lihat di website," jelasnya.
Bahkan, Luhut menyebutkan website Omnibus Law tersebut akan meluncur hari ini di Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Perekonomian.
Baca juga: Bulan Depan Buruh Gelar Unjuk Rasa Akbar Lagi, Tuntut DPR Lakukan Legislative Review UU Cipta Kerja
"Nanti mungkin per besok akan dibuat website di Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian."
"Anda bisa lihat di sana, bisa urun rembuk di sana, sehingga tidak ada klaim tidak didengarkan pendapatnya," terangnya.
Publik nantinya bisa memberikan koreksi dan masukan ke pemerintah, agar aturan turunan Omnibus Law itu lebih bagus lagi.
Baca juga: Jepang Utangi Indonesia Rp 6,95 Triliun untuk Tanggulangi Covid-19, Juga Bantu Alat Medis
"Kemarin sebenarnya ada konsultasi banyak dilakukan, tapi mungkin kesempatan kurang banyak."
"Dengan kita buka website, kita harapkan bisa lebih bagus," cetusnya. (Yanuar Riezqi Yovanda)