Pilkada Serentak 2020
Ketua Bawaslu Ungkap Polisi dan Satpol PP Takut Bubarkan Kampanye Pasangan Calon Petahana
Aparat penegak hukum di daerah masih takut membubarkan kampanye pasangan calon petahana.
"Karena selama kegiatan kampanye atau sebelumnya telah menyalahgunakan kewenangan APBD dan bahkan juga bansos Covid-19," beber Abhan.
Bawaslu turut mencatat ada sejumlah titik kerawanan kampanye Pilkada di tengah pandemi Covid-19 kali ini.
Di antaranya alat peraga kampanye (APK) dan bahan kampanye yang tidak sesuai ketentuan, praktik politik uang, ASN tidak netral, hoaks, disinformasi, kampanye hitam, hingga kampanye negatif.
Baca juga: Jepang Utangi Indonesia Rp 6,95 Triliun untuk Tanggulangi Covid-19, Juga Bantu Alat Medis
Kemudian ada pula kerawanan penggunaan fasilitas negara yang dilakukan petahan, materi kampanye memuat hal terlarang, dan pelibatan anak dalam kampanye.
Lalu, pelanggaran protokol kesehatan, pemberitaan dan penyiaran kampanye yang tidak berimbang, serta kampanye di luar jadwal.
Isu Konvensional
Abhan mengatakan, dari sekian tahapan yang ada dalam Pilkada Serentak 2020, masa kampanye jadi tahapan paling krusial.
Sebab, lewat tahapan ini setiap pasangan calon berlomba menarik hati pemilih. Mereka membangun citra dan menyajikannya ke hadapan pemilih.
"Karena tahapan ini menyampaikan visi misi program dan citra diri peserta pemilu," ucap Abhan.
Baca juga: Bulan Depan Buruh Gelar Unjuk Rasa Akbar Lagi, Tuntut DPR Lakukan Legislative Review UU Cipta Kerja
Namun, Abhan mengakui isu - isu yang digunakan para paslon pemilihan masih konvensional, seperti melontarkan janji pendidikan gratis.
Sementara, isu seperti penguatan sistem anggaran belum mereka gunakan.
Bahkan, isu-isu yang berkolerasi dengan pandemi Covid-19 seperti bagaimana strategi pemulihan perekonomian pasca-pandemi, masih kurang digali oleh para peserta pilkada.
Baca juga: Jepang Utangi Indonesia Rp 6,95 Triliun untuk Tanggulangi Covid-19, Juga Bantu Alat Medis
"Kalau melihat beberapa isu yang dilontarkan paslon, memang kampanyenya masih sifatnya konvensional. Misal janji sekolah gratis," ucap dia.
Lantaran masa kampanye merupakan tahapan untuk mempengaruhi pemilih dalam menentukan pilihannya, banyak paslon yang cenderung menggunakan metode tatap muka (pertemuan terbatas).
Metode ini masih dianggap paling efektif untuk berdiskusi dengan masyarakat, sekalipun jumlah peserta yang boleh hadir dibatasi tak lebih 50 orang.
Baca juga: Said Iqbal Tantang Fraksi PKS dan Demokrat Ajukan Legislative Review UU Cipta Kerja