Omnibus Law Cipta Kerja

Pakar Psikologi Forensik Nilai Kostum Ala Robot Picu Brutalitas Polisi saat Amankan Aksi Demo

Menurutnya, personel juga mungkin suka memakainya karena membuat mereka lebih gagah dan percaya diri.

Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Feryanto Hadi
Warta Kota
ilustrasi: Demonstrasi di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta Pusat bubar Kamis (8/10/2020) 

WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI--Pakar Psikologi Forensik, Reza Indragiri Amriel menyatakan satu sisi yang kerap terabaikan terhadap kemungkinan munculnya perilaku brutal polisi adalah pengaruh 'kostum ala robot'.

Hal ini juga terjadi saat polisi mengamankan aksi unjuk rasa massa menolak UU Omnibus Law.

"Kostum semacam itu tampaknya membuat keamanan polisi lebih terjamin karena peralatannya lebih canggih. Tapi studi tidak melihat adanya dampak kostum dan peralatan ala militer terhadap penurunan kekerasan dari pihak lain, dan keamanan personel sendiri," papar Reza kepada Warta Kota, Sabtu (10/10/2020).

Dewan Pers Kutuk Kekerasan yang Dilakukan Oknum Aparat terhadap Wartawan

Menurutnya, personel juga mungkin suka memakainya karena membuat mereka lebih gagah dan percaya diri.

Pemakaian penutup wajah juga didorong oleh wabah virus Corona.

"Pada satu sisi, kostum dengan pengamanan ekstra memang dibutuhkan," kata Reza. Tapi pemunculan polisi dengan kostum seperti itu, katanya, bukan tanpa ekses.

"Tercipta kesan kuat bahwa situasi sedang amat berbahaya bahkan mengarah ke zona perang. Ini bisa memengaruhi psikologi masyarakat, yaitu memantik kesiagaan ekstra termasuk untuk menghadapi 'peperangan' sekaligus menurunkan kepercayaan publik bahwa polisi siap untuk melakukan pengendalian dengan cara-cara humanis," jelasnya.

Pemprov DKI Siapkan Modal untuk Korban Kebakaran Simpang Lima Senen saat Unjuk Rasa Cipta Kerja

"Dengan muka tertutup, emblem nama tertutup, warna serba gelap, petugas berpeluang mengalami deindividuasi sehingga terlepas dari standar moral," tambah Reza.

Tambahan lagi katanya kondisi yang berada di tengah keramaian, makin memperkuat deindividuasi.

"Kondisi ini 'ideal' untuk berlanjut dengan perilaku kekerasan eksesif atau tak terkendali. Lalu, bagaimana dengan kekerasan oknum polisi terhadap jurnalis?," tutup Reza.

Detik-detik Massa Timpuk Mobil Kapolres, Wakapolres dan Dandim Bekasi Kota saat Patroli

Ribuan pendemo diamankan

Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) mengamankan sebanyak 5.918 orang dari seluruh Polda yang diduga sebagai perusuh.

Mereka ditangkap karena bertindak anarkis saat aksi unjuk rasa menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, Kamis (8/10/2020). 

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono
Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono (Warta Kota)

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Argo Yuwono dalam keterangannya mengatakan, sekitar lima ribuan pendemo terpaksa ditangkap lantaran diduga membuat kericuhan. 

“Dalam aksi berujung anarkis, Polri menangkap tepatnya 5.918 orang,” kata Argo, Sabtu (10/10/2020). 

Di antara ribuan orang yang ditangkap itu, tambah Argo, sebanyak 240 orang dinaikan statusnya ke tahap penyidikan atau dengan kata lain diduga melakukan tindak pidana. 

"Sementara 153 orang masih dalam proses pemeriksaan, dan 87 orang sudah dilakukan penahanan,” kata Argo. 

Ia menjelaskan penegakan hukum terhadap pendemo yang melakukan tindak anarkis, adalah sebagai upaya Polri menjaga wibawa negara sekaligus memelihara ketertiban dan keamanan masyarakat. 

Anies Baswedan Ajak Gubernur Seluruh Indonesia Gelar Rapat Bahas Penolakan UU Cipta Kerja

Ribuan buruh berkumpul di depan gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019).
Ribuan buruh berkumpul di depan gedung DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (2/10/2019). (Riski Amana)

"Negara tidak boleh kalah oleh premanisme dan intoleran," kata jenderal bintang dua ini. 

Di sisi lain Argo mengungkapkan dari total seluruh pendemo yang telah diamankan, 145 orang diantaranya reaktif Covid-19 setelah dilakukan rapid test. 

"Untuk itu, Polri menghimbau agar eleman masyarakat yang menolak UU Cipta Kerja menempuh jalur hukum melalui gugatan Judicial Riview ke Mahkmah Konstitusi (MK) ketimbang melakukan aksi turun ke yang beresiko tertular Covid-19," katanya.

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved