Proses Aborsi di Klinik Ilegal di Cempaka Putih ini hanya Memakan Waktu 5 Menit

Dalam rekonstruksi, terungkap bahwa proses aborsi yang dilakukan tersangka DK (30), hanya berlangsung selama 5 menit.

Penulis: Budi Sam Law Malau | Editor: Mohamad Yusuf
Warta Kota/Budi Malau
Rekonstruksi kasus klinik aborsi ilegal, di Jalan Percetakan Negara III, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (25/9/2020). Ada 63 adegan dalam rekonstruksi yang menghadirkan 10 tersangka di lokasi klinik. 

WARTAKOTALIVE.COM, SEMANGGI - Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya telah selesai menggelar rekonstruksi kasus klinik aborsi ilegal, di Jalan Percetakan Negara III, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Jumat (25/9/2020).

Ada 63 adegan dalam rekonstruksi yang menghadirkan 10 tersangka di lokasi klinik.

Dalam rekonstruksi, terungkap bahwa proses aborsi yang dilakukan tersangka DK (30), hanya berlangsung selama 5 menit.

 Seorang Pria Diborgol karena Tidak Pakai Masker, Satpol PP Kabupaten Bogor Berdalih hanya Bercanda

 Begini Modus Panti Pijat Plus-plus di Kelapa Gading Tetap Beroperasi Selama PSBB

 Kisah Balqis, Bocah 9 Tahun Idap Penyakt Langka, Jari harus Diamputasi atau Dibiarkan Lepas Sendiri

DK adalah sarjana fakultas kedokteran dari universitas di Sumatra Utara, namun belum memiliki sertifikat profesi dokter untuk berpraktik.

Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Jean Calvijn Simanjuntak, mengatakan dalam rekonstruksi terungkap bahwa proses aborsi terhadap satu pasien sangat cepa.

Rata-rata hanya membutuhkan waktu 5 menit saja.

"Jadi aborsi dilakukan dengan sangat cepat sekali. Asumsi dari persiapan si pasien masuk sampai dengan pemulihan itu estimasi hanya 15 menit saja. Jadi pada saat proses pengambilan vakum atau melakukan aborsi itu, estimasinya hanya 5 menit saja. Ini yang dituangkan dalam berita acara pemeriksaan," kata Calvijn, usai rekonstruksi Jumat (25/9/2020).

Menurutnya ada 63 adegan yang diperagakan 10 tersangka dalam rekonstruksi ini sesuai perannya masing-masing.

"Mulai dari adegan pertama sampai dengan terakhir, itu meliputi perencanaan, persiapan, penindakan aborsi atau pelaksanaan hingga paska penindakan atau penghilangan barang bukti," kata Calvijn.

Menurutnyq perencanaan berawal sat pasien RS ini menjelaskan kepada pacarnya kalau dia hamil kemudian membuka website klinik aborsi dan mendaftar.

"Lalu lanjurlt bertemu dengan tersangka lainnya yang merupakan pekerja di rumah aborsi ini," katanya.

Calvijn menyampaikan, tahapan kedua terkait dengan persiapan diantaranya pekerja klinik menjemput dan membawa pasien ke rumah aborsi.

"Sesampainya di rumah aborsi itu sudah dilakukan dengan leluasa tanpa ada hambatan karena sudah diantar langsung mulai dari penjagaan pintu depan, kemudian daftar di ruang register, kemudian dimasukkan ke dalam ruang USG" katanya.

Menurut Calvijn, di ruang USG itulah terjadi tawar menawar harga mulai dari Rp 4 juta dan terakhir disepakati Rp 5 juta.

 Bukan Pakai Senjata Tajam, Pelaku ini Pakai Sambal untuk Begal Korbannya, ini Modusnya

 Masa Pancaroba, BMKG Sebut Beberapa Hari Kedepan Terjadi Cuaca Ekstrem di Jabodetabek

 Beroperasi Penuh, Sebanyak 800 HIngga 1.000 Pelanggar Per Hari Tertangkap 57 Kamera ETLE

Setelah dilihat dari usia kandungan janin tersebut faktanya, di tempat praktik aborsi ini melayani maksimal usia janin 14 minggu.

"Setelah di-USG, baru dimasukkan ke ruang tindakan dan dilakukan aborsi oleh oknum dokter yang kita jadikan tersangka dan petugas asisten dokter lainnya, sampai dengan di ruang pemulihan, dan pasien itu kembali," katanya.

Calvijn mengungkapkan, tahapan terakhir adalah penghilangan barang bukti.

"Penghilangan barang bukti dilakukan tanpa adanya bahan kimia, berbeda dengan TKP kasus serupa sebelumnya seperti Jalan Raden Saleh, Senen, Jakarta Pusat," katanya.

"Ini bisa dibuktikan si asisten dokter ini membuang gumpalan darah yang merupakan hasil aborsi ke dalam toilet yang ada di ruang tindakan. Sehingga kami penyidik dibantu dengan tim labfor dan identifikasi membuka septic tank dan kami temukan apa yang dijadikan barang bukti tersebut," tambahnya.

Seperti diketahui klinik aborsi ilegal di Jalan Percetakan Negara III, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, digerebek Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Rabu (9/9/2020).

Dari sana diamankan 10 orang pengelola dan karyawan klinik, termasuk seorang dokter dan satu perempuan yang baru saja mengaborsi janinnya.

Dari penyelidikan diketahui klinik ini sudah beroperasi sejak 2017 dengan meraup keuntungan mencapai Rp 10,92 Miliar.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Yusri Yunus mengatakan klinik aborsi yang beroperasi sejak 2017 ini mempekerjakan seorang dokter yakni DK (30) yang diketahui ternyata belum memiliki sertifikat dokter meski lulusan fakultas kedokteran.

"Bahwa tersangka DK lulusan UISU atau Universitas Islam Sumatera Utara Fakultas Kedokteran. Ia lulus tahun 2017 dengan gelar S.Ked dan masih melakukan KOAS di Rumah Sakit Haji Medan dan hanya selama kurang lebih 2 bulan, dan tersangka DK belum mempunyai Sertifikat Profesi sebagai dokter," kata Yusri dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/9/2020).

Menurut Yusri saat melakukan KOAS di Rumah Sakit Haji Medan untuk mendapat sertifikat profesi dokter, DK direkrut oleh LA, pemilik klinik aborsi, untuk menjadi dokter aborsi.

"Jadi sebelum KOAS nya selesai untuk dapat sertifikat dokter, tersangka DK direkrut oleh tersangka LA di kliniknya," katanya.

Yusri menjelaskan bahwa aborsi yang dilakukan oleh dokter DK dengan cara memasukkan selang yang ada kanulanya atau sambungan ke dalam vagina pasien RS melalui forsio atau mulut rahim.

Kemudian menginjak pedal sekitar 2 sampai 3 kali yang terhubung dengan pedal untuk menyedot janin yang masih berbentuk darah.

Dengan proses sekitar 5 menit hingga darah sudah habis dan masuk ke dalam tabung dan dibuang ke kloset.

Karenanya kata Yusri klinik ini hanya menerima pasien atau mengaborsi janin bayi yang berusia maksimal 14 Minggu.

"Janin diatas 14 Minggu, klinik ini tak mau atau tak bisa mengaborsinya. Sebab aborsi yang dilakukan dokter DK di klinik ini, menggunakan vacum untuk menyedot janin bayi dan dibuang ke kloset kamar mandi pasien," kata Yusri dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/9/2020).

Menurut Yusri klinik ini mencari pasien lewat website atau situs yang dibuatnya.

"Mereka mencari pasiennya dengan membuat website atau situs klinikaborsiresmi.com dan memasarkan lewat media sosial," kata Yusri.

Dalam situs atau website yang dibuatnya itu, terdata lengkap semua biaya aborsi.

"Dan calon pasien aborsi bisa melakukan registrasi di website itu. Dalam website juga tercantun nomor telepon klinik yang merupakan nomor telepon salah satu tersangka," kata Yusri.

Dengan meregistrasi di website itu, kata Yusri, pihak klinik akan menghubungi calon pasien.

"Dan bahkan melakukan penjemputan pada pasien, dimana dan kapan," kata Yusri.

Ia mengatakan ke 10 orang yang diamankan dari klinik itu sudah di tetapkan sebagai tersangka.

"Mereka punya peran masing-masing dalam klinik aborsi ini," katanya dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Rabu (23/9/2020).

Dari hasil penyelidikan klinik aborsi ilegal ini sudah beroperasi sejak 2017.

"Dimana rata-rata perhari menerima 5 pasien aborsi, dengan keuntungan sekitar Rp 10 Juta perhari," kata Yusri.

Jika dihitung sejak 2017 sampai kini, kata Yusri, maka keuntungan yang diraup klinik ini mencapai Rp 10,9 Miliar.

"Tercatat ada sekitar 32.760 janin yang sudah diaborsi secara ilegal di klinik ini sejak 2017," katanya.

Ke sepuluh tersangka yang diamankan dengan peran masing-masing kata Yusri adalah LA (52), perempuan yang merupakan pemilik klinik; DK (30) laki-laki yang merupakan dokter penindakan aborsi.

Lalu NA (30) perempuan, yang berperan di bagian registrasi pasien dan kasir, MM (38), perempuan yang berperan melakukan USG, YA (51) perempuan, yang berperan membantu dokter melakukan tindakan aborsi.

Kemudian RA (52) Laki-laki, berperan menjaga pintu klinik; LL (50) perempuan, yang berperan membantu dokter di ruang tindakan aborsi, ED (28) laki-laki sebagai cleaning service dan menjemput pasien.

Serta SM (62) perempuan yang berperan melayani pasien, dan RS (25) perempuan, selaku pasien aborsi.

Yusri menjelaskan awalnya pelaku atas nama LA membuka klinik aborsi pada tahun 2002 sampai dengan tahun 2004 di daerah Raden Saleh.

"Kemudian beroperasi kembali tahun 2017 sampai sekarang. Klinik berbentuk rumah beroperasi setiap hari Senin-Sabtu mulai pukul 07.00 - 13.00 wib. Klinik tidak beroperasi pada Hari Minggu dan Hari Libur Nasional," katanya.

Pelaku kata Yusri memiliki 7 karyawan dengan upah harian sebesar Rp.250.000 per hari.

"Sedangkan untuk seorang dokter mendapatkan bagi hasil sebesar 40 persen dari total pemasukan harian. Klinik juga memiliki calo dengan pembagian keuntungan 50 : 50 setiap pembayaran dari pasien yang dibawa oleh calo," katanya.

"Biaya yang dibebankan per pasien berkisar antara Rp. 2.5 Juta sampai Rp. 5 Juta, tergantung usia kandungan," tambah Yusri.

Jumlah pasien rata-rata per hari kata Yusri antara 5-10 orang dengan omset berkisar antara Rp 10 Juta sampai Rp 15 Juta.

"Jadi jika sehari Rp 10 Juta maka dalam 1 Minggu diperkirakan sebesar Rp 60 Juta dan sebulan Rp 260 Juta. Jika dihitung sejak 2017 sampai kini, maka keuntungan yang diraup klinik ini mencapai sekitar Rp 10,9 Miliar," tambah Yusri.

Wakil Dirreskrimum Polda Metro Jaya AKBP Calvijn Simanjuntak mengatakan untuk barang bukti yang diamankan adalah satu set alat sactum atau vacum penyedot darah bakal janin, satu) set tempat tidur untuk tindakan aborsi.

Lalu satu unit alat tensi darah, satu unit alat USG 3 Dimensi, satu unit alat sterilisasi, satu set tabung oksigen, satu buah nampan stainles, satu buah nampan besi, satu kain selimut warna putih garis-garis.

Kemudian satu bungkus obat antibiotik amoxicillin, satu strip obat anti nyeri Mefinal, satu strip Vitamin Etabion, dan dua buah buku pendaftaran.

Untuk pasal yang dikenakan kata Calvijn akan dikenakan pasal berlapis.

Yakni Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 194 Junto Pasal 75 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.

"Dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 Miliar," katanya.(bum)

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved