Wawancara Eksklusif

EKSKLUSIF: Dirjen Pendidikan Vokasi Wikan Sakarinto: Dunia Industri Dilibatkan dalam Pengajaran SMK

Itu ibarat orang berhubungan, pacaran saja belum, baru kenalan. Link and match kami tidak hanya sekadar pacaran, tapi sampai menikah levelnya.

Editor: Lucky Oktaviano
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Direktur Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud Wikan Sakarinto saat wawancara khusus di Kantor Tribun Network, Jakarta, Selasa (8/9/2020). 

Jangan sampai anak-anak kita sejak SD atau SMP memahami bahwa belajar itu adalah berkompetisi untuk mendapatkan nilai yang tinggi agar diterima di sekolah favorit.

Itu membuat anak-anak kita tidak siap passion dan soft skillnya. Karena hanya mengejar kognitif, nilai tinggi agar bisa masuk sekolah favorit.

Revitalisasi Pendidikan Vokasi Dorong Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Indonesia

Ketika nanti sudah masuk SMP, akan memilih SMA atau SMK, tentukan dulu apakah dia cocok dulu.

Bila dia cocok pada hal-hal yang analitik, maka dia harus masuk ke SMA.

Tapi kalau dia cocoknya lebih ke hands on, praktikal, tapi tetap ada teorinya ya, masuklah SMK bisa sampai ke D4 atau bisa sampai ke S2 terapan di Jerman atau di Taiwan dan sebagainya.

Ini dibutuhkan peran orang tuanya untuk mengetahui passion anak itu, apa cita-citanya, serta bagaimana menentukan studi anak itu berdasarkan fakta itu.

Jangan dibilang masuk sekolah favorit itu jaminan sukses, belum tentu. Kalau tidak punya passion dan visi misi, tidak jelas.

Berarti dua sisi, si anak harus mengenali passionnya sejak awal, orang tua pun harus membaca minat anak?

Sangat tepat jangan dipaksakan. Jangan sampai misal mau jadi dokter, ditanya kepada si anak apa pekerjaan dokter itu apa.

Si anak berangan-angan bahwa dokter bisa mengobati dan bisa menyuntik.

Sebatas itu yang baru dipahami, tanpa mengetahui bahwa dokter itu ada spesialisasi, harus tiap malam tidur di rumah sakit.

Cocok tidak ini dengan passion si anak hidup seperti itu. Atau jangan-jangan si anak tidak tahu apa hobinya, misal menyelam.

Kita bisa mengkaitkan hobi itu dengan kompetensi mengelas. Begini, jadilah tukang las yang bisa mengelas bangunan-bangunan atau kapal di dalam air.

Itu per jam bayarannya 500 dollar AS. Sebulan bisa mengelas berapa jam? kalikan saja jumlah Rp 14 ribu dengan 500 dollar AS itu dengan jumlah jam kerja.

Apakah bidang pekerjaan seperti itu orang tua sudah mengetahui?

Orang tua ini juga perlu diberikan wawasan, bahwa masa depan itu perubahannya akan sangat luar biasa.

Banyak kompetensi baru yang lahir, job-job baru yang lahir. Jangan melihat masa depan itu dengan kacamata di masa kini atau di masa kebelakang.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved